Chapter Tiga

4.3K 749 67
                                    

"Ma, kapan Meysha sekolah?" tanya Meysha ketika melihat iklan di tv yang sedang menampilkan anak-anak berseragam merah putih, gadis kecil itu menatapnya penuh antusias.

Aileen tersenyum kecil. "Pertengahan tahun ini, Mey bisa masuk TK lho, nanti sekolahnya di TK Asri yang ada di blok sebelah," jawabnya.

Meysha menjerit kegirangan. "Ye!!! Pertengahan tahun itu kapan, Ma?" tanyanya dengan tampang polos yang menggemaskan yang membuat Aileen terkekeh geli.

"Bulan Juni sayang, sekitar lima bulan lagi. Sabar ya," ucapnya sambil mengelus lembut rambut putrinya.

Meysha mengangguk paham lalu tiba-tiba gadis kecil itu berteriak kegirangan ketika menemukan seseorang yang hadir di antara mereka.

"Om Nevan!!" teriaknya sambil berlari menghambur ke pelukan pria itu.

Nevan menyambut Meysha dengan tangan terbuka. Pria itu bahkan tak canggung untuk menggendong dan mendengarkan ucapan Meysha yang tak ada habisnya.

Aileen memandangi semua itu dalam diam, sudah lebih dari dua minggu dia dan pria bernama Nevan ini tinggal satu rumah dan sudah cukup baginya untuk mengenali jadwal pria itu.

Nevan selalu bekerja di malam hari, sekitar pukul delapan malam dia akan keluar dari rumah dengan dandanan norak seperti pertama kali Aileen melihatnya waktu itu. Sejauh ini Aileen menyadari bahwa Nevan punya berbagai jaket dan baju dengan warna mencolok, seperti biru metalik yang dia lihat di awal pertemuan mereka lalu jaket berwarna pink yang juga Nevan kenakan dua hari yang lalu.

Nevan akan pulang pukul tujuh pagi, paling lambat pukul setengah delapan. Pria itu akan langsung menyantap sarapannya dengan lahap sambil mendengarkan ocehan Meysha. Setelah sarapan Nevan akan beranjak untuk membersihakan dirinya lalu tidur hingga waktu makan siang. Pria itu akan berolaga di sore hari dan menyempatkan untuk makan malam sebelum kembali memulai pekerjaannya.

Selama dua mingguan ini mereka dapat belerja sama dengan baik. Tidak ada hal aneh yang Aileen temukan dari pria itu, mereka jarang sekali berinteraksi kecuali di meja makan. Di siang hari Nevan lebih suka menghabiskan waktunya di kamar untuk tidur, sementara di malam hari pria itu akan keluar untuk bekerja. Hal ini membuat mereka berdua sangar jarang bersinggungan dan hal itu cukup di syukuri oleh Aileen.

"Sarapan ada?" tanya Nevan menghentikan lamunan Aileen yang sibuk menatap interaksi pria itu bersama Meysha.

Aileen buru-buru mengangguk. "Ada bihun sama pempek, kamu mau?" tanyanya.

Nevan mengangguk tanpa ragu, membuat Aileen segera bergegas untuk menyiapkan makanan untuk pria itu.

Seperti perjanjian awal Aileen sudah memulai tugasnya sebagai asisten rumah tangga. Wanita itu bertanggung jawab atas kebersiahan rumah dan makanan mereka. Nevan bahkan memberikannya uang bulanan untuk belanja bahan masakan, hal yang diterimanya dengan senang hati.

"Aku mau mandi dulu, gerah soalnya," ucap pria itu sebelum bergegas masuk ke dalam kamar miliknya.

Aileen tak menyahut, dia hanya melakukan tugasnya untuk menyiapkan makanan yang sudah dia masak setelah subuh tadi, memanaskannya sebentar sebelum menyajikannya di atas meja.

"Ma, Aileen mau makan juga," ucap gadis kecil yang ternyata sudah mengekor di belakangnya.

Aileen menatap putrinya, Meysha bangun lebih pagi hari ini, biasanya putrinya itu bangun pukul delapan namun entah kenapa sejak pukul setengah tujuh pagi Meysha sudah terlihat bugar sambil terus mengikutinya.

Ragu Aileen melirik ke arah kamar Nevan yang masih tertutup.

"Nanti aja yah sarapannya, Om Nevan dulu makannya, habis Om Nevan makan baru kita sarapan," bujuknya pada gadis kecil itu.

Meysha cemberut. "Tapi Meysha laper."

"Nggak enak sama Om Nevan nya Mey," ujar Aileen pelan.

"Makan bareng aja, nggak apa-apa," suara Nevan tiba-tiba terdengar.

Aileen langsung mengakan badannya untuk menatap pria itu. Astaga! Jadi Nevan mendengar ucapannya dengan Meysha barusan?

Aileen menelan ludahnya sendiri, untuk pertama kalinya dia melihat penampilan segar Nevan yang terbebas dari risan aneh. Pria itu hanya menggunakan celanan jeans pendek serta kaos abu-abu, terlihat normal dan maskulin. Riasan celak di matanya juga sudah menghilang, kini wajah polos pria itu terpampang dengan nyata.

Nevan ternyata punya alis yang lumayan tebal, hidungnya jelas mancung seperti yang Aileen liat sejak pertemuan pertama mereka. Mata Nevan terlat cukup teduh karena dia memiliki kelopak mata yang jelas, pria itu juga memiliki kulit mulus yang cukup bersih dari bulu maupun jerawat. Melihat penampilan polos dan segar milik Nevan pagi ini mau tak mau membuat Aileen menyadari bahwa pria di hadapannya ini terlihat sangat tampan! Hal yang sudah luput dari perhatiannya sejak lama.

"Yuk makan sama-sama," ajak Nevan sambil menggandeng tangan Meysha yang berlonjak kegirangan.

Aileen masih diam di tempatnya namun tatapan mata Nevan yang menyuruhnya untuk ikut duduk membuat Aileen menuruti perintah pria itu.

Mereka makan dengan tenang, ocehan Meysha sesekali menintrupsi kegiatan pagi ini namun cukup kondusif dan normal.

"Aku nggak kerja malam ini, nggak apa-apa kan?" tanya pria itu sambil menatap Aileen.

Mata Aileen mengerjab, dia bingung dengan pertanyaan yang begitu tiba-tiba ini. "Eh, nggak masalah kok," jawabnya gugup. "Kamu libur?" tanya Aileen ragu.

Nevan menyendok bihun gorengnya sambil mengangguk. "Dua minggu sekali aku libur dua hari, jadi kamu nggak perlu bangunin aku sore nanti," jawabnya.

Aileen hanya bisa mengangguk sebagai tanda mengerti, dia memang sering membangunkan Nevan jika waktu kerja sudah tiba, pria ini sendiri yang memintanya melakukan hal itu karena katanya dia suka kebablasan tidur kalau sudah kelelahan.

"Jadi Om bakal di rumah yah?" Suara Meysha membuat mereka kompak menoleh ke gadis kecil itu.

"Iya, Om kan selalu di rumah kalau siang," jawab Nevan sambil mengusap rambut Meysha penuh sayang.

"Tapi Om tidur terus, dan kata Mama nggak boleh diganggu. Padahal Meysha mau ajak main," ujar anak itu dengan nada menggerutu yang menggemaskan.

"Main apa?" Balas Nevan sambil terkekeh kecil.

"Banyak, main barbie sama main boneka, terus sorenya mau main sepeda keliling komplek," ujar Meysha penuh semangat.

"Wah asik tuh, gimana kalau sore nanti kita main sepeda terus malam nanti main boneka?" tanya Nevan.

"Boleh Om?" Meysha balik bertanya dengan antusias.

"Boleh dong," jawabnya yakin.

Meysha langsung berteriak girang lalu kembali memakan sarapannya dengan hati yang riang.

Aileen mengamati interaksi itu dan merasa semakin tidak enak dengan kebaikan Nevan pada mereka.

"Kamu harusnya istirahat," ucapnya pada pria di hadapannya ini.

Nevan tersenyum kecil. "Habis ini aku tidur dulu kok, baru sore main sepeda. Lagian aku juga bosen di rumah terus," jawabnya santai.

Aileen tak menanggapi tapi wanita itu masih sibuk mengamati Nevan dan Meysha yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, interaksi di antara mereka juga terlihat natural dan tulus. Hal yang tak pernah bisa dia lakukan jika berhadapan dengan pria ini. Di sudut hatinya masih ada rasa curiga terhadap Nevan, begitu banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan tentang pria itu. Namun Aileen sadar semua itu tidak ada dalam kapasitasnya dan dia tidak berhak atas semua rasa penasaran itu.

Kebaikan hati Nevan yang mau menampungnya sudah cukup bagi hubungan mereka. Aileen setidaknya harus tahu diri dan menempatkan dirinya sesuai dengan pekerjaannya. Di sisi lain dia juga harus fokus untuk kembali mendapatkan rumah ini, Aileen harap tawaran Nevan untuk menjual kembali rumah ini dengan harga lebih murah masih berlaku, jadi dia harus serius untuk mencari uang. Hanya itu yang harus Aileen pikirkan.

***

Guyss jelek yah ceritanya? Responnya dikit banget 😭

A Gay at HomeWhere stories live. Discover now