Chapter Enam

3.9K 616 31
                                    

Nevan pulang setelah empat hari menghilang. Kepulangan pria itu disambut hangat oleh Meysha yang melonjak bahagia ketika melihat kehadiran pria itu. Nevan menyambutnya dengan senyum hangat namun cukup membuat pandangan Aileen tercekat ketika menyaksikan sendiri penampilan pria itu.

Dengan dandanan mencolok seperti biasanya Nevan nampak luyuh dengan kantong mata yang nampak jelas. Pria itu juga terlihat lemas dan tak bertenaga, hal yang mau tak mau mengundang rasa penasaran sekaligus setitik rasa cemas di dalam hati Aileen.

"Om, panas," ucap Meysha sambil memegangi dahi Nevan setelah dia melepaskan pelukan mereka.

Aileen mengeriyit di tempat duduknya. Dia memang masih sok sibuk dengan potongan buah di tangannya namun telinganya merespon jelas setiap suara dari percakapan dua orang tersebut.

"Oh ya?" tanya Nevan sambil ikut memegangi dahinya sendiri. "Kayaknya Om lagi sakit nih, Meysha jangan deket-deket dulu yah, nanti ketularan," ucapnya.

Gadis kecil di hadapannya mengangguk tak rela. Mereka segera melepaskan pelukan dan Nevan beranjak menuju ke kamarnya tanpa menyala Aileen sama sekali.

"Ma, Om Nevan sakit," ucapan Meysha tiba-tiba membuat Aileen mengalihkan perhatiannya kepada anaknya.

"Oh iya," jawab Aileen sekenanya.

"Mama nggak kasih obat? Kalau Meysha sakit biasanya mama suapin dan kasih obat biar Meysha sembuh."

Aileen mengeriyitkan alisnya. Jelas saja dia tidak akan melakukan hal itu pada Nevan, perbandingannya beda sekali, antara Nevan dan Meysha. Sungguh jauh. Namun Aileen tak mungkin menjelaskan hal serumit itu pada Meysha yang masih kecil jadi dia mencoba menjabarkannya secara lebih jelas.

"Om Nevan udah gede, sayang. Nanti bisa makan dan minum obat sendiri," jawabnya mencoba menenangkan.

Meysha masih menatap pintu kamar Nevan dengan sorot kecemasan dan tatapan itu mau tak mau membuat Aileen ikut merasa gelisah di hatinya.

**

Jam sudah menunjukan pukul setengah empat sore namun kehadiran Nevan juga tak kunjung nampak. Pria itu melewatkan makan siangnya dan masih mendekam di kamar sejak kepulangannya pagi tadi.

Aileen beberapa kali berniat memanggil pria itu, namun selalu diurungkan di detik terakhir. Pertengkaran mereka masih teringat jelas di benaknya dan fakta mengenai pria itu masih membuatnya merinding.

Namun disisi lain Aileen juga merasa cemas dengan keadaan Nevan. Pria itu tadi sakit dan mungkin keadaannya belum membaik sampai saat ini. Melewatkan makan siang juga bukan pilihan yang tepat, apa lagi sepertinya Nevan tidak mengosumsi obat untuk menyembuhkannya.

Setelah bergelut dengan pikirannya sendiri akhirnya Aileen memutuskan untuk mengetuk kamar Nevan. Setidaknya pria itu harus makan karena jika terjadi sesuatu pada Nevan maka akan berdampak untuk dirinya juga.

"Nevan.." panggil Aileen namun tak ada jawaban sama sekali. Dia mencoba mengetuk pintu demgan agak keras dan masih tak ada respon.

Rasa cemas mulai menyelimuti Aileen. Dengan ragu wanita itu menekan hendel pintu kamar Nevan yang untunya tidak terkunci.

Pelan dan ragu Aileen mencondongkan tubuhnya untuk mengintip keadaan kamar Nevan yang terlihat rapi dan wajar. Di lihatnya pria itu sedang tidur di kasur besar yang ada di sudut ruangan.

"Nevan... Nevan.." Aileen mencoba memanggil Nevan dari depan pintu namun pria itu masih tak merespon, bahkan bergerakpun tidak.

Dengan panik Aileen masuk dan menghampiri pria itu. Dari dekat dilihatnya dahi Nevan yang dipenuhi keringat, sekujur tubuhnya juga basah. Dahi Nevan berkerut dalam dan ringisan pelan terdengar dari bibirnya.

Secara inpulsif Aileen memegangi dahi Nevan yang panas. Dia juga langsung menggoyang-goyangkan tubuh pria itu.

"Nevan!"

Mata Nevan terbuka pelan dan sedikit kaget ketika menemukan Aileen di hadapannya.

"Kamu nggak apa-apa? Sakit?" tanya Aileen dengan nada cemas yang kental.

Nevan memegangi keningnya sendiri masih dalam posisi berbaring. "Pusing," jawabnya dengan nada suara serak.

"Baju kamu basah, ayo duduk dulu.. kamu belum minum obat kan?"

Nevan menggeleng dan menuruti perintah Aileen. Pria itu duduk sambil menyandarkan dirinya ke kepala ranjang. Matanya sesekali terpejam guna menahan pening yang ada di kepalanya.

"Ini minum," Aileen menyodorkan segelas air yang langsung diterima Nevan.

"Aku ambilin makan dulu buat kamu, tunggu bentar yah, kamu harus minum obat setelah ini." Tanpa menunggu sahutan dari pria itu Aileen lekas keluar dan mengambil bubur yang tadi sengaja dia masak untuk pria itu.

Ketika dia kembali di lihatnya Nevan masih berada di posisi yang sama dengan mata terpejam.

"Ini makan dulu," Aileen menyodorkan sendok bubur ke depan mulut pria itu. Namun Nevan langsung menggeeleng.

"Nggak nafsu, jam berapa sekarang?" tanyanya dengan suara serak.

Aileen tak menjawab pertanyaan itu, tatapn Nevan ke arah jam dinding di kamarnya sudah cukup memberikan jawaban. Di tempatnya Aileen masih setia menunggu Nevan membuka mulutnya untuk makan.

"Udah jam empat lewat, aku harus kerja." Nevan bergegas bangkit dari tempatnya, membuat Aileen langsung ternganga tak percaya.

"Hey! Kamu mau kemana?!" Serunya dengan suara keras.

Langkah kaki Nevan kontan terhenti, pria itu menatap Aileen dengan kening berkerut. "Kerja," jawabnya polos.

"Astaga! Kamu masih sakit begitu tetap mau kerja?!" Aileen langsung menaikan nada suaranya, dengan gesit wanita itu kembali menarik Nevan untuk duduk di pinggir ranjang.

"Duduk, kamu harus makan!" Tegasnya sambil menyodorkan sendok berisi bubur ke depan mulut Nevan.

Pria itu menatapnya dengan kebingungan. Mata Nevan bahkan berkedip beberapa kali seolah tidak percaya.

"Buka mulutnya!" Perintah Aileen tegas yang langsung dituruti oleh Nevan.

Dalam diam akhirnya Nevan berhasil menghabiskan bubur buatan Aileen, tak cukup sampai disana Aileen juga langsung memaksa Nevan untuk meminum obat penurun panas dan vitamin yang memang selalu ada di rumahnya. Dan Nevan tetap menuruti semua intruksi itu, membirkan Aileen memeberikan perintah sesuka hati.

"Habis ini kamu ganti baju, terus tidur lagi. Nanti jam makan malam kita makan sama-sama. Ngerti?"

Seperti tersihir dengan kata-kata itu Nevan langsung mengangguk patuh membuat Aileen menyinggungkan senyum puas.

Sepertinya mereka harus bicara baik-baik setelah ini, karena ketika melihat Nevan dalam keadaan seperti ini dia merasa tidak ada yang aneh dari pria itu. Tanpa dandanan mencolok Nevan terlihat normal, Aileen harap yang terjadi pada pria itu tidak separah apa yang dia pikirkan selama ini. Mungkin Nevan punya cerita yang bisa dia maklumi.

****

A Gay at HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang