Chapter Tiga Puluh

748 136 7
                                    

"NEVAN!!"

Mereka menoleh dan mendapati sosok pria yang sudah sama-sama mereka kenal berdiri tak jauh dari meja yang mereka duduki. Pria itu menatap ke arah mereka dengan murka, lalu langkah kakinya maju mendekat dengan pasti.

"Kamu kemana aja?! Aku cari kamu kemana-mana, aku ngga bisa hubungin kamu! Aku nyusul kamu di club tapi mereka malah usir aku! Kamu ngga bisa giniin aku Van! Kamu ngga bisa buang aku begini!" Suara pria itu melengking memenuhi seisi ruang resto yang cukup sepi. Dua pengunjung yang ada di ujung kanan sempat menoleh penasaran ke arah mereka bertiga namun akhirnya kembali sibuk dengan makanan mereka sendiri.

"Kamu ngga boleh kayak ini!" Pria itu melepaskan paksa genggaman tangan Nevan pada tangan Aileen, membuat tautan yang awalnya erat terlepas begitu saja.

Aileen masih cukup syok, dia hanya mampu memandang Yasha dan Nevan bergiantian. Dilihatnya Yasha sudah menangis sesegukan sementara Nevam hanya diam memperhatikan pria itu dengan sorot mata yang sulit diartikan.

"Van, kamu tega sama aku. Bisa-bisanya kamu giniin aku?!" Tangis Yasha masih terdengar diiringi segukan pelan. Aileen tak mampu bersuara melihat hal itu, entah kenapa dia jadi merasa tak enak hati setelah melihat pria yang sebelumnya siap dia ajak berkelahi kini malah terlihat rapuh dan patah hati.

"Stop, Yasha.. hentikan!"

"Kamu yang berhenti! Kamu ngga boleh kayak gini Van. Dia ngga cinta sama kamu, dia cuma manfaatin kamu aja. Kamu ngga bisa berhubungan kayak gitu sama dia! Dia bakal nyakitin kamu!"

Yasha menunjuk-nunjuk Aileen dengan tangan kirinya sementara wajahnya masih menghadap Nevan dengan air mata yang terus bercucuran.

"Yasha! Berhenti!" Suara Nevan terdengar lebih kencang.

Pria di hadapannya masih menangis dengan histeris, mulutnya terus berceloteh mengenai seberapa tidak adilnya Nevan padanya.

"Aku diusir dari rumah Van! Papa tau hubungan kita, dia ngga bisa terima dan usir aku. Seminggu terakhir ini aku coba hubungin kamu tapi kamu blok aku. Aku cari kamu di club tapi kamu ngga ada, aku harus gimana Van? Aku ngga tau harus gimana lagi sekarang?!"

"Kamu harus pulang dan minta maaf sama orang tua kamu, hubungan kita berakhir dan aku sudah peringatkan kamu untuk tidak mencari aku lagi!"

"Aku cari kamu saat anak kecil sialan itu ngga ada! Aku nepatin janji! Kamu cuma bilang jangan sampai aku ketemu anak kecil itu lagi dan aku nurut Van! Aku ngga cari kamu kerumah karena aku yakin anak itu ada disana tapi bukan berarti aku ngga bisa nemuin kamu di tempat lain! Hubungan kita ngga bisa berakhir begini!"

"Papa udah murka Van, dia marah besar dan kemungkinan dia bakal melibatkan VeNus, Papa ngga mungkin cuma diem setelah tau semua ini. Dia akan buat perhitungan sama kita! Kamu harus tau dan bukan saatnya kamu mesra-mesraan sama wanita ini dalam keadaan genting seperti ini!"

Aileen masih menatap perseteruan itu dalam diam. Namun dia menyadari bahwa ekspresi dan ketakutan Yasha bukanlah sandiwara semata yang dia gunakan untuk menarik perhatian Nevan. Di hadapannya pun Nevan tampak langsung gelisah ketika nama tempat kerjanya disebut dan ikut diseret-seret dalam masalah ini.

"Apa yang kamu bilang ke Papa kamu?" Nevan bersuara dengan lebih netral.

"Aku ngga bilang apa-apa, tapi Papa sadar bahwa ada yang aneh sama aku setelah kita putus, dia nyelidikin aku diem-diem dan pesuruhnya menemukan fakta bahwa aku penyuka sesama jenis, mereka juga membawa-bawa nama kamu karena kamu partner terakhir aku yang paling lama."

Helaan nafas Nevan terdengar kasar. "Lalu bagaimana kamu menanggapinya?"

Air mata Yasha langsung menetes. "Aku mau menyangkal gimana lagi Van? Papa udah bawa bukti kuat di depan muka aku dan dia marah besar. Mama kena serangan jantung hari itu dan aku belum tau keadaan Mama sampai sekarang gimana. Semuanya kacau Van dan terakhir aku dengar dari Rike bahwa Papa berniat buat melaporkan VeNus supaya tempat maksiat itu tutup."

"Sialan!" Umpatan Nevan terdengar jelas di telinga Aileen dan ini pertama kalinya dia melihat pria itu mengumpat dengan sunggung-sungguh, ekspresinyapun berubah serius dengan rahang yang terkatup erat. Sebuah sikap yang tidak pernah Nevan tunjukan sebelumnya.

"Van?" Aileen mencoba mendekat dan menyentuh lengan pria itu. Suasana memang tak seheboh saat Yasha menjerit tadi namun ketegangan terasa lebih kental saat ini.

Pria itu menoleh lalu seolah menyadari kehadiran Aileen di sebelahnya. Nevan langsung terkejap dan mencoba mengatur nafas agar emosinya sedikit menurun.

"Sorry," sesalnya pada Aileen.

Aileen tak menanggapi dan hanya mencoba untuk terus menggenggam tangan Nevan.

"Kita pulang saja," ujar Nevan kemudian. Pria itu menoleh ke arah Yasha dan terdiam beberapa saat sebelum kembali bicara. "Kamu ikut kami. Aku harap kali ini kamu bisa menjaga sikap, kalau tidak aku benar-benar tidak akan memaafkan kamu!"

Yasha menatap Nevan dengan genangan air mata di matanya. Pria itu nampak tak percaya dia bisa mendengar ucapan sedingin itu dari pria yang dulu dicintainya. Dengan keengganan dan rasa sakit hati akhirnya Yasha mengangguk, diapun tak tau harus melakukan apa kecuali ikut kemana Nevan membawanya.

***

A Gay at HomeWhere stories live. Discover now