Chapter Dua Puluh Delapan

2.3K 329 25
                                    

Tak ada yang berbicara setelahnya. Nevan terduduk disisi ranjang dengan bagian tubuh atasnya yang telanjang sementara bagian bawahnya tertutupi selimut tebal. Sementara disisi lainnya Aileen berguling sambil mengigit jari-jari tangannya yang mulai terasa perih.

"Ini yang pertama kan?" Suara Nevan tiba-tiba memecah keheningan.

Aileen tak langsung menjawab, wanita itu justru menarik nafasnya dalam-dalam. Keputusannya untuk membiarkan Nevan menguasai dirinya beberapa saat yang lalu tentu memiliki dampak lain yang harus dia pertanggungjawabkan, sebuah kejujuran.

Disibaknya pelan selimut yang sejak tadi menutupi tubuhnya, lalu Aileen beranjak mengambil kausnya yang tercecer untuk kembali dipakai. Setelah dirasa tubuhnya lebih nyaman dengan setitik rasa ragu di hatinya Aileen beralih menatap pria itu.

"Meysha bukan anak aku," ujarnya pelan dengan getar suara yang tak mampu dirinya tahan.

Nevan balas menatap Aileen, menunggu ucapan selanjutnya hingga wanita itu siap untuk berbicara.

"Alia, nama Kakak perempuanku. Dia orang tua kandung Meysha. Lima tahun lalu Kak Alia meninggal, bersama Mama, Papa dan suaminya."

Isak tangis Aileen terdengar mengiringi akhir ucapannya. Wanita itu tak bisa membendung sesak di dadanya yang kembali hadir meski waktu telah berlalu cukup lama.

"A...ku masih dua puluh tahun saat itu, mereka menitipkan Meysha sebentar. Mereka bilang, mereka cuma mau mengantarkan Papa dan bang Sakti ke bandara untuk perjalanan dinas ke Padang. Pagi itu semuanya baik-baik saja... Mama dan Kak Alia berjanji akan segera pulang ke rumah tapi mereka berempat mengalami kece..lakaan."

Tangisnya semakin keras dan Aileen kembali merasakan kelamnya kehidupannya hari itu. Sirine mobil ambulan yang datang silih berganti ke rumahnya demi mengantarkan jenazah-jenazah keluarganya. Orang-orang yang berkumpul di rumahnya serta tangis Meysha yang saat itu masih bayi berusia enam bulan kembali terngiang dan memberikan efek menakutkan bagi tubuh dan jiwanya.

Dalam sekali gerakan Aileen merasakan Nevan memeluknya erat, memberikan penopang bagi tubuhnya yang gemetar serta sendu sadannya yang bersahutan di dalam ruangan kamar itu.

"Mereka ngga pulang, Van. Mereka ninggain aku sendirian." Isaknya pilu.

Pelukan Nevan mengerat dan tak ada yang bisa Aileen ucapkan lagi selain menangis di dalam dekapan pria itu. Untuk pertama kalinya sejak lima tahun yang telah dia lewati selama ini Aileen seolah kembali menemukan rumah tempat dirinya bersandar, rumah yang membuatnya kembali diperbolehkan menunjukan sisi kelemahannya, rumah yang membuatnya mampu mengistirahatkan segala beban yang selama ini ia tanggung seorang diri. Dan Aileen takkan pernah menyesali malam ini.

***

"Minum dulu tehnya," Nevan menyodorkan teh hangat ke hadapan Aileen yang duduk diam di meja makan dapur mereka.

Wanita itu menerimanya dengan suka hati, mengicip rasanya sedikit kemudian perlahan meneguknya untuk menghilangkan segala sesak di tubuhnya setelah lama menangis.

Tehnya telah habis setengah dan senyum Nevan langsung menyambut pandangan matanya.

"Udah?" Pria itu bertanya dengan nada yang sangat lembut.

