28. U Hug Me Warmly, Even When U're Not Able to. [Song Bora]

136 18 16
                                    

Dear, Bora..
yesterday's kimbab is so delicious!
oh no, it's so.. supercalifragilisticexpialidocious! ha ha ha.
saking enaknya, aku pengen kasih kamu sesuatu sebagai balasannya.
semoga kamu suka sweater hoodie ini. dipake ya?
please think about me whenever you wear this sweater,
and let it hug you warmly when I'm not able to. ♡

With Love,
Joshua Hong.

...

Setelah puas membacanya berulang kali, kulipat surat kecil pendamping si hoodie ungu ini dan menaruhnya kembali di sela-sela arsip pentingku.

Hmm, aku dan Joshua sepakat untuk tidak bertemu selama ujian demi menjaga fokus dan hanya berkabar lewat chat saja. Masalahnya, ujian baru dimulai besok, tapi.. perasaanku sudah hampa begini. Oh, ternyata aku sepayah ini dalam mengelola rasa rindu.

Setidaknya membaca surat kecil berkertas ungu itu cukup menghiburku untuk beberapa waktu.

Kuharap nanti Joshua bisa mengerjakan ujiannya sebaik mungkin. Kuharap dia tidak melewatkan jadwal makannya dan tidak jatuh sakit.

Heol, sekarang bahkan aku terpikir untuk mendoakan keberhasilan ujian orang lain. Padahal, tiap kepala selalu kupandang kompetitor setiap ujian. Bahkan pada teman sekalipun. Tentu saja, karena aku ingin dapat nilai terbaik agar tidak kehilangan beasiswa.

Ternyata benar kata si Sangkyun; impact Joshua pada hidupku lebih besar dari yang kupikirkan.

Kuraih sweater hoodie ungu yang tergantung di dindingku, melepas pembungkus plastiknya dan lekas mengenakannya untuk melawan dinginnya pagi. Refleks kupeluk diri erat-erat. Oh, hangatnya.

I will think about him whenever I wear this sweater, and let it hug me warmly when he's not able to.

Sudah, mellownya.

Saatnya kembali ke realita.

Kusingsingkan lengan hoodieku hingga sikut dan bergegas keluar dari kamar untuk mengerjakan rutinan pagi. Tapi terlambat, ternyata sarapan pagi sudah siap di meja. Ibu mendahuluiku.

"Lama banget keluarnya. Telponan dulu ya, sama pacar kamu?" sindir Ibu selagi menyendok nasi ke mangkuk-mangkuk.

"Enggak," kilahku singkat, tak mampu memberi alasan. Bergegas kubantu Ibu menyendok sup lobak. Sepertinya aku memakan terlalu banyak waktu untuk sekedar membaca surat dan bermelankolis ria di kamar sampai telat datang di dapur.

"Jangan ngelak. Ibu juga pernah muda. Enggak usah malu," ledek Ibu tiada ampun, "Ibu maklumin. Seenggaknya sekarang kamu enggak terlalu kejam sama diri sendiri."

Aku nyengir saja mendengar sarkasmenya. Ibu tampak semangat sekali pagi ini, seperti baru gajian saja-- oh, benar saja, Ibu tiba-tiba menyerahkan amplop berisi uang sebanyak dua ratus tiga puluh ribu padaku.

"Ibu enggak mau punya hutang lama-lama. Beli baju bagus pake uang ini, pake buat kencan. Jadi anak gadis normal, jangan malu-maluin Ibu."

Astaga, sekarang aku ingat darimana bakat lidah tajam Sangkyun diturunkan. Pantas saja telingaku sangat kebal sejak dulu.

Selepas sarapan, Ibu pergi kerja, Sangkyun ke perpustakaan, dan Minkyun.. mungkin kelayapan ke PC room setelah dapat uang jajan tambahan dari Ibu. Tinggal aku dan Ara. Kuputuskan untuk berdiam di rumah untuk menghemat tenaga.

Jadi sedari tadi, aku hanya duduk berleha-leha menemani Ara menggores krayon di buku gambarnya. Sesekali kubuka portal berita di ponsel untuk melawan kantuk. Oh, begini ya rasanya tidak ada kerjaan.

"Kak Bora."

"Ya?"

"Kakak suka apa?"

Serta merta kutaruh ponselku di atas meja dan mulai termenung. Oh. Apa yang kusukai? Tak kusangka, aku membutuhkan waktu lama untuk menjawab pertanyaan sesederhana itu.

I DESERVE UWhere stories live. Discover now