I

2.4K 361 6
                                    

Nampan mulai terisi oleh bahan masakan yang ingin Aludra ambil. Minyak wijen, saus sambal, daun bawang yang sudah dipotong, tomat, dan semangkuk besar nasi. Tidak lupa beberapa telur mentah diletakkan juga. Rencananya ia akan membuat nasi goreng ala kadarnya.

"Mas Keenan!"

Terdengar sayup-sayup suara dari salah satu kamar. Ya, Aludra sedang ada di rumah Keenan. Bukan dirinya saja, tapi bersama dengan sahabatnya juga.

Gadis yang sudah terbalut jaket itu pun membawa nampannya hati-hati. Menghampiri suara yang daritadi tidak berhenti berteriak nama kakaknya.

"Ntar Kak Al panggilin," ujar Aludra berdiri di depan kamarnya. Jujur ia tidak mendengar apapun selain suaranya.

"Makasih Mbak."

Aludra melengos. Mari kita tekankan. Aludra sudah berbaik hati untuk memperbaiki namanya dengan sebutan 'Kak'. Tetap saja anak itu memanggilnya dengan sebutan 'Mbak'. Sama menyebalkannya seperti Keenan, pantas jadi kakak beradik.

Seingat Aludra, Keenan masih ada di kamarnya. Lebih baik ia menghampiri kamarnya lebih dulu, baru ke tempat mereka berkumpul. Kamar mereka berdua bagaikan sabang dan merauke, seperti orang musuhan. Belum lagi dengan kamar orang tua mereka. Entah kontruksi rumah ini ada masalah apa sampai membangun kamar jauh-jauhan seperti ini.

"Nan. Lo masih di dalem 'kan?" Aludra berusaha mengetuk pintunya, tapi tak sengaja terdorong sedikit.

"Jangan dibuka! Gue lagi ganti baju," omel Keenan dengan suaranya yang khas itu.

"Gak sengaja," akui Aludra. Untung belum terbuka lebar, ia bisa menarik pintunya kembali. "Adik lo manggil tuh daritadi. Buruan sana," suruhnya.

"Iya, denger gue. Sana lo ke belakang aja."

Aludra memilih menurutinya, berjalan menjauhi kamarnya. Melirik kembali kamarnya yang kemudian Keenan keluar ke arah sebaliknya. Pikirannya teralih, tidak mungkin ia salah lihat.

Ia menggeleng. "Palingan juga obat biasa. Kak Oni juga ada di kamarnya," sangkalnya memilih melanjutkan perjalanan.

Sudah beberapa kali Aludra kemari, tapi ia baru tahu ternyata rumahnya mempunyai halaman belakang yang cukup besar. Sudah banyak peralatan masak yang diletakkan disana. Mereka berencana membuat perkemahan yang tertunda.

Yang harusnya mereka sudah menyiapkan rencana untuk berkemah di tempat yang pernah dikunjungi, tapi terpaksa batal karena Keenan tidak bisa meninggalkan adiknya sendiri di rumah, orang tuanya sedang lembur di kantor.

"Udah dateng? Darimana masuknya?" Aludra datang bersama Ace lebih awal, jadi sedikit terkejut jika mereka berdua datang. Terlebih lagi, pintu masuk hanya satu yaitu pintu depan.

"Transportasi," ucap Kai bangga dengan mengacungkan satu ibu jarinya.

"Teleportasi bego." Rio memukul kepalanya gemas. "Udah ngarang, salah lagi," cibirnya. Tangannya refleks membawa nampan yang dipegang Aludra. "Sejak kapan lo potong rambut?" tanyanya.

Rambut Aludra tidak pendek, hanya sebatas dada saja. "Udah seminggu lalu. Kata Kak Oni sekalian buang sial, yaudah gue nurut aja," jawabnya.

"Pantes nurut, dijanjiin sambil diwarnain ternyata." Karena bagi Kai, sulit untuk meyakinkan Aludra jika tidak dijanjikan sesuatu.

Bagian dalamnya saja yang diwarnain biru tua agar tidak terlalu ketahuan. Sisanya masih hitam. "Gimana? Bagus gak?" tanyanya mengibaskan rambut barunya itu.

"Lebih bagus lagi kalo warna merah, jadi bisa keliatan banget waktu dihukum di lapangan – AL!"

Jemari Aludra menjambak rambut Rio dengan kuat. "Ngomong apa tadi? Gue gak denger," pancingnya mendekatkan dirinya.

Cassiopeia : Nayanika ✔️Where stories live. Discover now