Chapter Sembilan Belas

3.2K 567 48
                                    

"Pagi cantik," sebuah ciuman manis Nevan daratkan pada pipi wanita itu, membuat sang korban berjengit kaget.

"Yey! Papa pulang!" teriakan heboh Meysha terdengar, membuat Aileen maupun Nevan langsung menjauh satu sama lain.

"Kapan bangun, sayang?" Tanya Aileen sambil menghampiri Meysha yang berdiri di depan pintu dapur masih dengan memakai piama tidurnya.

Gadis kecil itu tersenyum memperlihatkan barisan giginya yang rapi. "Tadi kebangun pengen pipis, terus liat Papa udah pulang."

"Oh, Meysha mau pipis. Ayo ke kamar mandi." Ajak Aileen.

Meysha menggeleng. "Mau cium Papa dulu, masa Papa Cuma cium Mama sih," gerutunya sebal.

Aileen langsung melotot kepada Nevan. Benar saja dugaannya Meysha melihat apa yang baru saja Nevan lakukan tadi.

"Oh, mau cium juga. Sini sayang," Nevan langsung menggendong Meysha dan memberikan sebuah kecupan di pipi gadis kecil itu, mengabaikan Aileen yang masih nampak cemberut.

"Jangan ngambek dong," Nevan berbicara pada Meysha tapi kerlingan matanya yang menatap Aileen jahil membuat wanita itu sadar bahwa Nevan sedang mengejeknya.

"Meysha mau pipis kan? Ayo Nak, nggak boleh nahan pipis." Aileen bergegas mengajak Meysha menjauh, dia semakin sebal melihat tingkah Nevan dengan senyum kecilnya itu.

Meysha mengikuti Aileen dan masuk ke dalam kamar mandi. Hari libur seperti ini biasanya membuat gadis kecil itu menghabiskan tidur lebih lama, tapi nampaknya sikecil ini sangat bersemangat sehingga bangun lebih pagi.

Sejujurnya Aileen sedikit sebal dengan hal itu karena Meysha yang terbangun membuat gadis kecil itu harus melihat perbuatan Nevan padanya, sekaligus sedikit mengintrupsi kegiatan mereka.

Sejak pristiwa dua bulan lalu dimana ketidak sengajaan menjebak mereka dan akhirnya baik Aileen maupun Nevan memutuskan untuk terjun ke dalam lubang kesalahan itu bersama-sama membuat hubungan mereka menjadi jauhhh lebih dekat dari sebelumnya.

Mereka sudah tidak pernah canggung lagi saat melakukan skinship, berpelukan atau bahkan berciuman. Semua itu jelas dilakukan di belakang Meysha, walau kadang-kadang mereka juga saling berangkulan di ruang keluarga dengan Meysha yang sibuk bermain.

Aileen tidak mengetahui jenis hubungan apa yang sedang dia jalani bersama Nevan saat ini. Mereka masih tidur di kamar terpisah dan sampai saat ini tidak ada kegiatan lebih selain berciuman. Kedekatan mereka jelas membuat Aileen merasa sangat nyaman dan aman. Bersama Nevan di sampingnya seolah membuat Aileen melupakan kesendiriannya selama ini, ada perasaan hangat di hatinya ketika akhirnya dia merasakan ada orang lain yang bisa dia andalkan.

"Meysha tidur lagi boleh nggak?" Tanya gadis itu setelah menguap sesaat.

"Nggak mau sarapan bareng Mama dan Papa?" Tanya Aileen sambil membenarkan letak celana putrinya.

"Ngantuk, Meysha juga belum laper."

Aileen berpikir sejenak lalu mengangguk, sekarang juga masih pukul enam lewat sepuluh menit, masih cukup bila Meysha mau melanjutkan tidurnya.

Tanpa perlu di antar Meysha langsung kembali ke kamarnya, meninggalkan Nevan yang kini sudah duduk di ruang makan.

"Tidur lagi?" Tanya pria itu.

"Iya, masih pagi juga. Mumpung libur kan," jawab Aileen. "Tumben pulang cepet, biasanya jam tujuh atau delapan baru nyampe." Tanyanya pada Nevan yang kini sedang meminum kopi buatannya sendiri.

"Males lama-lama disana, kangen kamu," jawbanya sambil mengedipkan sebelah mata.

