Chapter Satu

6.7K 723 23
                                    

"Tapi Ibu Imel sudah menjual rumah ini, Mbak. Semua surat dan dokumen pendukungnya lengkap."

Aileen memejamkan mata sejenak, meresapi ucapan pria paruh baya di hadapannya ini sambil meyakinkan diri bahwa dia tidak sedang bermimpi buruk saat ini.

"Tanda tangan Ibu Aileen juga ada di dokumen ini, pembayaran juga sudah dilakukan dua hari yang lalu sesuai surat kuasa yang ada. Untuk pembelian rumah ini sudah selesai urursannya, pemilik baru juga akan pindah minggu depan."

Lagi-lagi ucapan pria di hadapannya ini menampar Aileen dengan telak. Dia menyesali perbuatannya sendiri, menyesali karena telah begitu mempercayai seseorang terlalu banyak, meskipun itu sahabat karibnya sendiri, orang yang dia anggap bagian keluarganya walau tanpa ikatan darah. Orang yang kini malah menipunya mentah-mentah.

Saat ini kepercayaan yang telah Aileen berikan pada mantan sahabatnya itu ternyata membuahkan sebuah masalah besar. Imelda, sahabat baiknya yang sudah dia kenal sejak zaman putih biru, teman seperjuangan, kembar tapi tak sama atau puluhan julukan lain yang sering disematkan untuk menggambarkan kedekatan mereka. Sayangnya sahabat yang dia anggap seperti saudaranya sendiri kini malah tega menipunya mentah-mentah.

Semua bermula dari Aileen yang mempercayakan urusan keuangannya pada Imelda. Aileen yang memberikan madat pada Imelda untuk mengurus beberapa administarsi yang melibatkan data dirinya. Rasa percaya yang besar membuat Aileen menanda tangani apa saja yang disodorkan wanita itu padanya tanpa melakukan pengecekan terlebih dahulu. Apa lagi saat itu anaknya—Meysha lagi sakit dan rewel sehingga Aileen tak fokus pada urusan lain.

Imbasnya baru dia rasakan saat ini, ketika beberapa hari yang lalu tiba-tiba seorang pria yang mengaku dari agen property datang untuk mengabarkan bahwa kepindagan Aileen bisa dilakukan secepatnya. Awalnya Aileen menatap pria itu dengan bingung dan tak mengerti lalu di mulailah penjelasan yang mengatakan bahwa sejak seminggu yang lalu rumah ini sudah berpindah hak dan terjual dengan harga yang memuaskan.

Aileen masih menatap orang itu tak percaya, masih dengan seribu penyangkalan di hatinya Aileen mencari sertifikat tanah dan rumah yang dia yakini tersimpan rapi di lemari kamarnya. Sayangnya begitu dia periksa semua itu telah lenyap, hilang entah kemana. Lalu pria paruh baya di hadapannya itu menyodorkan berlembar-lembar kertas ke padanya sebagai bukti bahwa rumah yang dia tempati saat ini telah resmi terjual dengan cara yang sah dan legal di mata hukum.

Tak ada yang bisa menggambarkan perasaan Aileen saat ini, dia syok, marah, takut dan bingung di waktu yang bersamaan. Semua informasi ini bagaikan boom yang meledak tanpa hitungan waktu. Tiba-tiba sudah membuat tubuhnya hanucr dan berserakan entah kemana. Dia terjebak, tak ada lagi yang bisa dia pertahankan dan dia lakukan.

Rumah ini, rumah minimalis yang di bangun ayahnya sendiri dengan desain penuh cinta dan kasih dalam hayalan Ibunya harus Aileen lepaskan begitu saja. Rumah yang melindunginya sejak ia membuka mata di dunia ini sampai di umur ke dua puluh lima tahun kehidupannya. Sangat berat hal yang Aileen rasakan saat ini. Terlebih dia juga harus memikirkan nasib mahkluk kecil lain yang masih begitu rapuh dan polos, anaknya yang tidak tahu apa-apa.

Meysha tidak akan mengerti dengan segala masalah yang tiba-tiba datang di keluarga mereka. Gadis kecil itu tidak akan paham alasan mereka harus keluar dari rumah mereka. Lalu Aileen juga memikirkan kehidupannya setelah ini, dimana dia akan tinggal bersama putri kecilnya, bagaimana mereka akan melanjutkan hidup dengan layak jika satu-satunya tempat berteduh telah dirampas dari mereka.

"Saya... belum tau harus kemana, Pak," ujar Aileen dengan suara serak dan bergetar. Tangisnya sudah di ujung mata, tinggal menunggu waktu yang tepat untuk jatuh membahasai pipinya.

Pria di hadapannya menghela nafas, sejujurnya juga terlihat iba dengan kondisi yang Aileen alami, namun sebagai sesama pekerja yang punya tanggungjawab pria itu juga tidak bisa melakukan apapun.

A Gay at HomeWhere stories live. Discover now