42. Do I Deserve To Be This Happy? [Song Bora]

71 12 0
                                    

Kata Seungkwan, aku bisa pakai blus turtle neck dan memadunya dengan rok overall untuk kencan besok lusa -- benar, kamu tidak salah baca, aku baru saja meminta pendapat murid privatku sendiri tentang setelan yang bagus untuk kencan nanti. Seungkwan sangat jujur, aku bisa mendapatkan pandangan yang objektif darinya. Tapi lagi-lagi, dia malah membongkar wardrobe kakaknya untuk memberiku sepotong rok overall yang katanya kekecilan dan mungkin pas badanku.

Padahal bukan itu maksudku, tapi ya.. aku senang juga sih, dapat baju baru.

Masalahnya, aku tidak punya sepatu lagi selain dua sepatu lusuh yang kupakai bergantian untuk pergi kuliah. Mungkin memang sudah saatnya aku membeli sepasang sepatu baru yang lebih enak dipandang. Akan kupakai itu khusus untuk pergi kencan saja. Aku akan minta saran Yeonjoo besok, sekalian belajar makeup.

Kusambar ponsel di meja belajar untuk mengecek sisa tabunganku lewat aplikasi m-banking, tapi ponselku kepalang bergetar karena sebuah panggilan telpon.

Dari Wonwoo.

Lama juga kubiarkan ponselku bergetar hingga panggilan itu terhenti sebelum sempat kujawab.

Hmm.

Terakhir kali berurusan dengan Wonwoo, aku selalu berselisih dengan Joshua seolah-olah Wonwoo adalah 'orang ketiga' -- meski nyatanya 'kan, bukan begitu.

Lusa, aku baru akan pergi kencan dengan Joshua untuk pertamakalinya. Aku hanya tidak mau merusak--

Ah, Wonwoo menelponku lagi. Bagaimana ini? Ini sudah jam setengah sebelas malam.

Mungkin, mendesak?

Hmm. Akhirnya kugeser juga tombol hijau di layar ponsel setelah getaran ketiga.

"Halo?"

"Kak.." kudengar lirih terputus dari seberang sana.

Omo. "Song Sangkyun?"

"Ya."

Refleks kuhembus napas kasar -- setengah lega. Lega mendengar suara adikku yang sudah enam belas hari ini kabur dari rumah, juga lega karena itu bukan Wonwoo.

Bikin kaget saja.

"Kenapa.. kenapa pake HP Wonwoo? HP kamu ilang?"

"Ada, kok. Cuma.. kalo pake nomor aku, pasti nggak bakal Kakak angkat."

Astaga, si Bodoh ini.

"Bodoh," lirihku. "Bukannya kamu justru yang nggak pernah telpon Kakak duluan? Ah, udah lah, nggak usah dibahas. Kamu.. sehat? Udah makan?"

"Aku sehat. Udah."

Hening mengisi tautan telpon kami untuk beberapa waktu, selagi kuputar isi kepala untuk mencari topik pembicaraan. Ha, sejak kapan aku kegirangan mengobrol dengan Sangkyun sampai bingung mau bicara apa?

Dasar bocah batu.

"Persiapan CSAT.. gimana? Besok, 'kan?"

"Iya."

"Ya, gimana jadi? Persiapan kamu?"

"Ya, gitu."

"Gitu gimana?"

"Ya, Kakak juga tau kan, gimana."

Sial, obrolan kami malah berputar-putar dan entah kenapa, seketika membuatku geli sendiri.

Kuhela napas panjang-panjang sementara kepalaku mengumpulkan bahan omelan untuknya.

"Kalo gitu.. sekarang jangan tidur kemaleman. Besok, usahain sarapan dulu. Seragamnya kamu setrika yang rapi dari sekarang. Pake baju anget, sama syal. Terus.. apalagi, ya? Ah, malam ini jangan belajar. Tidur aja yang cukup. Kalo ada apa-apa, telpon aja Kakak pake HP kamu, nggak usah takut nggak Kakak angkat-- heh, Song Sangkyun? Kamu masih disana? Masih denger Kakak?"

I DESERVE UWhere stories live. Discover now