26. BOHONG

3.3K 674 62
                                    

Ciuman berubah menjadi usapan. Usapan berubah menjadi godaan dan godaan berubah menjadi sesuatu yang intim. Danu memeluk pinggang Arum dengan erat, lalu membawa tubuh kecil gadis itu ke atas pangkuannya. Kini, posisi Arum lebih tinggi dari Mas Danu. Arum menunduk lalu menangkupkan jemarinya di wajah pria itu. Ia mencium pria itu dengan penuh perasaan yang dibalas sama manisnya oleh Mas Danu. Rambut panjang Arum menggoda kulit Danu, membuatnya menggeram pelan.

Wanita itu bergerak dan memujanya dengan cara yang sangat menyenangkan. Danu dengan sabar menuntun Arum bagaimana cara menyenangkannya dan wanita itu berhasil. Arum menenggelamkan jemarinya di rambut hitam Mas Danu sembari menikmati kecupan demi kecupan yang dihadiahkan pria itu di bibirnya. Pelukan erat terasa di pinggangnya. Tangan Mas Danu melingkupi tubuhnya, membuatnya merasa aman di sekitar pria itu.

Arum melepaskan ciuman penuh perasaan di antara keduanya tanpa menjauhkan wajahnya. Ia menatap mata Mas Danu yang tampak begitu dalam dan terlihat sekali pria itu sangat menginginkannya. Arum menyandarkan dahinya di dahi Mas Danu sembari mendesah lembut, mengikuti tuntunan pria itu.

"Kamu sangat cantik, Arum," puji Danu, entah yang keberapa kalinya sembari menggenggam tengkuk Arum dan kembali melabuhkan ciuman sekilas di bibir istri kecilnya itu.

"Mas..." desah Arum pelan sembari meremas pundak kokoh Mas Danu.

"Teruslah seperti ini, Arum," bisik Mas Danu dengan nadanya yang serak. "... tidak mengingat apa-apa."

Arum merasakan tubuhnya memanas hebat. Sentuhan Mas Danu membuat tubuhnya terbakar. Pria itu menggoda tubuhnya dengan cara yang lembut dan penuh perhatian seolah ia adalah berlian. Tangan Mas Danu kini menyelinap di sisi dadanya dan menarik tubuhnya hingga tubuhnya yang feminin menekan tubuh jantan pria itu.

"Arum... mencintai Mas Danu," bisik Arum terengah sembari kembali melabuhkan kecupan di bibir pria itu. Kecupan itu adalah kecupan yang singkat dan mesra.

"Arum-ku," bisik Mas Danu sambil mencium leher Arum dan memberikan tanda kepemilikannya di sana. "Arum-ku sudah kembali."

Malam itu adalah malam paling intim dan mesra yang pernah Arum dan Danu lakukan. Percintaan mereka malam itu dipenuhi dengan ciuman yang penuh perasaan dan dalam. Danu mengingat setiap detail kegiatan mereka malam itu, sebab tak pernah sekali pun dalam hidupnya ia bisa merasakan sesuatu yang seintim dan sehangat ini. Danu tidak pernah merasa dicintai sebelumnya sampai malam ini.

Namun, berbeda dengan Danu, Arum tidak benar-benar mengingat apa yang terjadi malam itu. Semuanya terekam di benaknya seperti potongan memori yang kabur. Lalu, ketika semuanya selesai, Arum tertidur sangat lelap, masih tidak menyadari aoa yang baru saja ia lakukan.

***

Arum merasa dirinya seperti bermimpi. Mimpi yang panjang dan anehnya mimpi itu terasa sangat nyata. Apa yang diingat dari mimpi itu sebenarnya tidak terlalu jelas. Arum hanya mengingat jika ia mencium dan bercinta dengan seseorang dalam mimpinya. Seseorang itu terlihat seperti... Mas Danu.  Mimpinya terasa seperti potongan memori yang tidak jelas, membuatnya tidak yakin apakah itu benar Mas Danu ataukah bukan.

Arum menggerakkan tangannya perlahan, lalu membuka matanya. Cahaya tampak menyelinap masuk dari celah jendela di kamarnya. Hari itu, udara terasa lebih hangat dari biasanya dan badan Arum kini lebih baik dan tidak sesakit yang kemarin. Arum memegang dahinya dan menyadari panasnya telah turun. Namun, anehnya Arum merasakan sesuatu yang tak biasa di belakangnya. Ia meraba perutnya dan menyadari ada tangan yang memeluknya. Dan saat itulah, Arum sadar jika ia tidak memakai apa-apa pagi itu.

Pelukan di tubuhnya perlahan terlepas dan ranjang itu melesak pelan, sebelum terdengar suara gesekan pakaian. Arum memberanikan dirinya untuk menoleh dan ketakutannya menjadi kenyataan. Mas Danu-lah yang tengah memakai pakaiannya kembali. Arum beranjak duduk sembari menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Semua pakaiannya berserakan di lantai, membuktikan bahwa ia tidak bermimpi, melainkan potongan memori tersebut benar-benar sudah terjadi.

Arum bercinta dengan Mas Danu.

Arum merasakan dirinya emosional. Ia ingin menangis sekencang mungkin dan meneriaki pria itu. Namun, Arum terdiam di tempatnya dengan air mata yang menitik. Ia merasa seperti pelacur sekarang, tidak lebih buruk. Apa sebutan yang pantas untuk seorang perempuan yang tidur dengan pembunuh ayahnya sendiri? Perempuan jahanam? Begitu kah?

