X X X V

1.5K 267 5
                                    

Kalau ditanya, apakah Dayana pernah membayangkan sesuatu yang tidak ingin terjadi di dalam hidupnya? Jawabannya ada. Pertama, pernah menjadi bagian dalam keluarga pembunuh. Kedua, melihat Arlo bunuh diri begitu saja.

Ketiga, berhadapan dengan seluruh anggota Cassiopeia.

Alasan pastinya hanya satu, ia pasti sedang melakukan kesalahan. Dan lihat saja, tatapan Leoni sudah seperti sedang merencanakan rencana pembunuhan berencana dengan kawanannya.

Tahu ulah siapa? Ya, sepupu tirinya yang tiba-tiba memutuskan bunuh diri itu.

Ia pikir ia akan terbebas begitu saja setelah memantau Aludra. Nyatanya sepupunya yang satu itu memang sengaja mengeratkan dirinya ke dalam Cassiopeia supaya tidak gampang terlepas.

Dipikir Dayana takut menghadapi mereka semua? Takut. Memang siapa yang tidak takut dengan mereka? Jika bisa memilih, ia masih punya celah untuk kabur dari mereka.

"Na, lo gugup?" tanya Elora menyadarkan lamunannya sambil menjentikkan jarinya.

"Engga." Jika boleh jujur, Dayana lebih ingin menangis sambil meminta tolong. Tapi apa boleh buat, mereka mengurungnya di dalam markas yang pertama kali ia masuki. "Tapi emang harus banget sampe ngumpul sepuluh orang gini?" tanyanya heran.

Masalahnya pertama kali ia tahu masalah ini ketika Ace menghampirinya saat itu di sekolah. Mengatakan yang tidak masuk akal di benaknya sampai membuat ia berpikir kembali tentang rencana Arlo beberapa bulan lalu. Dipikirnya ia harus menjelaskan ke mereka berlima saja, nyatanya Ace membawa rombongannya.

"Lo yang bawa kita bertiga ke dalam rencana lo itu, yang artinya kita bertiga terlibat," sahut Leoni membuka suara. Mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Mereka berlima ... dari awal mereka terlibat. Kalo Yola sama Revan jangan ditanya. Diajak gak diajak, bakalan tetap ada disini."

Bagaimana tidak, Leoni sangat kelelahan jika harus menghadapi sifat Revan itu. Jika bukan karena keahliannya, mana mungkin ia betah mempertahankan Revan di dalam timnya. Yola? Kebetulan saja anak itu ingin bertemu dengannya.

"Nan, lo duduk sebelah Dayana," suruh Aludra sambil menilik.

"Kenapa gue?" Padahal tujuan mereka hanya menanyai Dayana, bukan dirinya.

Aludra menatapnya sinis, belum sampai tangannya melayang untuk memukul. "Nurut aja sih," gerutunya.

"Sebentar." Leoni pikir ada yang kurang. "Ace, lo juga duduk sebelah Dayana," suruhnya. Kalau begitu, urutannya akan matang.

Ace menunjuk dirinya sendiri. "Gue juga, Kak?" tanyanya bingung.

"Lo yang ikut bareng Dayana tadi, tambahin kalo ada yang kurang," alasan Leoni. "Udah sana lo berdua duduk di depan kita," perintahnya yang tidak boleh diganggu gugat.

Mau tidak mau, mereka berdua benar-benar memindahkan tempat duduknya. Setidaknya dengan begini, Dayana tidak terlalu terintimidasi dengan sidang dadakan itu.

"Sifat kalian berdua jadi semakin mirip." Matanya yang terus memainkan ponsel, tanpa sadar Revan bergumam demikian.

"Gak mau dimiripin!" seru Leoni dan Aludra bersamaan.

Kepalanya mendonggak, bahkan Revan saja lupa apa yang dibicarakannya barusan. "La," adunya saat mendapat sinisan dari dua bersaudara itu.

Yang terpanggil pun menepis tangannya pelan. "Jangan panggil gue," tolaknya.

Kebiasaan seorang Revan adalah mengadu. Mau apapun permasalahannya, Yola yang menjadi tempat aduannya. Padahal jelas Revan yang lebih tua darinya, tapi ia yang seperti sedang mengemong anak bayi. Bahkan bayi pun tidak mau disamakan dengan Revan.

Cassiopeia : Nayanika ✔️Where stories live. Discover now