Chapter Empat

4K 635 28
                                    

"Om, kenapa Om Nevan kerjanya malem?" pertanyaan Meysha membuat Nevan menoleh dengan cepat. Pria itu menatap gadis kecil yang sedang sibuk dengan mainannya dengan alis berkerut.

Sejak sejam yang lalu mereka sibuk dengan lego yang kemarin sengaja dia beli sebagai hadiah untuk Meysha.

Gadis kecil itu terlihat fokus dengan mainannya namun pertanyaannya barusan cukup membuat Nevan kaget.

Di sisi lain Aileen mencuri dengar percakapan mereka. Fokusnya yang sejak awal fokus pada tivi mulai sedikit mencuri pandang untuk melirik ke arah Nevan dan Meysha yang duduk di lantai.

Nevan terlihat bingung dengan pertanyaan Meysha barusan. Pria itu bahkan menggaruk kepalanya dengan canggung, padahal Meysha menanyakan hal yang mudah sekaligus hal yang juga jadi pertanyaan Aileen sejak tinggal bersama pria ini.

"Karena tempat kerja Om bukanya malem," jawab Nevan dengan ragu.

Meysha langsung menatap Nevan dengan tampang penasaran, sementara Aileen mengerutkan alisnya makin dalam.

"Om kerja dimana?" Meysha melanjutkan pertanyaannya.

"Eh, di.. di restoran," jawab Nevan cepat.

Meysha langsung mengangguk-angguk sambil membukatkan bibirnya. "Oh, jadi restoran Om Nevan cuma buka malem yah? Apa nama Restorannya Om? Meysha dan Mama juga mau makan di sana."

Aileen masih terus memperhatikan Nevan. Ada yang aneh dari gelatat pria ini. Nevan terlihat bingung dan takut ketika Meysha bertanya mengernai pekerjaannya. Padahal pria itu cukup menjawab dengan jujur, toh Meysha tidak akan tau dimana tempat kerjanya berada dan tidak akan bisa pergi sendiri ke tempat itu.

Sikap Nevan yang seperti ini malah makin menimbulkan rasa curiga di hatinya. Sejak melihat penampilan pria ini di pertemuan mereka dulu Aileen yakin ada yang aneh, namun dia tidak bisa menyimpulkan keanehan itu. Ditambah kini prilaku Nevan yang canggung, membuat Aileen merasa ragu aras keputusannya untuk tinggal bersama pria ini.

"Dimana sih, Om?" suara Meysha kembali terdengar, mungkin gadis kecil itu kesal karena terlalu lama menunggu jawaban dari pria itu.

"Venus," jawab Nevan dengan suara kecil.

Meysha menggerutkan alisnya sejenak namun kemudian mengangguk-angguk seolah mengerti dengan jawaban yang barusan Nevan berikan. Berbeda dengan gadis kecil yang kini sudah kembali fokus dengan mainannya mata Aileen kini tengah melotot dengan lebar. Mulutnya bahkan sedikit terbuka dengan reflek.

Aileen tahu tempat itu! Dia memang belum pernah ke sana namun mendengar namanya saja sudah membuat Aileen mengerti jenis orang seperti apa yang bekerja di tempat seperti itu. Dan kini dia malah tinggal bersama dengan orang itu? Membiarkan anaknya bersama orang itu?!

"Meysha, masuk kamar sekarang!" perintah Aileen tegas, membuat Meysha menoleh dengan kaget dan menatap Mamanya kebingungan.

Meysha nampak ingin protes, namun sorot mata penuh kemarahan yang terpancar di wajah Mamanya langsung membuat gadis kecil itu ciut dan perlahan mengikuti perintah wanita itu.

Setelah pintu kamar di tutup oleh Meysha, Aileen langsung mengalihkan pandangannya ke arah pria yang kini juga sudah menatap matanya dengan ekspresi kebingungan.

Aileen merasakan dadanya bergemuruh kencang. Wajah bingung Nevan terlihat polos dan.... menggemaskan di waktu yang bersamaan. Sudahkan dia bilang kalau Nevan terlihat tampan dengan tampilan rumahannya ini? Pria itu terlihat seperti malaikat yang turun ke bumi, bertugas khusus untuk menyelamatkan hidupnya dan Meysha. Namun nyatanya Aileen lupa bahwa kadang Iblis bisa menjelma jadi apapun untuk mendapatkan tujuan mereka.

"Kamu kerja di VeNus?" tanya Aileen dengan nada tenang yang coba dia kuasai.

Ekspresi kebingungan Nevan perlahan berubah, pria itu menatap Aileen dengan bianr terkejut dan malu di waktu yang bersamaan.

"Iya," jawabnya pelan.

Aileen menghela nafasnya yang mulai terasa berat. "Apakah kamu?..."

Aileen tidak bisa menyelesaikan kalimatnta sendiri, dengan ragu dia tatap baik-baik wajah Nevan yang kini menunduk. Pria itu tidak seperti yang Aileen bayangkan kan?

Ve Lexinus, atau sering disebut-sebut VeNus merupkan club yang cukup populer di Kota ini. Layaknya diskotik pada umumnya VeNus menjanjikan banyak kesenangan di dalamnya. Seperti yang dulu sering Aileen dengar dari teman-teman kampusnya bahwa VeNus memiliki lantai dansa yang luas, jenis alkohol yang komplit serta pelayanan yang luar biasa.

Tidak sembarang orang bisa memasuki VeNus, para pengunjung harus memiliki card member yang limited dan tak sembarang orang bisa memilikinya. Mereka setidaknya berasa dari kalangan borjuis yang bisa menghabiskan puluhan juta sekali duduk, atau orang-orang terpercaya yang di rekomendasikan oleh member sebelumnya. VeNus memiliki aturan yang ketat namun juga kebebasan yang menjanjikan. Tidak akan ada yang namanya penggerebekan atau razia mendadak ketika musik sedang dinyalakan, semua terasa aman dan terjaga.

Lebih dari itu VeNus juga berani memberikan hiburan lebih bagi orang-orang yang muak dengan 'zona aman'. Contohnya dengan memberikan akses seluasnya bagi pasangan sesama jenis.

Salah seorang temen Aileen dulu pernah nekat menjalin hubungan dengan Om-om, alasan cuma karena ingin menopang keuangan pribadinya saja, namun pengalaman yang dia dapatkan dari pria tua berhidung belang itu mampu membuatnya menginjak lantai VeNus. Pengalaman pertama yang kata temannya takkan pernah dia lupakan.

Dari temannya itulah Aileen mengetahui apa yang tersembunyi di balik gedung yang terlihat mengerlap di setiap malamnya. Di tempat itu tersimpan hal-hal menjijikan. Di penuhi oleh orang-orang penuh dosa.

"Apa kamu Gay?" Aileen bertanya secara langsung. Membuat Nevan kini menatapnya dengan tatapan putus asa.

Sejak awal Aileen harusnya memikirkan ulang rencananya. Tinggal serumah dengan orang asing bukanlah pilihan yang tepat, apa lagi orang yang bekerja di tempat segelap itu, dengan latar belakang yang... mengerikan.

Sejak awal dia harusnya sadar dengan semua prilaku yang Nevan tunjukan. Pria itu memakai pakaian mencolok, menggunakan make up tipis yang aneh serta bekerja di waktu yang tidak normal.

Aileen adalah orang yang paling membenci hal yang berbau freedom. Dia selalu merasa jijik ketika melihat aktivis-aktivis yang menyuarakan tentang kebebasan individu, kebebasan sex dan sebaginya. Dan dia adalah penentang LGBT!

Membayangkan pria dan pria atau wanita dan wanita yang saling becumbu membuat perutnya mual. Apa lagi harus mendengarkan segala alasan yang mereka utarakan sok logis itu, padahal tidak lebih dari sebuah pembelaan semata. Sejak dulu Aileen selalu melebeli mereka sebagai orang sesat, orang yang menyimpang dari kodratnya.

Aileen tidak bisa membayangkan kini dia malah tinggal satu atap dengan salah satu spesies ini? Membiarkan anaknya berinteraksi dengannya!!!

***

A Gay at HomeWhere stories live. Discover now