09 | Jadi pacar gue?

46 10 4
                                    


°Happy reading!°





Keef pernah bilang sesuatu pada dirinya sendiri. Bahwa hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Asal kita berusaha dan memiliki kemauan kita akan mendapatkannya.

Sama seperti Keef.

Mimpi laki-laki itu tinggi sekali. Ia ingin menjadi tentara. Namun, dengan kondisinya yang seperti ini, Keef mungkin harus merelakan mimpinya itu.

Namun, Keef ingin sekali lagi percaya bahwa ia bisa membuat hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin.

Karena itu, setelah ia selesai homeschooling, Keef mendatangi Aruna yang kebetulan sudah pulang dinas 3 hari yang lalu.

"Ma, bawa aku ke psikiater. "

Aruna mengangguk. Lantas tersenyum lembut pada anak laki-lakinya itu.

"Besok. Mama punya waktu. "

Keef tidak ingin hidup seperti ini. Ia ingin sembuh dari traumanya dan menjalani kehidupan seperti apa yang diharapkannya. Keef memang tidak meminta banyak pada Tuhan, tapi, untuk kebahagiaan, Keef ingin tahu bagaimana rasanya.

Karena sejatinya, Keef belum pernah menemukan kebahagiaannya sendiri.

Aruna menggenggam tangan Keef di sampingnya. Trauma Keef selalu bangkit apabila laki-laki itu berada di sebuah jalan yang ramai, suasana macet dan jalanan yang sesak akan kendaraan.

Saat ini mereka sedang menuju ke rumah sakit. Aruna menepati janjinya untuk membawa Keef ke psikiater. Menjalani terapi disana.

Wanita itu tengah mengemudi. Ia melirik Keef yang tertunduk sambil memejamkan matanya. Mencoba berpikir positif agar traumanya tidak bangkit.

Setibanya di rumah sakit, dokter yang diketahui bernama dokter Melin melakukan sejumlah pemeriksaan terhadap Keef.

"Nak Keef, boleh saya tau kejadian yang membuat kamu trauma?" Tanya Dokter Melin.

Keef mengangguk.

"Kekerasaan dan pemerkosaan. " Jawab Keef.

Dokter Melin menulis hal tersebut di sebuah kertas, "Apa yang membuatmu merasa sangat tertekan dari trauma tersebut?"

"Saya kehilangan sahabat saya. "

"Boleh tahu siapa namanya?"

Keef menunduk lantas membasahi bibirnya, "Abyan dan Rin. "


****


"Baiklah. Untuk ujian akhir seni budaya kalian, masing-masing membentuk dua kelompok yang sudah ibu bagi dalam 14 kelompok. Jangan ada yang protes karena nama ini sudah final, " ucap Bu Intan selaku guru seni budaya Rin.

Rin berdecak sebal. Salah satu hal yang paling Rin benci adalah kerja kelompok. Karena zaman sekarang tidak ada suatu hal yang benar-benar dikerjakan secara bersama. Paling satu dua orang hanya menumpang nama saja. Tapi, karena kelompok kali ini hanya terdiri dari dua orang mungkin akan baik-baik saja.

Bu Intan membacakan nama kelompok. Semua orang terlihat antusias ketika mendapati teman satu kelompoknya adalah sahabatnya sendiri. Sedangkan sebagian yang lain merasa kecewa karena di pasangkan dengan orang yang tidak mereka sukai. Seperti yang satu ini.

"Bunga, kita sekelompok?" Ucap Fathur shock setelah mendapati Bunga sekelompok dengannya.

Bunga dengan santai mengangguk.

HIRAETH✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang