29 | Rindu itu wajar, kan?

27 9 7
                                    

Happy Reading!


.
.
.
.
.
.


"Kamu sengaja membuat ulah, Yuan?" Wajah papa Yuan sudah sangat geram.

Pria itu sengaja terbang jauh-jauh ke New York hanya untuk memarahi anak laki-lakinya itu. Saat mendengar kabar bahwa kelakuan Yuan semakin parah, darah pria itu seolah mendidih. 

Yuan hanya menunduk. Tak berniat menatap sang ayah.

"Mau sampai kapan--"

"Kalau papa capek ngurusin Yuan, biarin Yuan hidup dengan dunia Yuan sendiri, Pa, " balas Yuan tenang.

"Apa maksud kamu?"

"Well, Yuan bakal buang nama Dharmendra. Yuan hidup sendiri. Papa urus aja keluarga baru papa. Sampai kapanpun Yuan nggak sudi berbagi atap sama mereka. "

Bugh!

Yuan memegang sudut bibirnya yang berdarah akibat tinju dari sang papa.

"Lagipula, papa malu kan punya anak yang kerjaannya cuma bikin malu keluarga?"

Nafas Dharma naik turun. Dia sangat emosi. Sampai-sampai kelepasan memukul anaknya sendiri.

"Yuan Clubbing. Yuan balapan. Yuan minum. Itu yang Yuan lakuin di sini, Pa. Yuan nggak betah. Tapi, papa ngirim Yuan kesini karena Yuan cuma aib? Papa takut Yuan merusak karir, Papa?"

"Kamu belum dewasa, Yuan. Kelakuan kamu masih kayak anak kecil. Di umur segini seharusnya kamu udah bisa bantu keluarga. Jadi contoh. Malah bukan mempermalukan keluarga kamu. "

"Anak kecil? Umur Yuan berhenti saat Yuan berumur 13 tahun! Saat papa bawa perempuan itu ke rumah!"

"Dia mama kamu!"

"Tapi, dia nggak ngelahirin, Yuan!"

"Dia tetap mama kamu. "

"Mama Yuan cuma Rina. "

"Lupakan dia. Dia sudah mati. "

Yuan tertawa miris. Selalu begitu. Semenjak Dharma membawa wanita lain ke rumah, ia jadi melupakan Rina, ibu Yuan.

"Saya malas berdebat dengan anda yang tidak tau diri. Maka dari itu saya melepas nama Dharmendra. Anda tidak ada hubungannya lagi dengan saya. "

"Silahkan. Jangan harap apapun. Semua harta saya tidak akan saya berikan ke kamu. Seperti yang kamu bilang, kamu mengurus hidupmu sendiri. "

Yuan tersenyum singkat. Ia tidak menyesal dengan keputusannya. Sudah saatnya bebas.

"Nggak masalah. Masih ada keluarga mama yang tentunya tidak se-toxic anda. "

Papa Yuan berlalu pergi. Kunjungannya ke new York sudah usai. Itu mau anaknya. Dan ia akan menyanggupinya.

Yuan menghubungi seseorang. Setelah tersambung, ia pun berbicara.

"Urus keberangkatan gue ke Jakarta. Gue mau pulang. "


****


Cup!

Mata Rin membulat karena serangan tiba-tiba itu. Ia lihat Keef terkekeh tanpa merasa bersalah.

"Aku mau ngelakuin itu. Tapi, kayaknya kurang. "

Keef menarik pinggang Rin untuk semakin merapat ke tubuhnya. Hembusan nafas Keef yang tenang itu membuat Rin merinding. Perempuan itu refleks memejamkan mata. Hingga sesuatu yang kenyal pun mendarat di bibirnya.

HIRAETH✓Where stories live. Discover now