9. HARI TERAKHIR

2.8K 737 103
                                    

Tiba-tiba saja hari itu, tersiar kabar segerombolan tentara yang mendatangi kota pelabuhan tersebut. Rumor yang beredar, tentara itu ingin menangkap orang-orang yang terlibat dalam organisasi itu. Namun, orang-orang kota menanggapi berita itu dengan santai. Tidak ada teriakan panik atau pun kerusuhan. Hanya memang, sekolah dipulangkan lebih awal dan kota pelabuhan menjadi lebih sepi dari biasanya. Semuanya berjalan selazimnya. Ayah masih melaut, para petani masih menanam sawah, para pedagang masih berjualan di pasar dan bahkan orang-orang masih sempatnya ke pelacuran dan juga bermain judi.

Semua orang tenang dan terkendali, sebab mereka tahu bukan merekalah yang akan ditangkap oleh para tentara itu. Begitu pun juga dengan Arum dan Ayah. Sampai ketika siang berganti malam, Arum tiba-tiba dibangunkan dengan kasar oleh Ayah. Ayah  langsung menarik tangan Arum, membuat Arum sampai terjatuh dari ranjangnya. Ia belum sepenuhnya sadar, namun Ayah sudah begitu kasar padanya. Ini bukanlah hal yang biasa dan hal itu cukup membuat Arum panik setengah mati. Waktu bahkan belum menunjukkan tengah malam, namun Ayah sudah pulang dari melaut. Peluh membasahi wajah Ayah, bahkan sampai membuat kaosnya basah kuyup.

Ayah tampak sangat ketakutan ketika membawa Arum masuk ke dalam lemari. Ditariknya semua baju dan melemparkannya pada Arum yang sudah duduk di dalam lemari untuk menyembunyikan anak gadis satu-satunya itu.

"Ayah?" panggil Arum entah yang ke berapa kalinya dengan ketakutan mulai merayapi dirinya.

"Ayah?" panggil Arum lagi dengan isakannya yang mulai membesar. "Kenapa..."

"Arum," ucap Ayah sembari meraih tangan Arum. Tangan Ayah gemetar hebat dan ketakutan terlihat begitu jelas di matanya. Namun, ia masih tetap memaksakan senyumannya, meskipun Arum tahu itu tidak akan berhasil. "Arum... anak gadis Ayah..."

"Ayah... kenapa..."

"Jangan keluar, Arum," ucap Ayah lagi dengan matanya yang berair. "Jangan keluar dari lemari ini sampai semuanya tenang."

"Ayah... Ayah... mau ke mana..." Arum balas menggenggam tangan Ayah dengsn tangannya yang sama gemetarnya. Air mata mengalir di pipinya.

"N-nanti Ayah akan cari Arum ya," bujuk Ayah lagi dengan nadanya yang gemetar sembari membawa tangan Arum ke bibirnya. Diciumnya tangan anak gadis satu-satunya itu dengan sepenuh hati sembari menangis di sana. Ia mencintai Arum lebih dari apa pun di dunia ini. Apa pun akan ia lakukan agar Arum selamat... dan tidak terseret.

"Bunga liar Ayah harus tetap hidup," lanjut Ayah sembari meremas tangan Arum, membuat hati Arum diremas hebat. Ia ingin memeluk erat Ayah dan ikut bersama pria itu. Namun, sebelum ia sempat melakukannya, Ayah sudah lebih dulu berdiri dengan tergesa.

"Ayah pasti kembali," ucap Ayah gemetar, lalu dengan segera melemparkan baju ke atas Arum dan menutup lemari itu, meninggalkan Arum dalam kegelapan total.

***

Arum takut. Arum ingin menangis sekencang mungkin, namun ia tidak bisa melakukannya. Peluh membasahi pelipis dan juga baju tidurnya. Arum khawatir pada Ayah. Ia terus berdoa dan berdoa agar Tuhan mau melindungi Ayah untuknya. Arum tidak benar-benar paham apa yang terjadi, namun Arum tahu bahwa situasi sedang tidak baik-baik saja -malah sangat buruk. Menit demi menit terasa berabad-abad dan Arum tidak paham sekarang sudah jam berapa dan sampai kapan ia harus berada di sini. Jantungnya terus bergemuruh dan air matanya terus turun dalam keheningan.

Tiba-tiba saja terdengar derap langkah kaki di ruang tamunya. Suara bariton dan tegas terdengar cukup jelas membuat Arum berjengit ngeri. Nada bicara dan aksen orang-orang itu persis seperti mereka yang berasal dari kota kependudukan. Terasa asing dan dingin.

"Sudah." Suara itu kembali terdengar. Tegas dan tidak ingin dibantah.

"Mayor! Kamar ini belum diperiksa," balas salah seorang prajurit membuat Arum semakin meringkuk ketakutan dan menahan nafasnya.

NAMANYA ARUM.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang