I V

2.1K 321 11
                                    

"Sudah sampai mana progress kalian?"

Orang yang ada di setiap sisinya menyenggol, seakan meminta Ace untuk menjelaskan semuanya. Padahal sudah sering ia menjelaskan kepada dosennya, tapi temannya ini sama sekali tidak mau mengalah.

"Lo aja yang jelasin. Jangan gue mulu," tolak Ace menatap Rendra yang sengaja menghindari pandangannya. Ia beralih ke sisi lainnya. "Lo juga jangan ngikut Rendra aja. Bantuin gue ngomong, Ra," serangnya. Karena pasti gadis ini tidak akan menolak permintaannya.

"Kalian bertiga ini lagi di bimbing ikut bussiness plan. Percuma otak kalian jalan, tapi tidak bisa menjelaskannya," sindir dosennya – Bu Leina. "Jelaskan Sora. Saya sudah bosan mendengar suara Ace," pintanya.

Gadis blasteran itu akhirnya menyerahkan diri untuk melakukan presentasi. Ia bangkit dari duduknya, mendapat serahan kertas dari Ace untuk dibacanya. "Perkembangannya sudah sampai organisasi dan manajemen, Bu. Tersisa aspek keuangan dan ekonomi sosial yang masih dalam tahap pembahasan," ujarnya.

Bu Leina mengernyit, mengambil duduk di depan mereka. "Bukankah perencanaan keuangan sudah kalian hitung sebelum membuat proposal?" tanyanya penasaran.

"Karena terjadi ketidakcocokan daerah, kami melakukan riset ulang. Saya dan Ace sudah melakukan riset ke daerah tersebut dan Rendra sedang melakukan observasi ulang," terang Sora sedikit meremat kertasnya, menyalurkan sisa kegugupannya. "Apa ada masalah, Bu?" Ia menangkap raut wajah Bu Leina yang berubah.

"Sebenarnya tanpa kalian cocokkan, itu tidak jadi masalah. Bisnis yang direncanakan juga belum tentu diterapkan di daerah yang kalian pilih." Bu Leina tahu pasti ucapannya sangat terlambat untuk diucapkan. "Tapi kalian bisa utarakan pendapat kalian saat presentasi nanti, itu pun jika kalian lolos di tahap seleksi. Mungkin bisa menjadi nilai plus untuk tim kalian karena mencocokkan harga baku," terusnya.

"Menurut Ibu, mending pilih yang mana?" tanya Rendra mengajukan dua pilihan.

Bu Leina menipiskan bibirnya. "Yang kedua. Saya lumayan salut dengan pemikiran kalian. Jika dipikir-pikir, jarang sekali ada yang mencocokkan wilayah seperti tadi. Apalagi kalian masih semester satu, saya sedikit bangga bisa jadi dosen pendamping kalian," pujinya tanpa ragu.

"Kita juga senang karena dapet dosen kayak Ibu. Lebih banyak denger masukan daripada harus kena omelan," celetuk Rendra. Mendapat pukulan kecil dari Ace, ia meringis. "Apa sih? Yang gue omongin itu betulan. Lo liat tuh dosennya si Ila, ngomel mulu kerjaannya. Gue kalo jadi si Ila udah nyerah kali," cerocosnya.

Tangan Ace berusaha menutup mulut Rendra yang kadang seperti knalpot rusak. "Gak usah ngomongin tim lain. Urusin aja dulu tim kita, tugas lo aja belum selesai," kelakarnya.

Bu Leina menggeleng, sudah biasa melihat keributan mereka berdua. "Kamu tidak lelah melihat mereka berdua bertengkar, Sora?" Pasti sulit untuk bertahan di tim yang sama dengan mereka.

Sora tersenyum tipis. "Itulah kenapa saya ada di tengah mereka 'kan, Bu?" Sebagai pelerai tentunya.

Dosen itu bangkit dari duduknya, mengantungi kedua tangannya di kantung celana. "Jika kalian ingin berkonsultasi lagi, panggil lewat pesan saja ya. Saya suka pindah-pindah tempat," pesannya sebelum beranjak pergi dari ruangan kelas.

"Rendra, selesaikan pekerjaanmu lebih cepat. Pengumpulan proposalnya sebentar lagi. Aku harus membuat simpulan," suruh Sora merapikan barang-barangnya selepas kelas barusan.

"Kenapa cuma gue doang yang disuruh?"

"Karena tugas gue udah selesai." Ace menggulung kertas, lalu memetung kepalanya. "Itu kan emang tugas lo. Lagian gue udah bantu survei tempat disana. Gak usah ngerasa ngerjain proposal sendirian," cibirnya. Matanya menyipit, melihat sesuatu yang aneh di tangannya. "Tangan lo kenapa?" Baru saja ia sadari jika lengan bawah kanannya terbalut perban karena tertutup oleh lengan kemejanya.

Cassiopeia : Nayanika ✔️Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu