X X I I I

1.2K 261 8
                                    

Tatapan yang hampa terus memandangi sepatu yang dipakainya untuk melangkah. Pikiran kosong seakan tidak ingat dengan kejadian yang baru di alaminya beberapa jam lalu. Bahkan Ace tidak tahu harus berekspresi seperti apa sekarang.

Semuanya terlalu ... cepat.

Kadang ia berpikir, begini saja kah kemunculan kakeknya di dalam hidupnya? Membuat keributan dan pergi begitu saja? Ace belum menyempatkan dirinya untuk berbicara berdua dengan apa yang diharapkannya saat pesta itu diadakan. Mana ia tahu jika malam itu adalah hari terakhirnya ia bisa melihat kakeknya hidup dengan senyum yang terpancarkan dari wajahnya.

Tepat di hari ulang tahun ibunya.

Rasanya campur aduk. Belum lagi ia harus berangkat lomba pagi ini, mana bisa ia presentasi dalam perasaan seperti ini. Tapi mengingat perjuangan mereka, Ace sama sekali tidak ingin mundur karena hanya permasalahan pribadi.

Sekarang Ace sudah berada di lorong rumah sakit setelah berganti baju sambil membawa almamater kampusnya. Tujuannya kembali lagi karena mendengar kabar dari ayahnya jika ada Sora disini.

"Sudah kubilang untuk menjaganya ketika aku sudah tidak ada."

"Kerja kalian memang tidak pernah becus."

"Hanya menjaga Papa. Sulit sekali kah?"

Sorot matanya tertuju pada gadis yang keadaannya sudah berantakan sedang menendang tulang kering satu pengawal berulang kali. Tanpa ampun ia lakukan itu seakan sedang meluapkan emosinya. Raut wajahnya terlihat sangat kecewa dengan kinerja mereka.

Ace berdecak, ia berlari kecil menghampirinya. Mengeratkan pegangan di lengannya. "Mau lo ngomel-ngomel kayak gitu, gak akan ngerubah kenyataannya." Ia melihat kaki pengawal itu yang sudah bergetar, pasti Sora sudah menyiksanya sejak tadi. "Ikut gue sekarang," suruhnya.

"Bilang sama Rendra, aku tidak akan ikut kesana." Sora berusaha melepaskan cekalannya itu, tapi sayangnya Ace terlalu kencang mencekalnya. "Lepasin, Ace. Aku mau disini," pintanya lirih.

"Lo mau disini karena mau ngomelin mereka terus 'kan?" Tidak akan Ace lepaskan. "Gue tau lo sedih sekarang, gue bisa rasain itu. Tapi kalo lo disini terus, gak akan ada gunanya. Kakek masih harus di otopsi, bakal lama prosesnya sebelum lo bisa ketemu sama dia," ujarnya getar.

"Kamu yang tidak pernah peduli dengan keberadaan Beliau."

Langkahnya terhenti, menatap Sora yang terdiam.

"Dari awal, kamu yang tidak pernah menganggap Beliau itu ada. Beliau hanya menjadi penganggu di keluarga kalian, itulah kenapa kamu tidak sedih jika kehilangan Beliau sekarang," ujarnya dengan kekehan. Jarak di antara mereka semakin dipersempit. Tersenyum miris. "Jelaskan kepadaku. Kamu sebenarnya senang 'kan Beliau sudah tidak ada sekarang?" Mencoba provokasinya.

PLAK!

Sora terkejut dengan perlakuannya barusan. Ace yang dikenalnya baru-baru ini bisa menampar pipinya sampai membuatnya terhuyung.

"Gue gak pernah berlaku kasar sama perempuan, tapi omongan lo keterlaluan untuk orang yang lagi bersedih," hardik Ace. "Terserah lo mau permaluin gue karena gue nampar perempuan, itu hak lo sekarang." Matanya semakin dipertegas. "Jangan pernah sekali-kali tarik kesimpulan gak berdasar kayak gitu. Bukan lo doang yang berhak sedih terus seenaknya nyalahin orang lain atas kematian Kakek," kecamnya.

Tangan kanannya masih bertumpu pada dinding, sedangkan tangan kirinya masih mengusap pelan pipinya yang terkena tamparan. Terdiam layaknya patung yang tidak tahu harus melakukan apapun.

Langkah Ace yang tadinya sudah meninggalkan Sora, kemudian berhenti. Menoleh ke belakang. "Kalo lo gak mau ikut, silakan konfirmasi sama Bu Lei biar cepet cari pengganti lo. Lo yang udah berpendidikan, harusnya tahu sikap profesional itu seperti apa," peringatinya sebelum melanjutkan perjalanannya.

Cassiopeia : Nayanika ✔️Where stories live. Discover now