Part 22

24.9K 989 51
                                    

Hey guys.. jangan lupa tekan ⭐

*
*

Alan dengan segera memakai celana panjangnya. Ia merasa kasihan sendiri pada Bu bosnya, maka kali ini jika pun Kawindra memarahinya karena merusak acara me time lelaki itu, Alan akan menerima dengan lapang dada.

Ia mengetuk pintu kamar Arash dengan keras, sambungan telefon sari Aleesha ia biarkan begitu saja. Beberapa kali ketukannya tak ada sahutan dari dalam kamar. Alan tak menyerah ia terus mengetuk, hingga kamar Kawindra akhirnya terbuka.

Matanya terbelalak saat melihat Hana yang membuka kamar, lalu matanya tertuju pada objek yang telah terlelap di ranjang dengan tenang.

"Alan, suami saya mana? Kamu udah berhasil masuk, mana dia? Saya mau bicara," ujar suara Aleesha di sebrang sana mendesak Alan.

Sedangkan Alan masih merasakan shock, matanya bertemu pandang pada Hana. Rambut Hana tampak berantakan, Alan sudah menduga-duga jika Kawindra dan Hana melakukan yang tidak-tidak.

"Bu bos, setelah pak bos buka pintunya beliau tidur lagi. Kayaknya, Pak bos tadi ngelindur deh. Nanti saya fotoin kalo gak percaya," jawab Alan meyakinkan Aleesha.

Alan tak mungkin mengatakan yang sebenarnya pada Aleesha. Apalagi, ia jelas belum benar-benar mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Lagipula, kasihan Aleesha jika tahu hal ini dengan kondisi kehamilannya itu.

Terdengar helaan nafas pasrah di sebrang sana. "Ya udah deh, gak apa-apa. Kalo suami saya udah bangun, tolong sampaikan ya. Kalo saya rindu pakai banget, adik bayi juga rindu papanya. Bilang, kalo capek istirahat. Kamu dengarin saya kan Alan?" tanya Aleesha memastikan.

Alan mengangguk, meski pasti Aleesha tak akan tahu. "Iya, Bu bos. Aman, nanti saya sampaikan pada Pak bos. Saya tutup dulu."

Lalu, setelah Alan memastikan telepon mati. Ia memandang Hana, buaknnya Kawindra benar-benar membenci Hana? Hingga ingin menjebloskan wanita itu ke penjara? Lalu, mengapa ia bisa berada di sini?

Sebelum ia bertanya pada Hana, Alan langsung menuju ranjang tidur Kawindra. Ia mengecek sendiri kondisi Pak bosnya, lalu ia melihat botol minum yang berserakan di lantai. Pantas saja, pak bosnya mabuk malam ini!

"Kenapa kamu bisa ada di sini?"

Hana memutar bola matanya, lalu ia menunjuk Kawindra dengan dagunya. "Tuh."

Sialan, maki Alan dalam hati. Ia bertanya serius, mengapa Hana tidak menjawab dengan gamblang saja? Lalu, Alan menelisik leher Hana. Rasanya aman!

"Kamu mencoba merayu Pak bos dalam kondisi mabuk? Percuma Hana! Haduh, maaf ini saya jadinya manggil nama aja. Kamu pakai cara ini, malah menunjukkan harga diri kamu yang sebenarnya, tak lebih dari wanita gampangan! Cara kamu terlalu murahan," ucap Alan tanpa jeda.

Hana, membuang muka. Ia meremat telapak tangannya. Wanita itu ingin menyangkal dari ucapan Alan. Tapi, Alan tak memberinya jeda sama sekali.

Alan semakin mendekat. "Kamu seperti ini, malah menambah kebencian Pak bos. Haduh, saya pusing sama kamu. Waktu itu kamu mohon-mohon sama saya, janji tidak akan gangguin Pak bos lagi. Saya hampir aja luluh dan membela kamu di depan pak bos. Ternyata sia-sia!"

Lelaki itu mengutarakan isi hatinya, benar ia hanya menyia-nyiakan waktunya saat itu. Ia kira Hana akan benar-benar berubah, ternyata malah makin menjadi-jadi. Sialan! Ucapannya saat itu harus ditarik ulang.

Setelah beberapa menit hening, Hana menatap Alan. "Saya, tadi saya mau menmui Pak Kawindra. Awalnya untuk-"

Alan menyela ucapan Hana. "Awalnya, lalu?"

Hana mendengkus. " Dengarkan dulu! Awalnya saya mau bujuk untuk tidak meneruskan masalah itu sebelumnya. Tapi, saya tak tahu jika Pak Kawindra mabuk dan beliau mengira saya istrinya," jelas Hana.

Alan langsung melotot, jadi perkiraan awalnya salah. Lalu, mereka benar-benar melakukannya?

"Kalian melakukan hubungan suami istri? Karena Pak bos mengira kamu istrinya? Lalu, kamu mengambil kesempatan itu?" cerocos Alan.

Hana terdiam mendengar ucapan dari Alan.

________

Aleesha masih dalam keadaan gelisah, sejak tadi malam Alan belum juga mengabarinya. Bahkan, sekarang nomor lelaki itu juga tak aktif. Ia benar-benar ingin segera menyusul Kawindra, jika bisa langsung saja menyesuaikan masalah ini.

Tapi, ini merupakan kesempatan bagus juga untuknya. Setelah beberapa hari Prasojo menolak bertemu, akhirnya lelaki paruh baya itu kembali mengajaknya bertemu. Bukan Aleesha yang mengajak bertemu duluan, seperti sebelum-sebelumnya.

"Sudah menunggu lama?" tanya Prasojo.

Aleesha menggeleng, ia juga baru sampai tadi. Sebelumnya, ia dari kantor Kawindra menemui Zalina. Rindu juga dengan suasana kantor.

Pria paruh baya itu tersenyum. "Saya mau bicara langsung pada intinya saja. Mengenai hubungan saya dan Tante kamu di masa lalu, awalnya kami memang pure atasan dan bawahan. Dulu, dia merupakan asisten rumah tangga saya. Awal, saya mengenal dia saat itu saya ditolong olehnya ketika saya hampir saja mengalami kecopetan," jelas Prasojo membuka memori kepingan masa lalunya.

Aleesha hanya diam sambil mendengarkan. Berarti hubungan Prasojo dan ibunya begitu dekat.

"Ya, sudah seperti itu saja. Mengenai anak yang kamu bilang itu, apakah kamu tahu keberadaannya? Saya perlu bertemu dengannya, ada suatu hal yang ingin saya pastikan."

Lelaki itu berbohong, dan Aleesha tahu itu. Ia tersenyum, lalu menatap mata Prasojo yang kini menatap matanya juga.

"Anda pasti melewatkan cerita, ada bagian yang tak anda ceritakan pada saya. Apa anda takut? Apa dugaan saya benar, jika anda dan tante saya pernah terjadi sesuatu. Lalu, bisa saja menghasilkan anak? Dan sekarang, makanya anda ingin tau keberadaannya?"

Aleesha yakin betul, jika tebakannya kali ini memang benar. Tes DNA itu berarti miliknya, dan orang yang di depannya saat ini adalah ayah biologisnya.

Prasojo terdiam, lama mereka hening. Ia kini tak lagi menyangkal, mungkin saat inilah lelaki itu harus jujur. Lalu pria itu mengangguk. "Ya, saat itu saya pulang dalam keadaan mabuk. Sampai ke rumah, saya di sambut oleh Tante kamu. Tapi, yang terjadi setelahnya malah hal yang tak diinginkan." Ia juga tak melakukannya dalam keadaan sadar.

Setelah kejadian itu, hubungan mereka merenggang. Prasojo juga tak ingin melakukan tanggung jawab, yang berarti ia harus menikahi orang yang tak ia cintai. Lagipula, mereka beda kasta. Orang tuanya pasti juga akan menolak kala itu.

"Lalu, untuk apa anda mencari anak itu?"

Aleesha berusaha menahan mati-matian air matanya yang hendak keluar. Ia berusah tampak baik-baik saja, meski hatinya terasa porak poranda. Dulu, ia tak pernah mengira jika ia memiliki sosok ayah. Ia tak pernah memimpikan sosok ayahnya, karena ibunya tak pernah memberi foto ayahnya.

Namun, ternyata kini lelaki itu ada di depannya. Tepat sekali di depannya, ada di dekatnya saat ini. Lantas, haruskah ia mengakui lelaki ini ayahnya? Ayah yang tak pernah mencarinya, ayah yang mungkin juga tak pernah mengharapkan kehadirannya.

"Saya ingin bertemu dan memastikan dia baik-baik saja. Jika ia, saya ingin melihat seperti apa wajahnya," jawab Prasojo.


Makasih udah baca, jika ada typo dan kesalahan maaf ya. Oh iya, aku baru sadar di bab sebelumnya itu selalu keliru Ayeesa dan Aleesha. Maaf ya ^_^

Aku lagi sibuk banget ngejar target nulis sampai akhir bulan harus 70k kata. Hmm, jadinya kadang otakku udah mumet duluan mikirin naskah.

Maaf lahir batin, guys hari ini aku nulis 10k kata keknya 🥲

Semoga hari kalian menyenangkan, nah tuh tebak Kawindra dan Hana melakukan yang tidak-tidak gak???

Sehat selalu ya, jangan lupa ⭐ biar aku semangat buat update. Terimakasih

GAIRAH SUAMI POSESIF ✔️Where stories live. Discover now