8. SURAT

2.8K 674 73
                                    

"Hah?" tanya Ayah kebingungan ketika mendengar kabar dari tempatnya menimbang ikan.

"Katanya di kota kependudukan, jenderal-jenderal besar dibunuh sadis," gumam Arum mengulangi perkataan seorang wanita paruh baya yang merupakan seorang pembeli langganan di tempat timbangan itu.

"Kapan?" balas Ayah santai. Berita penculikan dan pembunuhan itu tak berpengaruh banyak pada kota pelabuhan itu, mengingat kota itu bahkan tidak ada dalam peta Indonesia. Kota pelabuhan tersebut masih ramai seperti lazimnya dan semua orang beraktivitas seperti biasa, termasuk Ayah yang hari ini menimbang ikan. 

"Ayah ndak tahu?" tanya Arum sedikit kaget, sebab berita itu sudah mengudara sekitar seminggu yang lalu di berbagai radio dan majalah.

"Kalau ndak salah, dari berita yang saya dengar, jasadnya baru bisa diangkat sekitar dua minggu yang lalu, Mas. Kalau pembunuhannya, saya sendiri juga ndak paham kapan," gumam wanita itu sembari memilah ikan yang segar dan yang tidak. Tempat menimbang ikan hari itu cukup ramai dengan para pedagang pasar maupun nelayan. Ada pun beberapa pembeli yang biasanya membeli dalam jumlah yang besar seperti para suster dari biara. 

"Orang-orang di kota kependudukan, pasti ada saja," gumam Ayah sembari menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan jalan pikiran orang kota kependudukan yang terlalu serius, ambisius dan berbau politik. Terkadang, ayah sering bertanya-tanya, apakah orang-orang di kota kependudukan bisa bahagia sedikit saja?

"Rumor yang beredar, Mas. Penculikan dan pembunuhan itu dilakukan oleh mereka yang sering melakukan konvoi di kota ini," gumam wanita itu sembari berbisik-bisik yang memancing penasaran dari beberapa pembeli di situ juga.

"Fitnah itu dosa," balas Ayah sembari menggelengkan kepalanya, seolah-olah mengejek wanita paruh baya itu. "Ya, mosok, orang-orang begitu sanggup melakukan hal itu."

"Saya juga berpikir seperti itu," balas seorang suster dari biara yang tiba-tiba menimbrung di kala ikannya tengah ditimbang. "Saya kenal salah satu dari mereka. Ada seorang pemuda yang bergabung dalam 'Pemuda Rakyat'. Dia itu baik sekali. Santun, telaten, sopan. Setiap pagi, mungkin ada dia bantu angkat bahan pangan untuk dibawa ke dapur biara. Saya sampai mendoakan dia berkah melimpah."

"Sepertinya saya tahu dia. Dia itu yang tinggi dan besar itu kan?" tanya wanita itu pada sang suster.

"Benar, benar, saya lupa namanya," gumam sang suster.

"Mas Danu?" tanya Arum tiba-tiba dan langsung ditanggapi dengan wajah sumringah dari kedua wanita itu.

"Iya, iya, namanya Danu," jawab sang suster biara. "Ndak pernah saya lihat ada pemuda sebaik dia."

"Lah ya, makanya ndak mungkin kalau mereka yang melakukan itu," tambah Ayah sama bersemangatnya.

Di sisi lain, Arum mematung dan termenung. Berita yang baru saja didengarnya tadi adalah sesuatu yang tak biasa.

Apakah ini Mas Danu yang sama? Sejak kapan Mas Danu ikut dalam organisasi itu?

Selama ini, Arum tidak pernah melihat pria itu ikut dalam konvoi atau mengurus segala hal yang berkaitan dengan organisasi itu, lalu tiba-tiba saja pria itu menjadi bagian di dalamnya. Jalan pikir pria itu tidak akan pernah bisa dimengerti oleh Arum. Tidak, lebih tepatnya, Arum tidak akan pernah memahami sosok 'Danu'. Pria itu bagai hantu yang tidak meninggalkan jejak, namun bisa menakuti siapa saja. Atau mungkin memang bukan ranah Arum untuk mengetahui semuanya?

Setelah mendapat uangnya, Ayah langsung berpamitan pada dua wanita itu -yang mana jumlah mereka semakin bertambah, sebab banyak orang semakin penasaran. Ayah naik lebih dulu ke atas sepeda tuanya itu, lalu diikuti oleh Arum. Dengan kayuhan perlahan tapi pasti, Ayah melajukan sepedanya ke arah jalanan yang menuju alun-alun kota.

"Sejak kapan Mas Danu ikut begituan?" tanya Arum tidak mengerti.

"Loh, sejak dia pertama kali datang di kota ini," balas Ayah, membuat jantung Arum berhenti berdetak untuk sepersekian detik.

***

Danu melipat kertas itu dan dimasukkannya ke dalam amplop. Ia menyelipkan kertas itu di antara tumpukan pakaiannya, lalu mengikatnya dengan telaten dan dimasukannya ke dalam kardus. Danu kembali mengikat kardus itu sekencang mungkin dengan tali tambang kecil. Dibawanya kardus itu ke sepedanya dan diletakannya di jok belakang. Tangan Danu gemetar hebat, membuatnya harus berhenti untuk beberapa saat, sembari menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya lagi. Danu menggenggam tangannya sendiri yang mana tidak hanya gemetar, melainkan juga dingin.

Setelah berhasil menguasai dirinya, Danu kembali mengikat kardus itu di jok belakang sepedanya agar tidak jatuh ketika dibawa nantinya. Dilajukannya sepedanya dengan kecepatan sedang menuju ke kantor pos yang letaknya di tengah kota. Sepanjang perjalanan, kayuhannya tak stabil, membuatnya beberapa kali hampir terpleset. Tangannya pun tak berhenti gemetar ketika memegang kemudi sepeda itu. Beberapa warga menyapanya dengan hangat sepanjang perjalanannya ke arah kantor pos. Danu membalas sapaan itu seadanya. Ia menghafal setiap orang yang menyapanya. Menghafal setiap dari mereka dan paham bahwa orang-orang itu hanyalah orang kecil yang baik hati dan terlalu polos.

Ketika sampai di kantor pos, Danu kembali diam menatap kardus itu. Ia bisa saja membuang kardus itu dan bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Ia bisa saja melakukan apa yang diinginkan hati kecilnya dan kabur ke kota yang lebih terpencil lagi dari ini. Namun, Danu malah memilih tidak melakukannya. Ia memilih mengkhianati hati kecilnya, menutup telinganya dan membunuh perasaannya.

Diletakkannya kardus itu di atas meja resepsionis. Ia mengisi semua keperluan data, termasuk tempat sang penerima yaitu kota Djakarta atau kota kependudukan. Setelahnya, Danu langsung membalikkan tubuhnya dan tidak lagi menoleh pada kardus itu sedikit pun. Tangannya mengepal erat di samping tubuhnya ketika ia melangkah keluar dari kantor pos itu, meninggalkan surat itu diantarkan kepada yang berhak menerimanya.

Di ujung kuku. Isi surat itu.

TBC...

Catatan:

Pemuda Rakyat adalah organisasi sayap pemuda yang berada di bawah naungan PKI.

Arum
Lukisan karya Basoeki Abdoellah

Selamat menikmati.

Jangan bosan-bosan yaww Bestie. Nanti malam aku update lagi jika sempat. Ingatkan ya, Bestie‼️‼️

NAMANYA ARUM.Where stories live. Discover now