08 | Titik Terendah

44 11 8
                                    


A/N: Di akhir aku ngasih teaser cerita ini ya guys...jangan lupa tinggalkan jejak🤗 SEKALI SEKALI KOMEN DONG YOROBUN😭 NGEMIS INI


°Happy Reading!°










"Apa kabar, Nak?"

Wajah itu tersenyum lembut menatap sang anak. Rin bungkam. Kepalanya tertunduk tak mau menatap sang ayah.

Rin kini duduk berhadapan dengan ayahnya di ruang tamu.

"Kamu udah makan?" Ayahnya kembali bertanya.

"Bilang aja, papa ada keperluan apa datang kesini?" Tanya Rin mulai memberanikan diri menatap papanya.

"Cuma kangen sama anak papa. Emang nggak boleh?"

Rin menatap Pram, papanya dengan tajam. "Bohong. "

Pram terlihat menghembuskan napasnya. Sepertinya, Rin tidak suka basa-basi. Maka dari itu, Pram langsung saja mengucapkan maksud kedatangannya. Sama seperti Rin, Pram juga tidak suka basa-basi.

"Utang papa semakin banyak dan menumpuk. "

"Berapa?" Tanya Rin. Ia sudah tahu Pram hobi berjudi dan membuatnya berhutang jika kalah.

"650 juta. " Rin menahan napasnya mendengar nominal tersebut.

"Kalau dalam waktu 3 bulan ini papa nggak bayar. Papa bakal kehilangan semuanya. Termasuk kamu Rin. "

Kening Rin mengerut bingung, "Kenapa aku?"

"Karena kamu jaminan utang papa. Kalau--"

"Kalau papa gak bayar utangnya, papa bakal ngasih aku ke mereka?" Potong Rin.

Pram mengangguk.

Rin mengusap kasar wajahnya. Ia menatap Pram dengan kecewa. Papanya sendiri menjual dirinya kepada orang lain. Seberapa sakitnya hati Rin.

"Pa--"

"Mas!"

Kepala Rin menoleh begitu melihat Dewi berdiri di depan pintu rumah dengan wajah memerah menahan amarah.

Pram terkejut dengan kedatangan mantan istrinya itu. Lebih terkejut lagi ketika ia mendapat tamparan di pipi kanannya.

PLAK!

"Tega kamu!" Dada Dewi naik turun, "Beraninya kamu jual anak sendiri. "

"Rin udah besar. Seharusnya dia tau gimana caranya ngehasilin uang dengan cepat! Ijazah dan nilai itu gak perlu! Cukup jadi pelacur saja dia tidak akan hidup susah!" Balas Pram yang menohok hati Rin.

Rin sudah tidak tahan. Ia mengambil tasnya. Bangkit dari sofa. Sebelum itu ia menatap kedua orang yang tengah bersitegang itu.

"Papa itu beneran papa kandung Rin bukan sih?"

Rin mengatakannya dengan suara pelan. Dia sendiri sudah tidak tahu lagi harus berkata apa. Berteriak pun dia, Pram tidak akan berubah.

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Rin beranjak pergi dari rumah itu. Samar-samar Rin bisa mendengar suara Dewi yang memanggilnya untuk kembali.

Gadis itu tak lagi peduli. Keluarganya hancur. Gairah hidupnya menurun. Bahkan bermimpi untuk masa depan saja ia tidak berani. Saking pasrahnya dengan kehidupan.

Rin terduduk lemas sambil berpegangan pada tembok gang. Setelah sekian lama, air matanya pun turun. Ini lebih sakit dibanding kata 'cerai' yang dilontarkan papanya 10 tahun yang lalu kepada Dewi.

HIRAETH✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora