50. What Kinds of Stupid Joke It is? [Song Bora]

62 6 0
                                    

Sebenarnya aku sangat lelah malam ini. Meski Joshua turut hadir membantuku 'mengasuh' Seungkwan, tetap saja energiku terkuras habis kalau pulang dari noraebang. Tapi aku tidak buru-buru tidur setelah mencuci muka dan mengaplikasikan pelembab malam.

Aku malah duduk di depan meja belajarku -- yang kini dijejali aneka benda yang tak biasanya ada di meja belajar. Ada beberapa botol produk perawatan wajah, alat-alat makeup alakadarnya, dan sebingkai kaca cermin persegi panjang yang bisa memuat separuh badanku di sudut kanan meja. Sementara di sudut kiri, ada dua botol suplemen vitamin pemberian Joshua, satu botol sudah habis separuhnya. Tepat di hadapanku, tembok putih polos yang membosankan itu kini ditempeli dua strip foto yang kami ambil di sebuah ruang photobox di Hongdae waktu itu.

Benar. Meja belajar ini jadi lebih ramai sejak aku punya pacar.

Lalu, sepulang mengajar, kutemukan dua pucuk amplop di atas meja belajarku. Yang satu dari Ara. Dia minta aku memberikannya pada Joshua. Katanya, jangan dibuka tanpa seizin Kak Joshua, itu rahasia. Oh, cepat sekali mereka akrabnya, aku iri.

Satu lagi dari Ibu. Sebuah 'surat' dari Ibu untukku -- ya, yang kamarnya ada di seberang kamarku. Bukan surat tepatnya, hanya secarik kertas kecil dengan tulisan yang agak berantakan dari tangan Ibu yang masih agak kaku itu, dan.. sejumlah uang.

Secarik kertas itu masih ada di tanganku.

Bora, ini sebagian dari gaji terakhir Ibu.
Maaf.. paling cuma cukup buat sewa kos sebulan dua bulan.
Sebagian lagi udah Ibu pake buat biaya renovasi rumah Sokcho.
Nanti.. jaga diri kamu baik-baik ya?
Kalo Ibu udah sembuh, Ibu bakal kirim kimchi sama banchan setiap bulan.

-Ibu-

Ha.

Beberapa hari ini Ibu tidak mengajakku bicara, tiba-tiba hari ini memberikan sejumlah uang padaku lewat sebuah surat seolah kita tinggal di benua berbeda. Hmm, gengsi Ibu besar sekali. Tapi aku tidak bisa banyak protes. Aku pun sama saja.

Butuh tiga bulan bagiku memberanikan diri untuk mengatakan 'aku mencintaimu' pada pacarku sendiri, dengan kecanggungan luar biasa, dan terlalu kentara kalau aku menghapalnya sebelumnya. Joshua juga pasti menyadarinya. Memalukan.

Haa.. ini semua masih menggelikan bagiku, sejujurnya. Tapi aku tidak bilang kalau aku tidak menyenanginya, ya.

Ponselku bergetar. Sebuah chat.

IBaT A - Joshua
beb, dah tidur? hehe

Kurasakan senyumku terkembang lebar. Kantukku langsung sirna -- ah, terang saja, sepanjang perjalanan tadi, 'kan, aku tidur pulas di bahu Joshua. Baiklah, aku akan tidur setelah mengobrol sebentar dengannya.

☆☆☆

Aku tidak melihat Han Goeun lagi di setiap sudut gedung jurusan sejak hari Senin lalu. Dia sudah tidak hadir di beberapa kelas mata kuliah. Dia benar-benar pergi, rupanya.

Aku tidak benci Goeun. Aku tidak bisa benci seseorang yang tiga tahun ini sudah banyak menolongku di saat-saat sulit. Kejujuran Goeun hari itu malah membuatku sadar bahwa meski itu menyakitkan, sebuah kebenaran tetap lebih penting dari apapun.  Mungkin kami hanya harus berpisah di titik ini. Kami sudah merasa tidak berhak jadi teman satu sama lain dengan alasannya tersendiri. Aku juga tidak memakai data yang diberikan Goeun untuk team project ARB, karena aku merasa tidak berhak menggunakannya meski dia mengizinkanku.

Alhasil, kami tidak bisa mempresentasikan progress analisa resiko beauty app kami pada Profesor Song hari ini.
    
Hingga kelas berakhir, kami duduk lesu, mendapati dua kelompok proyek yang sudah menyelesaikan analisa resiko startup khayalannya hari ini. Jika kami tidak bisa menyelesaikannya minggu depan, besar kemungkinan, kami akan gagal mendapatkan A.

I DESERVE UNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