20. SURAT

3K 717 137
                                    

Ketika Arum keluar dari kamarnya, ia langsung berpapasan dengan suaminya sendiri yang sudah berpakaian rapi dengan tas gitar di tangannya. Arum menundukkan kepalanya dan berjalan melewati Mas Danu begitu saja, menyatakan bahwa tidak ada keinginan dalam dirinya untuk melihat pria itu. Arum langsung menemukan Mbok Asri yang tengah menyiapkan makan pagi untuk dirinya dan Mas Danu. Arum dengan berbaik hati membantu wanita paruh baya itu untuk menyiapkan makanan.

"Bisa tinggalkan kami berdua, Mbok?" ucap Mas Danu pelan, membuat bulu kuduk Arum berdiri. Ia tidak ingin ditinggal berdua saja dengan pria berdarah dingin itu.

"Ndak, Mbok," bisik Arum sembari menahan tangan Mbok Asri.

"Mbok," ulang Mas Danu lagi dengan nadanya datar dan memerintah.

Nyatanya, Arum kalah dari pengaruh Mas Danu. Buru-buru, Mbok Asri mematikan kompor, lalu berlari keluar dari dapur, meninggalkan Mas Danu dan Arum berdua saja di situ. Arum mengetatkan gerahamnya jengkel, kemudian berpura-pura menyibukkan dirinya.

"Lagi, Arum?" ucap Mas Danu sembari mendekati Arum, lalu menumpukan satu tangannya di konter, tetapi tidak mengurung istrinya itu.

"Apa karena Yasinta?" tanya Mas Danu, membuat tubuh Arum membeku. Arum menelan ludahnya dan kembali mengabaikan Mas Danu. Dengusan terdengar dari Mas Danu ketika pria itu mengatakan, "Mei Li..."

"Apa yang dia katakan pada kamu?" tanya Danu dengan nadanya yang tenang.

"Bukan apa-apa," jawab Arum pada akhirnya.

Tiba-tiba saja semuanya kembali hening. Danu berjalan mendekati Arum dan ketika ia berada di belakang tubuh kecil wanita itu, Danu membungkuk dan berbisik di belakang telinga Arum. "Apa dia mengatakan kalau saya yang membunuh Ayah, Arum?"

Arum membalikkan tubuhnya dengan wajah waspadanya. Tubuhnya gemetar hebat dan reaksi awam itu tak luput dari tatapan Danu. "Kamu percaya pada Mei Li, Arum? Lebih daripada kamu percaya pada Mas?"

"Mei Li adalah sahabat Arum," desis Arum penuh kebencian.

"Mas adalah suami kamu, Arum," jawab Danu cepat. "Kamu mempercayai semua yang dikatakan Mei Li, tetapi tidak ingin mendengar dari sisi Mas? Bagaimana kalau Mas mengatakan kalau Mei Li lah yang membongkar persembunyian Ayah, agar ayahnya sendiri bisa selamat?"

Arum mengerutkan keningnya mendengar ucapan Mas Danu. Ia menggelengkan kepalanya, berusaha menolak semua fakta itu. "Mas pikir Arum akan mempercayainya?" ucap Arum dengan matanya yang berkaca-kaca.

"Kamu pikir kenapa Mei Li tidak mencari kamu selama ini, Arum? Kota ini bukanlah kota yang besar dan menemukan kamu bukanlah hal yang sulit, tetapi Mei Li tidak melakukannya. Itu semua karena ia yakin kamu sudah mati, Arum," jelas Mas Danu lagi dengan nadanya yang begitu tenang, membuat penjelasan pria itu terdengar seperti sebuah kejujuran. "... dan kamu tidak mencurigai dia kenapa dia bisa seyakin itu jika kamu sudah mati, Arum?"

"Jangan pernah mengatakan apa-apa lagi," ucap Arum perlahan dengan air matanya yang menitik sembari mendorong dada Mas Danu agar menjauh. Namun, pria itu malah menangkap tangannya dan menahan Arum agar tetap di dekatnya.

"Lucu kalau kamu mempercayai Mei Li lebih daripada Mas," ucap Mas Danu dingin sembari meremas pergelangan tangan Arum. "Ketika kamu bermimpi buruk, siapa yang di sisi kamu? Ketika kamu sedih dan merindukan Ayah, siapa yang menenangkan kamu, Arum? Mei Li? Begitukah?"

"Mas melakukan itu semua dengan maksud tertentu, meskipun Arum tidak tahu apa tujuan itu," bisik Arum, menatap Mas Danu dengan tatapan tajamnya, meskipun air matanya terus menitik. Perasaan sakit hati dan terkhianatinya tergambar cukup jelas di kedua mata Arum. Ketegaran Arum adalah sesuatu yang hebat, sebab dalam posisi seperti ini, Arum mungkin sudah menangis histeris.

NAMANYA ARUM.Where stories live. Discover now