Aileen mengangguk sambil mendorong cangkirnya menjauh.

"Terimakasih," ucapnya tulus.

Nevan tak menjawab, namun pria itu menarik tangan Aileen yang ada di atas meja sebelum menggengamnya erat.

"Dan juga maaf karena aku ngga bilang hal ini dari awal," sesal Aileen.

"No, kamu ngga harus minta maaf karena hal itu. Semua itu privasi kamu dan kamu berhak untuk bicara atau ngga soal itu," balas Nevan.

"Tapi rasanya tetep salah, harusnya sejak awal aku memang ngga boleh berbohong soal statusku serta hubunganku yang sebenarnya bersama Meysha. Sampai saat ini aku juga kadang ketakutan jika memikirkan Meysha akan tahu yang sebenarnya."

Nevan menghela nafasnya dan menarik kursi agar semakin mendekat kearah Aileen. "Meysha sayang kamu, Leen. Dia ngga akan pernah bisa marah apa lagi benci sama kamu."

"Tapi dia pasti kecewa dan sedih," sahutnya.

"Meysha bahkan belum pernah melihat langsung kedua orang tuanya dan aku malah selalu memploklamirkan diri sebagai Mama nya padahal dia punya Mama yang sangat menyayanginya dan Meysha harus tahu soal mereka."

Air matanya kembali menetes namun Aileen segera hapus dan berusaha agar tangisnya tidak kembali pecah lagi. Dia selalu saja secengeng ini kalau mengingat keluarganya dulu.

"Meysha memang harus tahu dan kita bisa bicaranya pelan-pelan. Ngga harus sekarang. Dia pasti ngerti nanti." Jawab Nevan.

"Aku takut..." aku Aileen.

"Husstt, kamu ngga harus memikikannya sekarang. Masih banyak waktu yang ada. Kamu harus tenangin diri dulu. Aku dan Meysha akan selalu ada di samping kamu."

Ucapan Nevan mampu membuat dada Aileen berdesir hangat dan wanita itu langsung melemparkan dirinya ke dalam pelukan Nevan, kembali menemukan kehangatan di balik dada pria itu.

"Makasih ya," ucapnya pelan.

"Sama-sama, sayang." Pipi Aileen langsung memerah setelah mendengar ucapan Nevan barusan, otaknya kembali memutar rekaman kejadian mereka barusan dan membuat dadanya makin bergemuruh.

"Aku minta maaf juga soal hari ini, atas kejadian tadi." Suara Nevan terdengar pelan membuat Aileen perlahan melepaskan pelukannya dan balas menatap pria itu.

"Minta maaf soal apa?" tanya Aileen memastikan perasangkanya.

Dengan gerakan canggung Nevan menggaruk belakang kepalanya sendiri, Aileen juga menangkap semburat merah di wajahnya walau samar. Pria itu pasti juga merasa malu untuk membahas kejadian barusan.

"It's Okey kok, aku sangat seneng seluruh kejadian hari ini." Aileen langsung berujar dengan senyum di bibirnya.

Nevan tak menjawab lagi dan langsung kembali membawa Aileen ke dalam pelukannya lagi. Hari ini mereka melalui banyak hal, mengambil langkah cukup jauh dan cukup berani dalam hubungan ini. Namun tak sedikitpun keraguan di hati Nevan maupun Aileen atas keputusan yang telah mereka ambil, walau mungkin hubungan yang mereka jalani saat ini memiliki pondasi yang sangat rapuh karena berdiri di atas dua orang yang sama-sama ada di lingkar kehancuran namun mereka percaya bahwa cinta dan kepercayaan yang mereka miliki mampu menjadi penguat serta penopang dalam hubungan ini.

Mereka juga memiliki Meysha yang menjadi sumber dan tujuan yang akan membuat mereka terus bertahan. Setelah hari ini akan banyak rintangan yang datang namun mereka yakin bisa melaluinya.

***

A Gay at HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang