49. Could I Be A Part of Ur Future Too? [Joshua]

66 5 0
                                    

Minwoo bilang, Bora bertengkar dengan cewek bernama Hyeyoon di gazebo belakang gedung.

Saat sedang menerima telpon di koridor basement, Minwoo tidak sengaja mendengar suara pekikan perempuan di balik pintu. Dia iseng mengintip lewat kaca pintu. Ternyata yang berteriak itu Bora. Katanya, Bora sedang mencengkram lengan Hyeyoon yang lebih jangkung darinya. Yang Minwoo tahu, kemarin Hyeyoon sempat meminjam paksa catatan Bora yang sedang dipegang Minwoo tanpa bilang dulu pada Bora. Jadi wajar kalau Bora kesal, begitu simpul Minwoo.

Pikiranku berkelana. Jika Bora yang cuek sampai semarah itu.. jelas bahwa mereka tidak sedang meributkan buku catatan. Nama Hyeyoon memang umum, tapi Hyeyoon mana lagi yang sengaja cari masalah dengan Bora kalau bukan Na Hyeyoon yang itu?

Kususuri koridor belakang gedung jurusan dengan langkah tergesa. Langkahku melambat di ambang pintu keluar. Napasku terengah-engah. Nobody's there.

Bora tidak mungkin menemui teman-temannya sekarang. Tanpa pikir panjang, kakiku setengah berlari menuju danau dekat jurusan. That's a perfect place for her to hiding from anyone.

Aku sampai di area pepohonan di belakang danau, dan tidak sulit menemukan sosok mungil bersweater abu di radius beberapa meter dari tempatku berpijak. I'm sure, it's Bora. Aku tahu betul cara duduknya. It's definetely a tiny back that I always wanna hug.

Dia duduk sendirian. Entah sedang menangis, atau sekedar melamun saja.

Aku ingin mendekap punggungnya yang tampak kedinginan itu sekarang juga.

But.. something's just keep me to stay still.

Aku hanya terus mengamatinya dari balik pohon, memastikan tidak terjadi sesuatu yang berbahaya padanya. Dia duduk saja. Sesekali bahu mungilnya terangkat, dan wajahnya tengadah ke langit, seperti sedang menghela napas berat. Begitu saja, berulangkali. Di helaan napas panjangnya yang kesekian, akhirnya dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menyusuri jalan kecil menuju gedung jurusan. Kulirik layar ponselku, oh, ternyata hampir pukul satu. Sekacau apapun perasaannya, sepertinya dia tidak rela kalau sampai harus melewatkan satu pun jadwal kelas.

She'll come to me eventually whenever she's ready, right?

Ya, aku harus belajar menghargai privasinya, though I wanna wrap her in my arms so bad right now.

★★★

There's always need a huge effort in any kind of relationship. Saat kamu memacari gadis manja, kamu harus punya kesabaran super ekstra kalau dia merajuk padamu tiap saat hanya untuk meminta hal-hal sepele. Sebaliknya, saat pacarmu super mandiri, kamu juga harus pintar-pintar mengambil peranmu dan memastikan kamu tidak kehilangan arti hanya gara-gara kamu gagal menjadi dukungan baginya, karena ya, she'll always try to face everything alone first.

Aku bersedia memikirkan seribu satu cara untuk mengambil peranku itu tanpa perlu berusaha ikut campur terlalu jauh ke dalam ruang privasi Bora. Jika beruntung, mungkin dia mau cerita padaku tentang kejadian hari Senin kemarin. Kalaupun tidak, I just simply wanna tell her towards the act that I will always be there for her whenever she need me.

Kali ini, aku bekerjasama dengan Kak Lim untuk mewujudkannya.

Kutenteng tiga kotak pizza yang kubeli di sebuah kedai franchise populer dekat kampus. Kubeli pakai kartu dari Kak Lim, tentu saja. Pizza ini pesanan Seungkwan.

"Ini pizzanya, Kak," kuberikan kotak pizza itu dan kartunya lewat kaca jendela mobil, lalu masuk lewat pintu penumpang.

Kak Lim menyambutku dengan tawa renyah. "Astaga, dosa banget saya ini. Kamu ganteng-ganteng malah saya jadiin kurir pizza."

I DESERVE UWhere stories live. Discover now