V I I

1.7K 276 6
                                    

"Ayah?"

Karena tidak dapat menemukannya di ruang kerja maupun kamar, akhirnya ia menemukannya di tempat persembunyian ayahnya selama ini. Dan untuk kedua kalinya, Ace menginjakkan kakinya di lantai tiga yang tidak pernah dikunjunginya.

Ein entspannender Ort

Itu yang ia dengar dari ayahnya ketika ibunya menamai tempat untuk menenangkan diri. Sungguh. Jika ayahnya dulu tidak melarang dirinya untuk kemari, pasti akan selalu ia kunjungi setiap harinya saat sedang suntuk.

Yang ia rasakan saat masuk kesana benar-benar tenang. Pencahayaan yang cukup dari jendela besar yang terbuka gordennya, serta angin yang masuk melalui ventilasi. Belum lagi interiornya yang warnanya sama sekali tidak nyentrik. Bagaimana ibunya bisa berpikiran untuk membuat ruangan ini di dalam rumah?

Suaranya padahal sudah cukup menggema, tapi ayahnya tetap dalam posisi yang sama. Menghadap jendela.

"Ayah lagi apa?" tanyanya mulai menghampiri.

"Bermeditasi setelah beberapa hari tidak bisa Ayah lakukan," jawab Carlos seadanya. Tangannya menepuk permukaan lantai. "Sini," suruhnya lembut.

Ace menurutinya saja. Semakin kagum dengan pemandangan halaman belakangnya yang langsung hutan. Ternyata sebagus ini jika dilihat dari lantai 3. Belum lagi ia melihat gudang kecil yang pernah menjadi tempat persembunyian Dayana.

"Jika kamu ingin membahas pencarianmu, nanti saja. Sebentar lagi Ayah selesai," ucap Carlos yang sudah paham dengan kedatangannya. Matanya masih tertutup, fokus dengan pikirannya.

Anak laki-laki itu sama sekali tidak tahu kata 'sebentar lagi' bagi ayahnya berapa lama. Hampir satu jam, Carlos tidak menunjukkan tanda-tanda selesainya. Matanya yang sudah terbuka lebar, tiba-tiba ingin tertutup lagi. Merasa mengantuk terkena hembusan angin.

"Jangan tidur lagi," kekeh Carlos setelah melakukan ritualnya.

Kelopak matanya kembali terbuka. "Engga, Ace cuma nutup mata doang," kilahnya mengucek matanya. Ledekan Carlos semakin besar ketika melihat dirinya mulai menguap. "Ace gak ngantuk, beneran," ucapnya meyakinkan.

"Iya." Carlos mengalah. Bangkit dari duduknya. "Kamu ingin membahas apa?" tanyanya.

Ace ikut berdiri. "Sekarang Ace paham kenapa waktu itu Ayah bilang gak mungkin cari sesuatu yang nyatanya mustahil."

Carlos mengerjap, mencerna ucapannya.

"Tapi boleh Ace tau kenapa ayah mau penyelidikan kita dirahasiain dari Kakek? Toh Kakek juga pasti bakalan tau–"

Pria itu menggeleng. "Bukan dia. Ayah sudah bicara dengan Beliau, tapi Beliau menyangkal dugaan kamu. Dia sama sekali tidak menyuruh orang untuk mengikutimu," selanya cepat. "Ada orang lain. Entah itu dari pihak Zayn–"

"Balik ke pertanyaan Ace, Yah." Ace paling tidak suka jika pertanyaannya dilewatkan begitu saja.

"Itu sama saja Ayah menyuruhmu masuk ke dalam bahaya," jawab Carlos. "Inilah mengapa Ayah membuat tim kalian menjadi sistem rahasia, supaya kakekmu tidak tahu apa yang kamu lakukan di belakangnya. Beliau hanya takut jika cucunya bernasib sama dengan anak semata wayangnya," lanjutnya.

"Ayah gak takut kalo kekhawatiran Kakek benar?"

"Pertanyaanmu salah," ralat Carlos. Mengambil duduk kembali di kursi tua yang berdecit. "Harusnya 'Ayah siap untuk membiarkan satu-satunya keluarga ditempatkan dalam bahaya?' karena yang kamu tahu, semuanya sudah menjadi keputusan Leoni. Menempatkanmu disana adalah cara terbaik Ayah supaya kamu tidak pernah bertanya tentang Mentari. Nyatanya ada cucunya yang membuat kerusuhan di sekolah," kekehnya miris. "Jangan heran jika Beliau terus memaksamu untuk ikut kesana."

Cassiopeia : Nayanika ✔️Where stories live. Discover now