Aileen mendengus sebal setelah menepak paha Nevan yang tersilang di hadapannya.

"Aduh, sakit Leen," keluh Nevan.

Aileen mencibir. "Biarin, kamu ngeselin sih dari tadi, itu Meysha sampe liat lho kamu cium-cium aku," keluhnya.

Nevan hanya terkekeh mendengarnya tanpa niat menjawab lagi gerutuan Aileen. Melihat itu Aileen perlahan menarik kursinya agar lebih mendekat ke arah Nevan, lalu di lingkarkannya kedua tangannya ke pinggang pria itu, memeluknya.

"Kok kamu masih wangi sih?" Tanya Aileen manja.

Nevan kembali terkekeh. "Padahal belum mandi lho," jawabnya.

Aileen makin mengeratkan pelukannya, sesekali menciumi bahu Nevan. "Kamu nggak bau alkohol atau rokok," ucapnya.

"Kan aku nggak minum," balas Nevan.

Aileen mengeriyit, lalu diangkatnya kepala untuk menatap ke wajah pria itu secara langsung. "Emang disana boleh nggak minum yah?" tanyanya.

Mendengar pertanyaan itu membuat Nevan kontan tertawa. "Boleh lah, lagian aku kan kerja disana bukan buat have fun."

Lagi-lagi Aileen mengeriyit bingung, rasa penasarannya kembali naik ke permukaan dan dia jadi ingin tahu pekerjaan seperti apa yang Nevan lakukan di tempat seperti itu.

"Emang kamu kerja apa sih disana?" tanyanya pelan. Aileen takut Nevan akan marah jika dia kembali menanyakan pekerjaan pria ini.

Nevan melirik Aileen sesaat sebelum meletakan cangkir kopinya ke atas meja. Lalu pria itu ikut melebarkan tangannya agar mampu merangkul Aileen dalam pelukannya.

"Kerja kayak biasa, ngurus stok makanan dan minuman disana. Memastikan seluruh perlengkapan masih berfungsi dengan baik dan beberapa masalah operasional lainnya. Memang kamu pikir aku kerja kayak apa?" Nevan balas bertanya, kini menatap Aileen dengan sorot geli dimatanya.

Aileen meringis, pekerjaan Nevan ternyata sangat normal, jauh berbeda dengan apa yang selama ini berputar di kepalanya.

"Yah, aku kira kamu gituu..." jawab Aileen takut-takut.

Nevan tertawa, lalu dengan gemas menciumi wajah Aileen yang nampak lucu karena berekspresi seperti itu.

Sejak kedekatan mereka beberapa bulan ini Nevan seolah memiliki hobi baru, yaitu menciumi Aileen disetiap bagian wajahnya. Kadang Nevan hanya memberikan kecupan pada pipi atau dahi wanita itu, lalu beberapa kali memberikan ciuman pada hidungnya yang kecil namun cukup mancung, dia bahkan sering memberikan gigitan kecil disana. Jika semua itu belum cukup Nevan akan menciumi Aileen tepat di bibirnya, memberikan kecupan singkat sebelum gairah membakarnya.

Lebih dari itu yang paling Nevan sukai adalah ketika dia mendekap Aileen dalam rangkulannya dan memberikan serangan ciuman yang begitu banyak pada setiap bagian dari wajah wanita itu, membuat Aileen menjerit kesal dan menatapnya cemberut, namun Nevan menyukainya. Dia menyukai setiap interaksi intim yang melibatkannya dan Aileen.

Bersama Aileen Nevan tidak pernah lagi merasakan kecemasan yang sejak dulu sering dia alami ketika berdekatan dengan kaum wanita. Dia tidak mengeriyitkan dahi ketika Aileen mulai menggodanya atau merasa jengah dengan setiap prilaku wanita itu. Nevan mampu menerimanya dan sangat menyukainya.

"Leen," panggil Nevan sambil menatap wajah wanita itu.

"Hmm?"

"Cium yah?"

Aileen mendengus. "Memang sejak tadi kamu ngapain?!"

Lagi-lagi Nevan tertawa. "Tadi kecup aja, kalau ini baru ciuman namanya."

Lalu tanpa bisa Aileen perhitungkan bibir pria itu sudah mendarat di bibirnya, kali ini benar-benar menciumnya.

A Gay at HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang