Chapter Dua Puluh

3.2K 587 39
                                    

"Mau pesen apa?" tanya Nevan pada Aileen dan Meysha yang sudah duduk manis di hadapannya sambil membolak-balik buku menu.

Hari ini mereka bertiga memutuskan untuk makan malam di luar. Ini pertama kalinya mereka pergi bersama-sama untuk bersenang-senang. Meysha tentu melonjak kegirangan ketika menerima ajakannya dan Nevan menyesali keterlambatannya dalam melakukan hal ini.

Di samping Meysha, Aileen sibuk memperharikan menu makan malam yang ditawarkan oleh restoran ini. Harganya luar biasa mahal, Aileen sedikit meringis melihatnya. Nevan sepertinya tidak main-main jika ingin memberikan sesuatu yang terbaik.

"Meysha mau es krim," ucap gadis kecil itu sambil menunjuk menu es krim yang menggurkan.

"Nggak, udah malem. Nanti besok flu lho. Makan nasi aja," tolak Aileen langsung.

Gadis kecil itu merengut sebal namun tetap menuruti saran Mamanya.

Mereka akhirnya memesan menu paket keluarga yang cukup sehat dan mengenyangkan. Aileen sedikit bersemu ketika menyebutkan menu pilihannya itu pada pelayan yang sejak tadi menunggui mereka, mau bagaimanapun kedekatannya dan Nevan saat ini masih sering menimbulkan keanehan dan kecanggungan yang sulit dia tampik.

"Papa, lain kali kita makan di luar kayak gini lagi yah. Meysha seneng bisa jalan-jalan," ucapnya dengan mata berbinar.

Nevan mengangguk dan memberikan usapan lembut pada puncak kepala gadis kecil itu.

"Tiap Papa libur kita makan di luar, setuju?"

"Yey! Setuju!" serunya bersemangat yang langsung mengundang tawa Aileen dan Nevan bersamaan.

Suasana hangat menyelimuti mereka malam ini, Meysha dengan segala ocehannya mampu memberikan warna berbeda. Nevan dengan setia tetap mendengarkan semua cerita yang gadis kecil itu lontarkan, mulai dari kegiatannya di sekolah, teman-temannya sampai keinginannya di masa depan.

"Meysha bilang mau jadi dokter, terus Ibu guru tepuk tangan dan bilang cita-cita Meysha bagus dan mulia."

"Wah bagus dong, kalau gitu Meysha harus rajin belajar biar bisa jadi dokter yang hebat." Balas Nevan.

Meysha mengangguk semangat sambil melanjutkan makannya.

Aileen memperhatikannya dalam diam, melihat kembali interaksi Meysha dan Nevan yang selalu berhasil menghangatkan hatinya. Cara Nevan menyayangi Meysha membuat Aileen luluh dengan mudah, tatapan tulusnya serta sorot mata berisi kasih sayang yang terpancar dengan jelas.

Belakangan ini imajinasi Aileen makin liar saja, karena dia kadang merasa Nevan menatapnya dengan tatapan yang sama, kelembutan dan penuh kasih sayang. Membuat dirinya kadang ikut terhanyut dan kembali menenggelamkan diri dalam lubang kegelapan tanpa kepastian.

Kegiatan makan itu berjalan lancar dan menyenagkan, mereka kemudian keluar dari restoran dan pulang ke rumah dengan perasaan bahagia.

"Nevan?" Sebuah suara mengintupsi kegiatan makan mereka. Aileen langsung menoleh dan menemukan seorang pria berkulit putih dengan rambut sedikit lebih panjang sedang berdiri tepat di hadapan mereka.

"Yasha?"

Suara Nevan serat akan keterkejutan, Aileen bahkan dapat menemukan kepanikan di dalam sana.

"Mereka siapa?" Tanya pria yang bernama Yasha itu sambil menunjuk pada Aileen dan Meysha secara bergantian. Keningnya bekerut dalam dan mulai menatap Nevan curiga.

"Mereka..." Nevan menggantung ucapannya, membuat Aileen menatapnya hanya untuk memastikan kalimat seperti apa yang akan pria itu sampaikan.

"Om, temen Papa?" Suara Meysha tiba-tiba terdengar. Gadis kecil itu ikut menatap pria asing di hadapannya dengan kening berkerut.

"Papa?" tanya pria itu tak habis pikir. "Gimana bisa?!" Lanjutnya dengan suara melengking naik.

Aileen meringis, dia sadar suara pria yang dikatagorikan cukup nyaring itu mempu menarik perhatian pengunjung yang lain. Wanita itu menoleh sekilas ke arah Nevan dan mengeriyit ketika melihat ekspresi Nevan yang serat akan kebingungan.

"Kamu khianatin aku?" Suara pria bernama Yasha itu kembali terdengar, kini sedikit diiringi getaran.

Aileen menelan ludahnya sendiri, dia kembali mengamati dua orang pria yang mendadak saling pandang dengan berbagai ekspresi. Nevan yang terlihat bingung dan ragu dan si Yasha yang menatap Nevan dengan sorot penuh luka.

Kesadaran pahit tiba-tiba menampar Aileen. Di liriknya lagi Nevan dan pria itu secara bergantian dan sebuah kesimpulan berhasil Aileen dapatkan, pria ini pasti pacar Nevan. Atau apalah itu yang menjelaskan hubungan antara dua pria yang saling menyukai.

Aileen menggigit bibir dalamnya kuat, mencoba untuk menghalangi berbagai kalimat penuh tanya yang sudah siap dia lontarkan.

"Van! Jelasin! Kamu khianatin aku?! Sama wanita sialan ini?!" Teriakan itu kembali terdengar, kini lebih nyaring dari sebelumnya. Beberapa orang yang hendak masuk ke dalam restoran sempat menoleh ke arah mereka dan berbisik pelan namun tak berani bertanya lebih jauh.

Aileen langsung memejamkan matanya sesaat. Dia seperti berada di tengah-tengah scen sinetron murahan yang sering dia tonton di tv nasional. Dimana istri sah memergoki suaminya bersama sang selingkuhan. Terlihat sangat menyedihkan.

Tapi kini keadaan yang dia alami jauh dari kata menyedihkan. Aileen bahkan miris pada dirinya sendiri bagaimana mungkin seorang pria menanyakan hal semacam itu pada pria di hadapannya.

"Sha, jaga ucapan kamu! Kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Suara Nevan kini terdengar jelas dengan nada yang sedikit lebih tegas.

"Apa?! Tapi kamu pasti bakal balik ke aku! Kamu selalu balik ke aku! Tapi kenapa sekarang kamu malah sama wanita ini dan bawa anak?! Kamu gila?! Kamu nggak mungkin normal kan?! Nggak mungkin!"

Aileen menarik Meysha menjauh, dia bahkan menutup telinga putrinya rapat-rapat agar tidak mendengar segala bentakan dan caci maki yang pria itu lontarkan.

"Aku nggak akan balik ke kamu dan tolong hentikan semua ini! Kamu buat anak aku ketakutan!" Balas Nevan geram, pria itu melirik ke arah Meysha yang sudah memeluk kaki Aileen.

"Anak! Anak! Nggak bisa! Kamu nggak bisa kayak gini! Dia bukan anak kamu!" Teriakan itu makin keras dan pria bernama Yasha itu bahkan sudah menarik-narik kerah kemeja Nevan dengan dramatis.

Hentakan kencang Nevan berhasil melepaskan tarikan itu dan dia sergera menatap Yasha penuh antisipsi.

"Kamu nggak mungkin sama dia! Nggak mungkin!!! Kamu nggak normal, kamu sama kayak aku! Kamu nggak bisa sama dia!" Teriak pria bernama Yasha itu semakin kencang.

Nevan langsung memegangi bahu pria itu, bukan jenis sentuhan lembut yang sering Aileen dapatkan tapi sebuah cengraman yang berhasil membuat pria itu meringis dan menghentikan teriakannya.

"Aku bilang berhenti!" Seru Nevan pelan namun dengan nada suara menusuk. "Kita nggak ada hubungan lagi dan nggak akan pernah ada hubungan lagi! Jadi jangan buat keributan disini, kamu tahu akibatnya kalau berani ngebantah aku!"

Pria bernama Yasha itu meringis, bahunya yang dicengram Nevan terasa ngilu dan rasa takut ikut mengusainya ketika melihat keseriusan di mata Nevan yang biasanya selalu memancarkan sorot teduh dan penuh kasih sayang. Tanpa bisa dia cegah air matanya mengalir membuat Nevan segera melepaskan cengkramannya.

"Ayo pulang," Nevan menarik Aileen mendekat lalu dalam sekali gerakan langsung menggendong Meysha.

Aileen mengikuti Nevan dalam diam, menundukan wajahnya agar tidak bersitatap dengan pria yang masih menangis di sana.

Tak ada yang bersuara setelah itu, termasuk Meysha yang memilih duduk manis di dalam mobil tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

***

A Gay at HomeWhere stories live. Discover now