21 | Last Time

33 11 1
                                    

Dewi selesai di operasi. Dokter bilang, butuh beberapa jam untuk menunggunya bangun. Dan disinilah Rin, menunggu Dewi bangun di sisi ranjang wanita itu. Sedangkan Keef, entah kemana perginya, dia bilang ada perlu di rumah dan akan kembali ke rumah sakit sebentar lagi.

Rin tidak meminta laki-laki itu untuk tinggal di rumah sakit. Keef sendiri yang menginginkannya.

Tiba-tiba pintu kamar bergeser pelan. Disusul dengan suara ketukan sepatu yang datang menghampirinya.

"Papa meninggal. "

Itu Karin dengan rambut merah yang acak-acakan. Serta wajah yang basah karena air mata.

"Gue peduli? Dia yang bikin mama kayak gini. " Jawab Airin ketus.

"Tapi, dia papa lo. Sama kayak gue benci mama, gue tetap milih maafin dia. Apa Lo nggak bisa kayak gitu?"

"Lo tau apa di dunia ini?" Rin berdiri mendekati Karin.

"Gue tau lebih dari lo! Gue tau papa nggak baik-baik aja semenjak bercerai dari mama. " Karin tersenyum getir, "Jangan lupa yang minta cerai itu mama bukan papa. "

Rin terkekeh geli, "Kalau gitu maksud dari sikapnya selama ini apa?"

"Pemberontakan. Sama kayak lo dan gue yang berontak dengan keadaan lo saat ini. "

Rin terdiam.

"Airin, Lo nggak bisa menilai sesuatu dari apa yang terlihat. " Karin menatap ke dalam mata adiknya, "Semuanya hancur disaat mereka bercerai. Gue akuin itu. "

Air mata Karin menetes, "Lo nggak tahu apa-apa, Airin. Nggak ada yang tau gimana perasaan papa. Karena dia bisa menyembunyikan perasaannya dengan baik. "

"Bahkan, papa pernah bilang, alasan dia ambil sertifikat rumah itu supaya mama datang ke dia. Nemuin gue. "

"Lo juga salah, Kar! Seharusnya lo nggak hilang! Lo temuin mama!"

"Gue tau. Tapi--"

"Gue nggak mau dengar apapun. Apa yang Lo bilang nggak akan merubah gue. "

Rin pergi dari ruangan itu. Ia muak. Semua penjelasan dari Karin terdengar tidak masuk akal. Tentang Pram yang kesakitan semenjak bercerai dengan Dewi. Ia tidak bisa memercayai itu. Rin melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Dewi adalah orang yang sering diperlakukan kasar oleh Pram.

Keef yang ada di depan pintu kamar sedari tadi sedikit terkejut ketika Rin membuka pintunya. Mereka saling tatap untuk beberapa detik. Sebelum akhirnya, Rin beranjak pergi.

Dengan cepat Keef menahan tangan Rin, "Maaf, tadi aku dengar pembicaraan kamu. "

Raut wajah Rin mengernyit tidak suka, "Siapa yang bilang Lo boleh dengar?!"

"Maaf--"

"Lo nggak punya hak, Keef. " Lirih Rin.

Gadis itu menepis tangan Keef dari lengannya namun Keef lagi-lagi menahannya dengan memegang kedua bahu Rin.

Laki-laki itu memaksa gadis itu untuk menatap matanya, "Dengar. "

"Kamu mungkin boleh benci papa kamu, Rin. Tapi, kamu juga boleh memaafkan segala kesalahannya. Bagaimana pun juga dia papa kamu. Orang yang asuh kamu sejak kecil.

Kamu boleh marah. Aku paham perasaan kamu. Mungkin papa kamu sadar apa yang dilakukannya salah. Tapi, dia juga bingung bagaimana caranya buat berhenti, Rin. Aku malah ragu papa kamu nggak pernah sadar. Mustahil, Rin. Sebejat-bejatnya manusia, dia tau letak salahnya. Tapi, perlu di ingat. Hanya sedikit yang mau mengakui kesalahan itu, Rin.

HIRAETH✓Where stories live. Discover now