"Tidak ada yang perlu disesali, Arum," ucap Mas Danu tenang sembari duduk di samping Arum. "Apa yang kita lakukan wajar..."

"Wajar?" tanya Arum dengan tatapan tidak percayanya pada Mas Danu. "Arum tidur dengan pembunuh Ayah sendiri..."

"Kamu yang memulainya, Arum," balas Danu lagi membuat jantung Arum mencelus. Ingatan semalan perlahan-lahan kembali dan membentuk sebuah rekaman yang ingin Arum lupakan. Malam kemarin, Arum mengigau dan mungkin juga karena pengaruh stres dan obat, ia tidak benar-benar paham apa yang ia lakukan. Tetapi Mas Danu memanfaatkannya dalam keadaan yang rapuh itu dan membohonginya.

"Ini semua tidak akan terjadi jika Mas tidak membohongi Arum," ucap Arum, tidak memiliki tenaga lagi untuk berteriak. Yang Arum ingin lakukan hanyalah menangis, menangis dan menangis.

"Membohongi?" balas Danu sembari menaikkan sebelah alisnya, seolah-olah mempertanyakan Arum. "Bagian mana yang kamu kira saya membohongi kamu, Arum?"

Arum terdiam sembari menatap Mas Danu dalam diam. Air matanya terus jatuh dan bibirnya gemetar. Arum menarik selimut untuk semakin menutupi tubuhnya. Ia memeluk dirinya sendiri, sebab Arum sungguh merasa jika tidak ada orang lain yang kini bisa membantunya. Hanya Arum sendiri yang bisa menyelamatkan dirinya.

"Kamu mengatakan... kamu mencintai saya, Arum," gumam Danu dengan nada pelannya sembari menatap Arum yang semakin rapuh di ranjang.

"Dulu," jawab Arum singkat, padat dan jelas.

"Malam kemarin," sergah Danu cepat.

Arum kembali diam. Ingatannya memang kini telah bersatu sempurna, meskipun beberapa masih terkesan samar dan tidak jelas. Namun, Arum ingat dia memang sempat mengatakan hal itu pada Mas Danu. Saat itu, Arum sungguh dalam keadaaan setengah sadar, hingga tidak menyadari apa yang diucapkannya.

Danu berjalan memutari ranjang dan duduk di dekat Arum. Diulurkannya tangannya di leher Arum, lalu menaikkan wajah wanita itu ke arahnya. Arum dengan sigap ingin menepis tangan Mas Danu, tetapi pria itu semakin kuat mempertahankan posisinya.

"Kamu tidak bosan membenci saya untuk sesuatu yang tidak pasti, Arum?" tanya Danu lagi sembari menghapus air mata Arum dengan lembut.

"Mas tidak bosan menipu Arum?" bisik Arum gemetar.

"Mereka tidak benar-benar tahu apa yang terjadi, Arum," gumam Danu lagi dengan tatapannya yang dalam dan tak terselami. Genggaman Mas Danu di leher Arum semakin kuat, membuat Arum merasakan nafasnya berat. Danu menundukkan wajahnya hingga berada di sisi wajah Arum. Bulu kuduk Arum berdiri ketika ia merasakan hembusan nafas di bawah telinganya.

"... dan kamu juga tidak akan mempercayai, Mas. Lalu, bagaimana?" Samar-samar Arum bisa mendengar nada putus asa dalam suara pria itu.

"Lepaskan Arum dan Arum akan memaafkan semua perbuatan Mas," balas Arum mantap.

Lama Mas Danu terdiam, sampai terdengar dengusan yang mengejek. Dengusan itu lama-lama menjadi tawa yang terdengar tidak ramah. Mas Danu kembali menarik wajahnya hingga kini jarak di antara mereka semakin menipis.

"Setelah tahu kamu hamil anak saya, Arum, kamu pikir mereka akan menerima kamu?" tanya Danu dengan nadanya yang terang-terangan merendahkan.

"Iya," jawab Arum mantap.

"Naif," gumam Danu, lalu menundukkan wajahnya, ingin mencium Arum. Namun, dengan segera, Arum memalingkan wajahnya ke arah lain, membuat ciuman itu berlabuh di pipinya.

"Di sini pun Arum tak lebih dari pelacur, Mas," desis Arum tajam.

"Begitukah? Kamu menganggap diri kamu seperti itu?" bisik Danu sembari menatap Arum dengan tatapan tidak terbacanya. Arum tetap hening, memilih untuk tidak menjawab Mas Danu. "Jika kamu berpikir seperti itu, Arum, maka jadilah itu."

Setelahnya, Mas Danu berdiri dari ranjang, menatap Arum sekali lagi, lalu pergi begitu saja dari situ, menyisakan keheningan yang menyesakkan. Perlahan-lahan, tangisan Arum pecah. Arum menangis sejadi-jadinya sembari memeluk tubuhnya sendiri. Ia merasa sangat kotor dan bodoh.

Dan untuk pertama kalinya, Arum menyadari jika ia memang lemah dan tak berdaya.

TBC...

Hai, maaf baru update hshshsh, agak stuck tapi im bek✨

NAMANYA ARUM.Where stories live. Discover now