Chapter Sembilan

3.5K 608 61
                                    

Nevan baru saja menyelesaikan pekerjaannya, badannya sudah pegal karena terlalu lama berdiri dan dia berniat untuk sedikit mengendurkan ototnya dengan berbaring di ruangan khusus. Ruangan dengan luas 3x3 meter ini berfungsi untuk kamar cadangan kalau-kalau dia tau temannya ingin mengistirahatkan diri. Disini terdapat kasur dan lemari pakaian lengkap, ditambah kamar mandi dalam yang nyaman.

Walau samar-samar suara musik di lantai dansa masih terdengar dengan cukup jelas tapi tidak terlalu berisik dibandingkan berada di luar ruangan ini. Membuat Nevan kadang mengistirahatkan dirinya dengan sekedar tidur di tempat ini.

Seperti dugaannya ketika tubuhnya bersentuhan dengan kasur yang empuk sensasi nyaman langsung menyelimutinya. Ototnya seolah tertarik dan menjerit kesenangan, membuat Nevan menghela nafas lega.

Keadaan club malam ini memang lumayan ramai, kumpulan orang-orang di luar sana seolah tak kenal lelah dengan terus bergerak kesana-kemari. Teriakan mereka bahkan masih nyaring di tengah hentakan musik yang keras. Sangat berbanding terbalik dengan keadaan jalanan yang mulai sepi karena sebagian orang waras di dunia ini sudah mengistirahatkan diri dengan tidur nyenyak di rumahnya masing-masing.

Rumah? Kata itu mendadak membuat Nevan tersenyum. Dia jadi menyukai kata itu saat ini, seolah dapat dengan jelas menggambarkan kondisi bangunan persegi yang berbulan-bulan ini sudah ditinggalinya. Lebih dari itu, ketika menyebut kata rumah seolah ada kehangatan yang menjelajah ke dalam hatinya, hal yang tak pernah dia rasakan selama ini.

Sosok Meysha yang lucu dan menggemaskan memang terlah berhasil merebut perhatiannya. Terkadang Nevan membayangkan bagaimana rasanya jika dia benar-benar memiliki Meysha sebagai bagian dari dirinya, anakanya mungkin. Sebuah fakta bodoh yamg kadang membuatnya malu sendiri.

Parahnya lagi kadang pikiran liar membuat Nevan menggambarkan keluarga bahagia dimana dia menjadi pemimpin di dalamnya. Hal yang selama hampir tiga puluh tahun hidupnya tak pernah terbesit sekalipun pikiran gila macam itu, sehingga ketika khayalan itu datang Nevan merasakan bahwa keanehan sedang menyelimutinya.

Setelah tenggelam dalam lamunannya Nevan perlahan merasakan tubuhnya rilek dan rasa kantuk mulai menghampirinya, dia baru saja merasakan tubuhnya melayang untuk terbang ke dunia mimpi ketika suara dan getaran ponselnya terdengar nyaring.

Kontan Nevan membuka mata, dengan malas dia menggapai telfon genggamnnya yang ada di nakas kamar lalu mengeriyit heran ketika menemukan nama Aileen di layar telfonnya.

"Hallo," sapa Nevan ragu.

Suara serak dan sesegukan Aileen langsung terdengar menyambut sapaannya membuat Nevan mendadak duduk dan mengeriyit kebingungan. Dadanya tiba-tiba bergemuruh dengan rasa cemas.

"Leen? Kenapa? Ada apa?" tanya Nevan beruntun.

Sesegukan Aileen masih terdengar beriringan dengan penjelasan wanita itu yang putus-putus. "Van, Meysha.."

Mendengar nama Meysha disebut dengan nada putus asa rasa cemas dan khawatir benar-benar membuat Nevan seolah gila. Dia tidak bisa membayangkan hal buruk yang terjadi pada gadis kecil itu.

"Kenapa? Meysha kenapa?" Nevan bahkan sudah berdiri, mengambil jaket kulitnya dan bergegas keluar.

"Dari tadi badannya panas, terus sekarang muntah-muntah..." jawab Aileen dengan diiringi sesegukan kecil.

Nevan langsung mengusap wajahnya frustasi. "Kamu dimana sekarang?"

"Di rumah, aku mau ke rumah sakit Mitra sekarang lagi nunggu taksi online."

"Oke, aku langsung RS. Kita ketemu disana."

"Oke."

Sambungan telfon tertutup Nevan bergegas bangkit. Perasaannya mendadak kalang kabut dan kecemasan seolah menghantuinya detik ini juga. Dia langsung menghampiri Tonny, salah satu rekannya yang sedang mengawasi keadaan sekitaran klub dengan serius.

"Mau kemana, bos?" tanya pria itu kebingungan. Pasalnya Nevan terlihat sangat kacau sekarang.

"Rumah sakit, kalau ada yang cari bilangin gue izin."

"Ah? Lo sakit?" tanya Tonny sambil mengamati keadaan Nevan yang terlihat baik-baik saja.

Nevan menggeleng, dia bergegas berlalu sambil menjawab pertanyaan Tonny seadanya. "Anak gue," lalu pergi dengan terburu-buru.

Tonny yang ditinggalkan begitu saja kontan ternganga. "Ah?! Kok lo bisa punya anak?! Woy!!" Teriaknya dengan percuma karena Nevan sudah berlalu meninggalkan klub dengan terburu-buru.

***

Aileen menghela nafas berat, tangannya saling bertautan satu sama lain sebagai bentuk penenang diri yang coba dia lakukan. Pikirannya kalut dan kecemasan menghantuinya sejak sejam yang lalu.

Hari ini sejak pagi Meysha memang terlihat kurang bersemangat, gadis kecilnya itu tidak ceria seperti biasanya. Setelah diceknya ternyata suhu tibuh Meysha memamg sedikit lebih tinggi dari bisanya sehingga membuat Aileen memutuskan untuk memberikan obat penurun panas.

Meysha terlihat lebih baik setelahnya, gadis kecil itu sudah mau makan dan memutuskan untuk tidur karena mengantuk, mungkin pengaruh obat juga. Lalu Aileen kembali sibuk dengan pekerjaannya, dia melanjutkan tulisannya sambil menonton siaran tv di ruang keluarga.

Namun ketenangan itu berakhir ketika Aileen mendapati Meysha sudah bangun dengan keadaan kacau. Gadis kecil itu terlihat pucat dan berkeringat. Sebagian sisi tempat tidur di kotori oleh muntahan gadis itu sehingga membut Aileen panik.

Rasa panik langsung menghampirinya. Aileen segera menelfon taksi online untuk membawa Meysha ke rumah sakit secepat mungkin. Gadis kecilnya itu menangis sesegukan bersamaan dengan tubuhnya yang lemas. Kepanikan dan ketakutan membuat Aileen tanpa sadar langsung menghubungi Nevan.

Aileen beruntung karena Nevan langsung mengangkat telfonnya padahal jam sudah menunjukan tengah malam. Lebih dari itu respon Nevan ternyata berhasil sedikit menenangkan Aileen. Wanita itu merasa bisa berpikir lebih waras setelah mendengar suara Nevan dan yakin bahwa pria itu akan datang menemaninya.

Setelah berhasil sampai di rumah sakit dengan selamat Meysha langsung dibawa ke UGD, seorang dokter muda langsung menghampiri mereka dan memberikan pertolongan pertama. Aileen menunggu dalam diam sambil terus berdoa. Meysha masih sadar tapi gadis kecil itu terlihat lemas dan lamah di tempat tidur, membuat hati kecil Aileen teriris karenanya.

"Leen?" Suara serak yang Aileen kenal terdengar jelas. Aileen mendongakan kepalanya dan menemukan Nevan berdiri di sampingnya dengan raut wajah cemas. Aileen kontan berdiri. Tanpa sanggup mengatakan apapun dia langsung menghambur ke pelukan pria ini, menangis sesegukan dalam dekapan dada Nevan.

"Husttt, tenang.." sahut Nevan pelan diiringi usapan lembut di kepalanya.

Aileen masih menangis tapi perasaan di hatinya saat ini menjadi jauh lebih baik.

***

A Gay at HomeWhere stories live. Discover now