Bab 37

21.4K 880 16
                                    

"Mas? Kalau misalnya Papa aku mau ketemu, boleh?" tanya Aleesha.

Wanita itu melirik sang suami yang sibuk memainkan ponselnya. Ia menggigit bibirnya, karena takut dengan tatapan Kawindra yang kini tampak berbeda.

"Memangnya kamu sudah mengakui kalau dia Ayah kamu?"

Alih-alih menjawab ucapan sang istri, Kawindra kini malah kembali bertanya pada istrinya. Ia ingin mengetahui apakah kini sang istri sudah menerima Prasojo sepenuhnya sebagai Ayah atau tidak.

Aleesha menundukkan pandangannya, meski rasanya ia masih begitu kesal sekali dan membenci Prasojo karena pria itu telah menelantarkannya, namun menurutnya hanya Prasojo yang tertinggal sebagai orang tua. Bahkan ia tak mempunyai saudara sama sekali.

"Eh-m, aku gak tau ada masalah apa kamu dengannya. Tapi Mas, mau bagaimana pun dia adalah Ayah biologis aku. Mau seperti apapun kasih sayang dan perhatian yang kamu berikan, pasti akan sangat berbeda rasanya. Seumur hidup, aku juga tidak pernah diperhatikan oleh Ayahku, baru kali ini. Dan aku-"

Kawindra menghempaskan ponselnya di ranjang tidur mereka, ia mendekat pada sang istri. Tatapan pria itu mulai tajam, kini jantung Aleesha berdegup karena takut sang suami berbuat sesuatu padanya.

Hembusan nafas Kawindra makin terdengar. "Kan kamu sudsh sering memanggil saya Daddy. Anggap saja saya juga sebagai Daddy kamu, tapi dalam bentuk kasih sayang yang lain. Malah lebih lengkap lagi, bukan begitu?"

Oh, Tuhan! Aleesha hampir menyesali memiliki suami posesif dan gairah berlebih seperti ini. Sedang mengajak serius saja, pikirannya malah kemana-mana.

Aleesha berdecak, ia mencubit gemas pipi sang suami. Lalu mengecup pipi laki-laki itu berkali-kali, sehingga Kawindra menghindarinya.

"Mau dicium, kok malah jauhin aku? Mas, sekali-kali kamu coba deh, gak pikirannya ke arah sana. Kita lagi serius," jawab Aleesha.

Kawindra mengangguk, ia kemudian kembali mendekatkan tubuhnya pada sang istri. Lalu tangannya mengelus pelan perut besar istrinya, dulu anak ini yang tak ia terima dengan baik. Namun sekarang hatinya berusaha untuk menerima anaknya dengan lapang.

"Sayang, saya kurang suka dengan Ayah kamu. Kan sebelumnya hidup kamu tanpa dia juga baik-baik saja, kamu punya saya dan dapat fasilitas dari saya. Jadi kamu tak perlu lagi kehadiran dia," kata Kawindra.

Ia seolah ingin mengelabui sang istri, agar sang istri berpikiran hal yang sama dengannya. Lalu kehadiran Prasojo tak lagi jadi masalah untuk rumah tangga mereka. Selama ini tanpa Prasojo Aleesha juga tampak bahagia hidup bersamanya. Lalu, apa lagi?

Ingin membuat Aleesha membenci Ayahnya sendiri, sekarang rencananya malah bubar. Semuanya tak sesuai dengan rencana awal. Sialan!

Aleesha terdiam, ia berbaring di samping suaminya. Matanya menatap langit-langit kamarnya. "Apa Mas merasa yakin, kalau selama ini hidup aku baik-baik aja? Dari dulu aku selalu bertanya siapa dan dimana Ayahku. Lalu setelahnya waktu Ibu aku meninggal, aku hidup sendiri. Luntang-lantung, tanpa siapapun. Dan sekarang setelah aku bertemu dengan Ayahku sendiri, apa tidak boleh sedikit saja aku pengen merasakan kasih sayang dari orang tua?"

Memang fasilitas dari Kawindra membuatnya hidup lebih baik, tapi bukan masalah hidup mewah yang ia inginkan di sini.

Kawindra menghela nafas kasar, ingin marah, tapi ia tak bisa karena telah berjanji tak akan lagi membuat istrinya sakit hati. Terlebih kalau pada akhirnya sang istri memilih Prasojo, tak akan bisa!

"Hm. Boleh, tapi dia tetap di rumah ini. Kalau sampai pada akhirnya dia ngajak kamu untuk hidup di tempat antah berantah, saya tak akan mengizinkan. Ingat, kamu dan saya lebih dulu bertemu. Kita telah menikah dan kamu harus memenuhi janji kamu agar hidup dengan saya selamanya," kata Kawindra.

Aleesha tersenyum kecil, ia mengangguk. Lalu dengan cepat mengecup sang suami, namun dibalas oleh lumayan kecil oleh Kawindra.

"Udah! Aku sesak kalau lama-lama, kamu makin lama makin ganteng. Aku jadi tambah suka."

Alis Kawindra terangkat. "Cinta?"

Aleesha tak menjawab, tapi wanita itu kemudian beranjak dari ranjang mereka.

"Zura! Jawab dulu pertanyaan saya yang tadi," ucap Kawindra menuntut jawaban.

"Yang mana, Mas?"

Wanita itu pura-pura tak tahu, sebab ia tak ingin mengatakan Cinta lebih dulu. Tentu saja gengsi, sejak awal saja ia mengatakan tak akan mencintai pria aneh, super posesif seperti suaminya itu.

"Cinta saya?"

"Kamu?"

Kawindra berdecak, ia kembali mengambil ponselnya. "Banyak tanya!"

_______

"Kamu sehat?" tanya Prasojo.

Laki-laki paruh baya itu melirik anaknya, ia lalu tersenyum saat melihat perut Aleesha yang semakin membesar.

Aleesha mengangguk. "Sehat, Bapak?"

Prasojo menyunggingkan senyum, padahal kemarin anaknya sudah sempat menyematkan kata 'Papa', namun kini kembali merubah panggilan.

"Papa sehat. Syukurlah kalau suami kamu memperlakukan kamu dengan baik. Jangan segan bilang sama Papa, kalau dia jahat sama kamu."

Aleesha mengerenyit, ia semakin heran melihat Ayah serta sang suami. Seperti ada tembok pembatas di antara mereka, entah dendam di masa lalu. Atau persaingan bisnis? Entahlah, Kawindra tak pernah mau menjawab saat ditanya perihal ini.

"Gak ada yang jahat, Pa. Suamiku baik sejak dulu, meskipun mukanya sedikit sangar. Tapi aslinya dia naik sekali, kalau gak, pasti aku udah kabur dari lama. Memangnya apa yang buat Papa ragu sama dia?"

Daripada terlalu banyak menduga, lebih baik Aleesha bertanya langsung dengan Ayahnya. Mana tahu, dari sang Ayah ia bisa mengetahui perihal masalah apa yang membuat mereka tak akur.

Mata Aleesha menelisik raut wajah Prasojo. "Persaingan bisnis?"

Dugaannya salah, Prasojo langsung menyangkal ucapannya. Tak ada persaingan bisnis di antara mereka, artinya mungkin masalah pribadi yang menyangkut keduanya.

Lantas, apa?

"Bukan. Kamu tidak perlu tau, selagi dia berbuat baik dengan kamu dan menjadi suami yang bertanggung jawab. Artinya tak ada masalah di antara kami," jawab Prasojo.

Aleesha menggeleng, ia tak akan tenang jikalau tak tahu duduk permasalahan keduanya. Bagaimana bisa tenang, jika melihat suaminya dan Ayahnya saling bertengkar? Menatap dengan penuh rasa benci dan seolah menyimpan dendam.

"Bukan itu yang mau aku dengar, Pa. Masa Papa gak mau jujur sama aku? Ada masalah apa antara Papa dengan suamiku? Apa ada masalah lain yang buat Papa dan suamiku saling membenci?" tanya Aleesha.

Prasojo menggaruk tengkuknya, ia kemudian menatap putrinya dengan sangat lama. Sembari menimbang apakah ia akan menjawab pertanyaan putrinya dengan sejujurnya? Atau apakah ia akan menyimpan masa lalu yang tak seharusnya ia buka kembali.

Sebab ini juga menyangkut nama baik dari seseorang yang pernah terlibat asmara dengannya. Ia tak ingin kembali membuka luka lama, luka yang telah ia kubur dalam-dalam.

"Sebaiknya kamu tanyakan langsung pada Kawindra. Ini sebenarnya bukan urusan Papa dengan dia," jawab Prasojo.

Aleesha berdecak, selalu saja begitu. Sang suami juga menyuruhnya untuk bertanya pada sang Ayah, dan begitu juga sebaliknya.

"Pa?"

"Mungkin dia yang lebih tau. Papa sebenarnya tidak ada masalah dengan dia, kalau saja dia tidak menikahi kamu."

Hah! Rumit! Aleesha disuruh untuk mengerti hal serumit ini.

Maaf lama, makasih udah baca. Maaf typo, sebab tak aku koreksi.. sehat selalu ya!!

Kira-kira ada apa, ya? Tebak yok

GAIRAH SUAMI POSESIF ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang