35. Cause Our Story is Not A Fault. [Joshua]

117 18 5
                                    

Bora tidak banyak bicara di meja makan. Dia hanya menyantap pasta aglio olio-nya tanpa berkomentar apa-apa setelah ucapan formal "selamat makan". Aku yang sudah terbiasa dengan versi dirinya yang lebih talkative dan clingy, seketika merasa dè javu.

Sepertinya Bora tidak banyak berubah setelah kencan denganku. She just opens herself up to someone she's really comfortable with. Aku senang sih, mendapatkan kepercayaan sebesar itu darinya, tapi.. sepertinya aku juga terlalu berharap Bora cepat-cepat melebur dengan dua sahabatku hanya dengan satu kali pertemuan makan siang. Hmm.

"Hong, lu ikut survey ke Bukchon besok?" tanya Seungcheol padaku. Tiba-tiba matanya membelalak, beralih melempar pandangan pada Bora. "Oh iya! Bora, lu ikut kan, ke Bukchon weekend depan?"

Bora melirikku. "Bukchon?"

"Ah, iya.. aku belum bilang sama kamu," timpalku, mendaratkan tanganku di bahu rendahnya. "Rencananya, kita mau triple date di Bukchon. Barbecue party. Dua hari satu malam.. kira-kira, kamu bisa enggak?"

Jeonghan yang sedari tadi makan pasta bolognese-nya sambil main ponsel tiba-tiba turut mengalihkan pandangan ke arah Bora, seperti ikut menunggu jawaban.

Bora termenung sejenak, menatap piringnya yang sudah kosong sambil gigit bibir. "Saya pikirkan dulu, Seungcheol-ssi. Nanti saya kabari kepastiannya lewat Joshua," balasnya kemudian.

Seungcheol tersenyum lebar. "Oh, siap, siap. Semoga bisa ikut, ya."

Bora manggut-manggut. Tiba-tiba menoleh lagi padaku. "Ke kamar mandi dulu, ya," bisiknya.

"Oh, ya."

Gadis mungilku bangkit meninggalkan kami bertiga di private room yang hari ini direservasi Seungcheol khusus untuk kami.

Tiba-tiba Seungcheol menatapku geli.

"Hong, jangan bilang.. lu masih pake bahasa formal gitu kalo ngobrol sama cewek lu?" tanyanya setengah berbisik.

Jeonghan tertawa tertahan.

"Chatting-an juga gitu kali ya, Cheol? Selamat malam Joshua-ssi, apakah anda sudah makan malam? Semoga hari anda menyenangkan."

"Anjir! Kayak SMS operator pulsa."

Mereka cekikikan tertahan. Jeez, jelas-jelas dari tadi mereka berusaha menjaga imej, giliran Bora tidak ada di ruangan.. mereka gila lagi.

"Ya kali! Enggak lah. Dia juga talkative kok, kalo udah akrab banget. Mirip anak ini," kutunjuk Yoon Jeonghan dengan ujung daguku. Bocah itu langsung melotot denial. Saat itu pula, ponselnya berdering. Kini giliran Jeonghan yang bangkit dan meninggalkan ruangan setelah izin angkat telpon.

"Hong," ucap Seungcheol setelah punggung Jeonghan menghilang dari pandangan.

"Hmm?"

Mata sayunya melotot. "Lu nekat juga, anjir. Lu pasti mau akurin Jeonghan sama Bora, 'kan? Mustahil, Hong. Mereka rival bebuyutan."

"Look who's talking now," mataku langsung ikut melotot karena tak terima, "terus kenapa lu ngajak kita triple date dari awal? Bora butuh experience ketemu kalian, bro, seenggaknya sekali sebelum ke Bukchon, biar terbiasa dulu."

Seketika Cheol tersenyum miring mendengar argumenku. "Wow, jadi ini semua demi Bora?"

"Demi kita semua. We all have to get along with each other for a long time. I'm investing this for something big in the future tho," jelasku.

Bocah itu terbengong sejenak. Entah masih menerjemahkan kalimatku ke dalam bahasanya, atau sedang mulai mencerna artinya.

"Investasi.. apa? Lu--" mata sayunya tiba-tiba membelalak lagi. "Lu.. pengen Bora nyaman sama kita.. biar hubungan lu awet sama dia, gitu? Lu mikir sampe kesitu?"

I DESERVE UWhere stories live. Discover now