Chapter Lima Belas

3.3K 566 57
                                    

Buat yang bingung kapan Nevan ngaku Gay, bisa baca di bab 5 awal yah. Disitu udah dijelaskan ☺️

—————-

"Papa! Meysha mau disuapin Papa!"

Aileen menggeleng geli, apa lagi ketika dilihatnya Meysha sudah bergelayut manja di kaki Nevan sebelum akhirnya pria itu angkat untuk di dudukan di atas kursi meja makan.

"Tumben nih, biasanya Meysha makan sendiri." Sahut Nevan meski kini sudah menarik piring nasi goreng dan menyodorkan sesendok isinya ke hadapan gadis kecil itu, menuruti keinginan Meysha untuk menyuapinya.

"Pengen disuapin Papa," jawab Meysha masih dengan mulut penuh makanan.

Aileen hanya tersenyum tipis di balik kitchenset dimana dia sedang membuatkan susu untuk Meysha. Pemandangan manis ini sudah dilihatnya hampir seminggu, tepatnya sejak dia mengizinkan Nevan menjadi Ayahnya Meysha. Tanpa buang waktu pria itu langsung memproklamasikan kedudukannya pada gadis kecil itu. Setelah malam obrolan mereka waktu itu pagi harinya Nevan langsung membangunkan Meysha dengan semangat.

"Selamat pagi putri kecil Papa," begitu katanya.

Meysha yang biasanya kesulitan untuk membuka mata di pagi hari nyatanya bisa langsung sadar hanya dengan sebuah kecupan singkat di dahinya. Gadis kecil itu menatap Nevan kebingungan, setelah kesadaran menyelimutinya Meysha langsung berteriak kegirangan dan memeluk Nevan sangat erat.

Aileen hampir menangis pagi itu, namun dia tahan sebisa mungkin agar tidak menjadi satu-satunya orang yang meneteskan air mata diantara dua manusia yang kegirangan ini. Dan sejak saat itu panggilan Papa menjadi panggilan favorit bagi Meysha untuk Nevan begitupun sebaliknya.

"Papa kerja yah malem ini?" Aileen mendengar Meysha kembali bertanya dengan nada suara aneh karena sepertinya gadis kecil itu masih mengunyah makanannya.

"Keja dong, kayak biasa," jawab Nevan.

"Yah, Meysha jadi nggak bisa main sama Papa malem ini. Padahal besok hari libur lho," ujarnya dengan nada kecewa.

"Hmm, kalau gitu kayaknya nanti Papa minta izin biar nggak kerja dulu..."

"Nggak Van! Nggak boleh!" Aileen langsung menimpali. Di liriknya Nevan dengan sorot peringatan yang tak akan terbantahkan, membuat Nevan langsung mengangguk patuh.

"Yah, Mama! Kenapa Papa nggak boleh izin?!"

Aileen menghela nafas kesal. Inilah sulitnya berada disisi netral. Dia tahu baik Nevan maupun Meysha sangat senang bila bisa menghabiskan waktu bersama lebih lama namun Aileen juga sadar kalau pria itu punya kewajiban yang tidak bisa seenaknya dia tinggalkan.

Nevan sudah terlalu sering izin tidak bekerja dengan berbagai alasan. Dia tidak mau kehadiran Meysha malah mengganggu aktivitas Nevan yang lain.

"Papa nggak boleh bolos kerja sayang, nanti dimarahin atasannya. Iya kan, Pa?" Aileen menatap Nevan dengan seksama, berharap pria itu mengerti lirikannya yang sirat akan peringatan.

Nevan meringis sambil mengangguk. "Iyaa."

Aileen langsung tersenyum penuh kemenangan. Dia puas dengan kepatuhan pria itu. Di lihatnya Meysha yang masih cemberut namun tidak berani mengatakan hal lain. Aileen langsung meletakan segelas susu putih di hadapan gadis kecil itu, disusul dengan kopi hitam kepunyaan Nevan.

"Makasih," ujar pria itu sebelum meminum kopinya dengan pelan.

Aileen tersenyum, mengamati Nevan yang pagi ini nampak santai dengan kaus putih yang sudah sedikit lusuh karena terlalu sering pria itu pakai. Aileen kemudian teringat kembali panggilannya untuk Nevan beberapa saat yang lalu, kemudian mendengus geli. Dia jadi ikut-ikutan memanggil Nevan dengan sebutan Papa, agak aneh kalau dia hanya memanggil Nevan dengan namanya saat berada dalam interaksi yang sama dengan Meysha, sementara panggilan Om Nevan kini sudah tidak berlaku lagi di rumah ini, mau tidak mau Aileen tentu harus menuruti aturan baru, yaitu memanggil Nevan dengan sebutan Papa jika bicara di depan Meysha. Menggelikan sekali.

A Gay at HomeWhere stories live. Discover now