Part 28

23.3K 1K 46
                                    

"Bukan berarti, karena Aleesha gak ada. Kamu jadi kayak gini. Hidup kamu gak teratur, pergi ke kantor sesuka kamu. Tinggalin rapat gitu aja, hanya karena kamu sulit fokus. Dra, hidup kamu gak harus ikut tamat juga. Come on, sedih boleh. Tapi, kamu ingat juga papa kamu. Beliau lagi strugle sama keadaannya," ujar Tante Raya.

Kawindra menatap kosong kolam ikan, biasanya, tempat ini menjadi tempat favorit sang istri. Aleesha selalu senang melihat ikan, wanita itu betah berlama-lama di tempat ini. Maka, Kawindra menambah banyak ikan di kolam ini. Agar sang istri semakin betah berada di rumah.

Tante Raya berdecak, ia menepuk pelan pundak Kawindra. "Kamu dengarin, gak? Tante tahu, kamu pasti kehilangan banget. Tante tahu-"

Ucapan Tante Raya terhenti, Kawindra menatapnya dengan tatapan yang sinis.

"Tante tidak pernah mengerti, saya yang tahu rasanya kehilangan. Setelah mama, masa Tuhan juga mengambil istri saya?" tanya Kawindra dengan nada datar.

Pria itu tampak tak bersemangat, meski sudah dinyatakan korban tak ada yang selamat. Namun, Kawindra masih merasa sang istri tak mungkin meninggalkannya begitu saja. Hatinya berkata begitu, meski ini sudah tiga Minggu, pasca kecelakaan pesawat terjadi.

Ia masih menunggu kepulangan sang istri, para pengawal masih ia tugaskan untuk mencari istrinya. Barangkali, ada nelayan yang menolong sang istri. Setiap malam, Kawindra juga selalu menyiapkan baju tidur istrinya, barangkali ada keajaiban dan keesokan harinya, sang istri akan mendatanginya lalu tertawa. Bahwa, ini semua adalah akal-akalan sang istri, agar ia mengucap kata cinta.

Tapi, tidak. Hal itu tak terjadi, Kawindra tak menemukan tanda-tanda sang istri akan pulang.

Tante Raya menghela nafas pasrah, wanita paruh baya itu telah bosang mengucapkan hal ini pada Kawindra. Ia juga merasa kehilangan Aleesha, tapi, apa mau dikata? Masalah kematian, bukankah itu rahasia Tuhan? Ia hanya ingin melihat Kawindra bangkit kembali, karena hidup selamanya akan tetap berjalan.

"Terserah kamu, Tante juga gak bisa paksa kamu. Tapi, tolong. Usaha yang sudah kamu perjuangkan, jangan kamu lepas begitu saja," kata Tante Raya.

Kawindra hanya diam, ia sedang tak berminat membahas masalah perusahaan. Pikirannya berkecamuk, ia seringkali bermimpi, seseorang bayi memanggilnya dengan sebutan papa. Apakah itu anaknya? Lalu, apa arti mimpi tersebut?

Lalu, Tante Raya berlalu pergi. Tak berselang lama, terdengar suara celotehan anak kecil. Kawindra menoleh, ternyata Kevin dan Narendra. Sudah lama, ia tak bertemu dengan sahabat karibnya. Pria itu terlalu sibuk, atau lebih tepatnya mereka sama-sama sibuk.

"Om! Kata Papa, om lagi galau. Makanya, aku datang bawa Ultraman. Ini, manusia super! Ayok, main sama aku!" seru bocah yang mengenakan kaos putih tersebut.

Bocah itu menunjuk action figur di genggamannya. Tapi, Kawindra hanya memandang sebentar. Lalu, ia beralih pada ikan yang sedang berebut makanan.

Lelaki itu ingat, kata Aleesha. Ia ingin sekali mempunyai anak selucu Kevin, agar Aleesha mempunyai teman ngobrol di rumah. Soalnya, ngobrol dengan Kawindra, tak pernah benar-benar ngobrol. Pembahasan Kawindra, tak jauh-jauh dari isi otaknya.

Kevin menarik pelan tangan Kawindra. "Ayok, kita main. Nanti, aku bantu do'a supaya Kak Sha ketemu. Katanya, anak kecil itu, masih suci. Jadi, semoga Tuhan dengar do'aku," ucap Kevin.

Narendra mengacungkan dua jempol pada putranya, tak sia-sia ia mengajarkan putranya itu. Setelah mendengar kabar kecelakaan pesawat, yang ternyata ditumpangi oleh Aleesha. Narendra langsung menemui sahabatnya.

"Lo udahan dong, kayak orang gak punya semangat hidup. Gue tau, ini berat. Dulu, gue juga merasakan hal yang sama. Tapi, gue berharap Lo bisa bangkit lagi. Muka Lo kusam, penampilan kucel, rambut gondrong, kumis gak dicukur," cerca Narendra.

Kevin mengedipkan matanya, mendengar ucapan papanya. Lalu, bocah itu kembali meneliti wajah Kawindra. "Iya, om punya jenglot!" seru bocah itu antusias.

Narendra menepuk dahinya. "Bukan jenglot, Nak. Tapi, jenggot," koreksinya.

Kawindra hanya menatap dua orang itu dengan hati hampa, mungkin, jikalau tak terjadi sesuatu dengan istrinya. Mungkinkah, ia dapat berinteraksi seperti itu dengan anaknya?

"Bro, gue tahu ini gak etis. Tapi, gue dengar-dengar. Prasojo memindahkan kepemimpinan perusahaan sama saudaranya. Dia ngilang," ucap Narendra.

Lelaki itu tahu dari desas-desus berita bisnis yang ia baca, sebenarnya cukup fishy, jika dilihat-lihat, Prasojo masih terlalu muda untuk pensiun. Jadi, Narendra cukup merasa janggal karena hal ini. Apa yang membuat Prasojo melakukan hal itu?

Kawindra mendongak, ia mengerenyit. "Lo tahu, sebelum gue bertengkar sama istri gue. Aleesha, kayaknya tahu sesuatu. Dia juga ketemu sama Prasojo."

Kevin, yang tak mengerti obrolan lelaki dewasa di depannya hanya mengerenyit bingung. Wajah bocah itu terlihat lucu. "Istri itu, siapa?" tanyanya.

Narendra berdecak, anaknya ini senang sekali masuk obrolan lelaki dewasa. Lalu, Narendra memberi ponsel pada Kevin. "Kamu lihat botak aja," katanya.

Kevin menggeleng. "Aku bosan, episodenya sama."

"Ya udah, kamu main ke depan aja coba.  Main sama ncus," ucap Narendra memberi opsi.

Mau tak mau, bocah kecil itu mengangguk. Padahal, ia sangat kepo dengan apa yang dibicarakan oleh papanya. Tapi, ia memilih menjauh.

__。◕‿◕。__

"Kalo kamu bersikeras kayak gini, papa malah takut kamu sakit. Ingat, kamu lagi hamil," ucap Prasojo.

Aleesha membuang pandangannya, wanita itu tak ingin melihat wajah lelaki yang ada di depannya. Menurut Aleesha, tindakan Prasojo sangat keterlaluan. Lelaki itu memisahkan ia dengan Kawindra secara paksa.

"Saya tak mau melihat wajah anda. Tolong, cukup menjadi ayah yang buruk. Jangan sampai, anda menjadi kakek yang buruk juga," balas Aleesha, ia mengusap perutnya dengan pelan.

Kasihan sekali anaknya, pasti sangat merindukan papanya. Mengapa Prasojo bertindak sejauh ini? Tak cukupkah lelaki itu membuatnya menderita? Apa mau Prasojo?

Lelaki paruh baya itu menghela nafas panjang, bukan maksudnya untuk memisahkan putrinya dengan sang suami. Jika orang itu bukan Kawindra, Prasojo akan merasa baik-baik saja. Ia hanya tak bisa mempercayakan putrinya untuk Kawindra.

"Jangan begini, Nak. Papa ingin belajar menjadi ayah yang baik, sekaligus kakek yang baik," ucap Prasojo.

Aleesha menggeleng, lelaki paruh baya itu bukan sedang mencoba jadi ayah yang baik. Malah, lelaki itu ingin menyiksa Aleesha perlahan. Ia merasa terkurung di sini, ponsel pun, Prasojo tak memberinya.

"Saya muak tinggal di sini, apalagi bersama anda. Lupakanlah jika saya memiliki hubungan darah dengan anda, anggap saja kita tak pernah kenal. Seperti sebelumnya, lalu kita jalani hidup masing-masing seperti dulu. Saya lebih suka kehidupan saya sama suami saya. Daripada sama anda, bagaimana?" tanya Aleesha.

Hati Prasojo berdenyut nyeri, ternyata seperti ini rasanya ditolak oleh anak sendiri. Memang salahnya, dulu tak mencari Ibu Aleesha dan memastikan bahwa wanita itu hamil atau tidak. Jika perlu, meskipun tak hamil, ia menikahkannya sebagai bentuk tanggung jawab dari kelakuan bejatnya.

Tapi, apa mau dikata? Itu sudah berlalu lama. Waktu tak bisa diputar ulang, yang tertinggal hanya sebuah penyesalan.

"Apa kamu sebenci itu, sama Papa?" tanya Prasojo.

_
_
_

Makasih udah baca, gimana? Bosan, gak?🙂

Guys, aku tadi pertama kerja lagi, setelah sekian lama. Dan, cukup stres, aku cuma mau bilang aja sih 😂. Jadi, kalo misal aku agak telat update, maafin ya 🤝

Semoga kalian sehat selalu ya..

GAIRAH SUAMI POSESIF ✔️Where stories live. Discover now