X X

1.3K 262 7
                                    

"Gue rasa lo masih sakit sih ini."

Laki-laki yang sedang menutup wajahnya dari balik lutut itu pun masih menyesali perbuatannya barusan. Entah ada yang di pikirannya sampai bisa berbuat seperti itu kepada sahabatnya sendiri.

Ya, Ace akui dirinya masih menyukai gadis itu!

Tapi Ace bukan tipe orang yang agresif. Tekankan jika ia melakukan ini berhenti diperkenalkan kepada perempuan-perempuan itu. Tiba-tiba saja Tuhan mengirimkan sahabatnya sendiri dan pikirannya tidak bisa berpikir dengan jernih.

Sekarang mereka sedang berdiskusi di dalam kamar mandi. Kamar mandi di kamar hotelnya tadi dan di luar sana sudah ada tiga orang tua yang menunggu kejelasan dari anak-anaknya.

Aludra masih setia mengomelinya dengan kata-kata yang sudah jarang sekali ia dengar. Seakan sedang meluapkan emosinya atas perlakuan Ace tadi. Salahnya juga tidak memberi tahunya. Itu yang Ace sesali sekarang.

"Lo gak cape ngomel–"

"Setidaknya ngomong yang jelas, biar gue gak kayak orang bego disana."

Selaan Aludra membuat kepalanya mendonggak. Mengerjap sejenak. "Lo daritadi ngomel cuma karena masalah itu?" tanyanya bingung.

Tangan yang masih memegang kening pun masih memasang raut jengkelnya. "Menurut lo apa?" tanyanya balik. "Kalo mau ngelakuin satu rencana bareng-bareng, lo kasih dulu konteksnya yang jelas. Jangan tiba-tiba nyosor aja. Ini kening, bukan bantal," omelnya lagi.

"Iya. Kan gue udah minta maaf."

"Permintaan maaf lo telat. Tuh orang tua udah pada nungguin kita ngasih kejelasan. Bangun lo!" pinta Aludra.

"Galak banget," sindirnya. Walaupun masih terlihat jengkel, justru Ace semakin menyukainya. Jika Aludra sedang tidak mengamuk, mungkin ia akan memainkan pipinya karena merasa gemas. "Terus mau gimana? Gue minta maaf, malah gak diterima," ucapnya sambil berdiri kembali.

"Mau gimana lagi, udah terlanjur. Lanjutin aja rencana lo itu." Jari telunjuknya menunjuk keningnya sendiri. "Tapi inget, yang begini jangan lagi kalo gak ada aba-aba. Lo jadi orang ketiga yang nyium gue disini," peringatinya.

"Yang pertama sama kedua siapa?"

Menangkap raut wajahnya yang penuh selidik, tiba-tiba saja Aludra punya ide untuk mengerjainya. Hitung-hitung balas dendam atas kejadian tadi. "Bukan urusan lo." Aludra berusaha mungkin menahan tawanya ketika rencananya berhasil untuk membuatnya jengkel. Agak sedikit keterlaluan, tapi itu balasannya. Siapa suruh menaruhnya dalam situasi itu?

"Yaudah." Ace sebenarnya masih penasaran, tapi ia sembunyikan dahulu agar permasalahan ini cepat selesai. "Kita di depan sana pura-pura pacaran. Lo setuju?" Sekarang rencananya harus melalui surat persetujuan dari calon partnernya malam ini.

"Cuma malam ini?"

Ace menggeleng. "Sampe kakek gue balik lagi ke Jerman. Gue yakin ada sesuatu yang dilakuinnya setelah dia tau gue punya pacar. Jaga-jaga aja. Masih gapapa?"

Cukup lama Aludra berpikir tentang hal itu. Masalahnya Aludra juga tidak tahu cara menjelaskan kepada papanya. Tahu sendiri papanya sangat posesif, ia lebih memikirkan nasib Ace dibandingkan dirinya sendiri.

"Ayah pasti ngasih pengertian ke papa lo, tenang aja. Ayah pernah jadi supervisor di Cassiopeia, nyakinin orang tua kita bukan hal yang susah buat dia," lanjut Ace seakan membaca pikirannya.

"Disini gak ada yang tau tentang kita 'kan?"

"Udah dua jam gue disini, gue cuma dikenal sebagai cucunya Kakek. Gue rasa aman-aman aja sih identitas kita berdua. Jadi gimana?" Ace masih menunggu keputusannya.

Cassiopeia : Nayanika ✔️Where stories live. Discover now