Chapter Dua Puluh Satu

3.4K 605 37
                                    

Mereka sampai ke rumah dengan selamat, walau sepanjang perjalanan diisi oleh kebisuan yang mencekam. Seolah paham dengan kelamnya situasi disekitarnya Meysha menjadi tak banyak ulah. Gadis kecil itu memilih masuk ke dalam kamarnya bersama Aileen, mencuci kaki dan menggosok gigi sebelum berbaring dan terbang ke alam mimpi.

Aileen sendiri menemani Meysha sampai mata gadis itu terpejam seluruhnya lalu beranjak untuk keluar mencari Nevan yang dia yakini sudah berada di dalam kamarnya.

Tanpa mengetuk pintu kamar Nevan wanita itu langsung membukanya pelan. Untung pintu itu tidak terkunci, jadi Aileen langsung bisa menemukan keberadaan Nevan yang sedang duduk diam di ujung kasurnya sambil memijat kening.

Dengan ragu wanita itu mendekat, dia menutup pintu sesaat sebelum akhirnya mendudukan diri tepat di samping Nevan.

"Kamu baik-baik aja?" tanya pelan yang langsung membuat Nevan menoleh ke arahnya dengan sorot mata sendu.

Aileen meringis, sambil menjulurkan tangannya guna mengusap bahu pria itu pelan, berharap bisa memberikan ketenangan.

Nevan tak bersuara, dalam beberapa saat deru nafas mereka mengisi kesunyian ini. Membiarkan Aileen maupun Nevan sibuk dengan pemikirannya masing-masing.

"Dia mantan pacar aku," ucap Nevan tiba-tiba.

Aileen sudah bisa menebaknya sejak pertengkaran tadi dimulai namun pengakuan Nevan masih memberikan sebuah sentilan perih di hatinya.

"Tapi kami udah putus, bahkan sebelum aku kenal kamu," lanjutnya kemudian. Kini Nevan berani menatap Aileen dengan sorot permohonan, ada pancaran rasa takut di matanya.

Aileen menggenggam tangan Nevan, dieratkannya tautan tangan mereka yang sama-sama terasa dingin.

"Aku minta maaf, Leen," ujarnya penuh sesal.

Aileen menghela nafas, sesak di dadanya masih terasa tapi raut penuh sesal dan kesakitan yang Nevan tunjukan berhasil menghalau segala rasa egois di hatinya. Kesakitan Nevan berhasil ikut menyakiti hatinya, membuat Aileen enggan untuk memperpanjang perkara, toh dia juga sudah tau keadaan Nevan sebelumnya dan berhadapan dengan 'mantan pacar' pria itu jelas sebuah kosekuensi.

"Aku percaya," ucap Aileen dengan senyum yang coba dia tunjukan.

Nevan memandang wajah itu sesaat, menelisik kembali ekspresi ketulusan yang dia terima. Lalu nafasnya berhasil menghembus lega, seolah beban berat yang menghimpitnya sejak tadi diangkat dengan mudah.

Ditariknya Aileen mendekat lalu tanpa aba-aba dirangkuhnya tubuh wanita itu ke dalam pelukannya. Wangi tubuh Aileen menyerbak dengan lembut membuat ketenangan lagi-lagi berhasil melingkupinya.

"Makasih, dan aku benar-benar minta maaf karena kekacauan tadi," ujarnya dalam rangkulan mereka.

Aileen membalas pelukan itu sambil mengusap-usap punggung Nevan dengan ritme teratur.

"Nggak papa, udah jangan kamu pikirin lagi," hiburnya.

Nevan bergumam kecil, hatinya tentram seketika, walau keraguan masih mengikutinya. Perlahan dilepaskannya rangkulan mereka dan ditatapnya kembali Aileen yang terlihat kebingungan.

"Aku mau kamu tahu semuanya," ucapnya kemudian. "Kamu harus tahu semua tentang aku Leen, agar aku nggak perlu ketakutan lagi kalau sesuatu di masa lalu aku kembali datang."

Aileen memandang Nevan, lalu tersenyum dalam anggukannya. Ucapan Nevan berhasil menghangatkan hatinya dan dia menerimanya dengan suka cita.

"Kamu bisa cerita Van," jawabnya.

A Gay at HomeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora