03 | Pukul Satu Malam

50 19 0
                                    

•Happy Reading!•





****






Seperti biasa, di malam hari, Rin selalu memegang ponselnya.

Belajar?

Bahkan Rin saja tidak pernah memegang buku barang satu kali pun di rumah. Bila ada ulangan harian saja Rin mau memegang buku. Itu pun hanya sebentar. Setelahnya Rin berdoa saja pada Tuhan semoga nilai ulangannya tidak terlalu buruk.

Begitulah Rin. Si pemalas. Padahal dirinya sudah menduduki bangku kelas 12.

Tok! Tok! Tok!

Rin mendengus sebal. Dia selalu benci kalau ada yang mengganggunya. Sekalipun itu Dewi.

"Kenapa, ma?" Sahut Rin malas. Gadis itu tetap tidak mengubah posisi berbaringnya.

Pintu putih itu terbuka. Dewi masuk. Mulutnya seketika membulat kala melihat kamar Rin yang seperti habis diguncang gempa.

"Ini kamar anak gadis?"

Rin meletakkan ponselnya di atas ranjang. Lalu mengubah posisinya menjadi duduk.

"Kenapa, sih, ma?" Nada suara Rin terdengar kesal.

"Belajar, nak. Ingat udah kelas 12. "

Rin memutar bola matanya jengah. Gadis itu kembali mengambil ponselnya lantas berbaring.

"Udah tadi. " jawabnya singkat.

Dewi geleng-geleng kepala melihat tingkah anak gadisnya. Ia menghampiri Rin lalu memukul pelan kaki anak itu.

"Mama!" Seru Rin tambah kesal.

"Bukannya belajar malah main hp!" Balas Dewi ikut marah.

"Besok mama mau kamu les. Biar mama cariin gurunya. " Ucap Dewi yang mengundang protes dari Rin.

"Nggak mau! Rin nggak mau les. " Rin langsung mengubah posisinya menjadi duduk. "Rin bisa belajar sendiri. Rin nggak butuh orang lain. "

"Robot yang kamu minta itu gimana, ya? Apa mama batalin aja?"

Mulai. Dewi memang suka mengancamnya.

"Janji harus ditepati. Mama liat kan tadi aku jalan sama dia?"

Dewi mengangguk-anggukkan kepalanya. Perempuan itu memang sengaja mengintip anaknya.

"Tapi, ada satu syarat lagi. " tambah Dewi. "Kamu harus les. "

"Itu gak ada di dalam persyaratan!" Protes Rin.

"Terserah, mama, dong. "

"Ma, aku bisa belajar sendiri. Aku nggak butuh orang lain. " Ucap Rin terdengar frustasi.

Dewi menghembuskan napasnya lelah, "Mau sampai kapan kamu mau hidup sendiri? Manusia itu makhluk sosial, nak. "

Rin mendengus lalu memutar bola matanya jengah. Katakan saja jika Rin anak durhaka. Ia memang pantas untuk julukan itu.

"Rin, kalau mama udah nggak ada kamu mau bergantung ke siapa?"

Rin tertegun.

Benar juga.

Di dunia ini Rin memang hanya memiliki sang mama. Namun, gadis itu tetap egois. Dia berprinsip jika hal itu terjadi, dia akan selalu mengandalkan dirinya sendiri.

Balik ke prinsip awal Rin.

Gadis itu benci orang lain.

Berurusan dengan mereka membuatnya muak.

HIRAETH✓Where stories live. Discover now