Part 34

24.4K 1K 14
                                    

"Saya mau bawa istri saya pulang," kata Kawindra.

Lelaki itu melirik sinis lelaki paruh baya yang sedang berdiri di sampingnya. Prasojo tampak santai, tak perduli dengan ucapan yang keluar dari mulut Kawindra.

Prasojo tertawa lirih. "Sekarang tanggung jawab Aleesha ada pada saya. Untuk itu, sebagai bentuk tanggung jawab saya pada Aleesha. Saya ingin menjauhkannya dari orang yang berpotensi membuat anak saya terluka," balasnya.

Kini Kawindra mendengkus kasar, sejak tadi ia sudah menahan gemas pada Prasojo. Lelaki tua menyebalkan! Setelah sekian lama, baru menyadari bahwa Aleesha anaknya. Orang tua macam apa?

Tangan Kawindra terkepal. "Jangan memancing kemarahan saya. Sejak awal, kamu yang berpotensi membuat Aleesha terluka. Tidak usah berlagak, tolong sadar diri. Jika di hadapkan pada pilihan, Aleesha pasti akan memilih saya."

Tentu saja, Aleesha pasti akan lebih memilih Kawindra dibandingkan ayah biologisnya. Aleesha bahkan lebih lama mengenal Kawindra, ikatan batin pada Prasojo juga tak ada. Apalagi karena keinginan keukeh Prasojo untuk memisahkan Kawindra dan Aleesha, hal itu malah mengundang rasa kesal putrinya sendiri.

Prasojo tergelak. "Jika kamu bisa bersikap secara dewasa, saya tidak akan memakai cara seperti ini. Dengan kamu menikahi Aleesha, malah meyakini saya jikalau kamu masih berniat ingin membalaskan dendam kamu pada saya. Maka dari itu, tolong lepaskan anak saya. Kita selesaikan masalah ini dengan cara lain, tapi jangan mempermainkan anak saya seperti ini. Dari awal dia tak pernah terlibat," jelasnya meyakini Kawindra.

Namun, alih-alih merasa percaya pada Prasojo. Kawindra hanya mengumpat dan memandang Prasojo dengan tatapan sinis. "Siapa yang tidak bersikap dewasa, saya? Apa yang membuat anda dengan bebas mengasumsikan bahwa saya tidak dewasa?! Bukankah Anda yang tidak dewasa, ayolah. Tak ada kata terlambat untuk mundur lebih dulu, tolong biarkan saya hidup tenang dengan Aleesha."

Prasojo menggeleng, ia tak percaya bahwa Kawindra menikahi Aleesha karena perasaan cinta. Terlalu mustahil baginya, ini bukan asumsinya belaka. Ia tahu Kawindra, manusia dengan segala sifatnya yang terlalu keras dan pendendam.

"Tidak perlu banyak alasan untuk menyangkal asumsi saya. Sekarang saya tanya, apa tujuan kamu menikahi anak saya? Dan apa maksud kamu melakukan tes DNA secara diam-diam? Tanpa sepengetahuan saya dan Aleesha. Cukup jawab saja hal itu," kata Prasojo.

Kawindra terdiam, wajahnya memerah karena menahan kesal. Prasojo berhasil membuatnya geram, jika bukan di rumah sakit, Kawindra telah melakukan bogeman mentah pada lelaki paruh baya di depannya.

Padahal, rencananya hampir saja berhasil. Namun karena kecerobohan dirinya, semuanya jadi berantakan. Kawindra juga menyerah, persetan dengan segala dendam! Kini ia akui, bahwa dirinya sulit hidup tanpa Aleesha.

"Bukan urusan Anda. Urusan saya menikahi Aleesha, hanya dia yang tau. Sekarang itu juga tak penting lagi, persetan dengan semua asumsi Anda. Tapi yang jelas, saya ingin membawa istri saya pulang ke rumah."

Kawindra melangkahkan kakinya, meninggalkan Prasojo di lorong rumah sakit. Ia tak peduli dengan Prasojo. Lagipula, ia juga tak perlu minta izin pada Prasojo.

"Saya tidak mengizinkan," kata Prasojo. Lelaki itu menahan langkah Kawindra.

Kawindra berbalik, ia menghela nafasnya dengan kasar. "Itu bukan urusan saya, saya tidak perlu minta izin pada Anda. Padahal, niat saya mengatakan hal ini ingin berniat baik. Tapi nyatanya Anda sama sekali tak menyambut niat baik saya," ucapnya dan berlalu meninggalkan Prasojo.

Bahkan, Kawindra menepis kasar tangan Prasojo. Tak peduli pada tubuh Prasojo yang terhuyung.

"Jika kamu berniat baik pada anak saya, mungkin saya tidak akan sekeras ini menentang kamu. Lagipula, masa lalu itu sama sekali tak kamu ketahui," gumam Prasojo.

_______

"Kita pulang sekarang, saya sudah konsultasi kalau kamu bisa dibawa dalam perjalanan jauh. Kamu tidak keberatan?" tanya Kawindra.

Lelaki itu mengupas jeruknya untuk sang istri, kemudian ia menguap Aleesha. "Enak?" tanyanya.

Aleesha mengangguk, ia mengunyah jeruk pemberian sang suami. "Aku juga udah gak sabar buat pulang. Di sini gak enak, aku gak suka karena gak ada kamu kemarin."

Kawindra mengedutkan bibirnya, hatinya terasa lega saat melihat sang istri dalam keadaan sehat dan tak kurang apapun. Lalu, tangan besarnya menggenggam telapak tangan sang istri yang mungil. "Saya juga tidak suka, tidur sendirian itu tidak enak. Apalagi saat tak ada yang bisa saya pegang, kayaknya mereka jauh lebih berisi dibanding kemarin," bisiknya.

Memang Kawindra dan isi otaknya yang sulit Aleesha kendalikan. Jika dalam keadaan normal, mungkin Aleesha akan mencubit geram pinggang sang suami. Tapi, kini ia juga sama rindunya dengan sang suami.

Rasanya sudah terlalu lama mereka tak bergumul, saling berbagi peluh dan menyebutkan nama masing-masing. Sepertinya, menjadi istri Kawindra membuat Aleesha sama mesumnya.

Aleesha meremang. "Hm, kamu gak kangen sama mereka? Sangkarnya juga semakin sempit, aku semakin kewalahan. Kadang bikin sesak, kalau di kamar aku bisa buat gak pake. Tapi, kalau di sini kamu pasti protes."

Kawindra mengecup mata indah istri, lelaki itu tersenyum puas pada ucapan sang istri. "Istri pintar, mereka masih milik saya. Sekalipun nanti ada dedek bayi, bukan berarti sepenuhnya hak milik ada pada dia. Tapi, tetap pada saya. Saya semakin penasaran dengan isinya, apa sekarang sudah bisa menghasilkan nutrisi?" tanyanya.

Tangan Kawindra kini dengan bebas menjelajahi tubuh istrinya. Bahkan sampai pada dua kembar favorit Kawindra, lelaki itu mencubitnya dengan gemas. Sehingga, Aleesha menjerit kecil karena nyeri.

"Dia lagi sensitif, kamu jangan remas-remas gitu. Kalau anaknya sudah lahir, kamu harus berbagi. Pokoknya nanti dia jadi yang paling utama," jawab Aleesha.

Lalu, ia mendesah pelan saat Kawindra meremasnya dengan lembut. Alih-alih merasa sakit seperti tadi, tapi kini Aleesha malah merasa teransang. Kwindra sialan! Lelaki itu sering kali tak tahu tempat, jika nanti ada orang yang masuk? Bagaimana?

"Mas.. jangan digituin. Kan aku udah bilang kalau mereka lagi sensitif. Kadang airnya suka keluar, makanya volumenya semakin nambah. Jangan digituin!" tukasnya.

Aleesha menyingkir tangan sang suami, sebab Kawindra makin bergerak liar dan tak terarah. Lelaki itu menekan puncak payudara Aleesha, tentu membuat ia semakin teransang dan berusaha untuk menahan desah.

Namun, sepertinya Kawindra tampak tak peduli dengan peringatan sang istri. Tangan Kawindra kembali menjelajah dada istrinya dengan gerakan perlahan.

"Sebentar, saya lagi menyapa mereka. Cuma elus sedikit. Pasti mereka rindu dengan sentuhan tangan saya. Suara kamu yang manja, sangat saya rindukan."

Aleesha mendesah kecil, ia tak bisa menahan desahannya. Kawindra begitu terampil memainkan perannya, padahal Aleesha masih mengenakan infus.

"Teruslah mengeluarkan suara, saya rindu dengan suara ini. Semakin lama, selain tubuh kamu yang semakin sexy, tapi juga dengan suara kamu. Saya menyukainya, semua bagian dalam diri kamu. Jangan pernah tinggalkan saya lagi, ya?" ucap Kawindra.

Manik mata Kawindra, menatap Aleesha dengan tatapan serius. Lelaki itu seakan-akan sedang memohon pada istrinya.


Maap lama, gak tau deh. Kayak mageran gitu aku,,, selain sibuk dengan kegiatan lain..

Sehat selalu dan bahagia terus ya! 😗

GAIRAH SUAMI POSESIF ✔️Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon