X I

1.5K 255 3
                                    

"Kalo bisa sih tugas kalian dikelarin dulu. Bu Leina lagi urus surat dispensasi untuk hari-H doang."

Jelas pemberitahuan itu mengalahkan isi pikirannya sekarang. Termenung sambil memangku dagunya. Tangan satunya mencoret kertas tidak jelas sejak tadi.

"Kakek lo terlibat."

Itu yang membuatnya kepikiran selama berhari-hari. Kakeknya terlibat dalam hal apa pun ia tidak mengerti. Arnold kah yang menyuruh Zayn melakukan itu? Sangat tidak mungkin. Lagi pula itu anaknya, tidak mungkin ada orang tua yang ingin membunuh anaknya begitu saja.

Stalker.

Itu lagi. Masih ada kemungkinan keterlibatan kakeknya. Ace mengacak-ngacak rambutnya, frustasi dengan semua pemikirannya itu.

"Gila gue," gumamnya.

"Lo denger gak sih daritadi kita diskusi?"

Ace mengerjap. Bahkan ia saja tidak tahu kapan mereka mulai diskusi, bagaimana ia bisa mendengarkan semuanya? "Maaf," ucapnya tidak enak. Diraihnya gelas di sebelahnya, diteguk sampai habis.

"Kelihatan sekali kamu sedang banyak pikiran. Hal pribadi?"

"Asal lo tau, Ra, tuh anak udah bolos hampir seminggu. Bisa lo bayangin gimana caranya dia jawab pertanyaan dosen tentang bolosnya itu."

"Cuma dua hari, Ren. Gak usah berlebihan." Walaupun jatah bolosnya terselamatkan karena hari libur.

"Tetep aja seminggu," sangkal Rendra bersikukuh. "Pokoknya lo harus masuk besok. Sepi banget bangku di sebelah gue, berasa ditinggal selamanya," mohonnya.

"Lebay." Bukan Rendra namanya jika tidak hiperbola. "Diskusi apa tadi?" Kali ini Ace sudah bisa fokus lagi.

"Bahas keberangkatan kita. Karena kita hanya diijinkan satu hari, jadi di hari itu juga kita harus kembali untuk kuliah besoknya. Bu Leina sudah–"

"Sebentar." Masih ada di mejanya, Ace melihat kalender yang ditandai. "Bukannya besoknya kita libur? Kan hari sabtu?" Tanggal yang ditandainya memang itu.

"Dimajuin dua hari. Makanya daritadi didengerin," omel Rendra.

"Masa cuma dapet dispen sehari doang? Acaranya di luar kota lho. Lagian lomba kayak gini 'kan bawa nama univ juga, aneh aja," protesnya tidak terima.

"Bu Leina sedang usahakan hal itu, tinggal kita tunggu saja. Pengumuman tanggal dimajukan juga mendadak, pasti sulit untuk meminta ulang dispensasinya," sahut Sora menenangkan.

"Bukan lo doang yang mau protes, tapi kita juga."

Kembali memperhatikan kalender, Ace terdiam. Goresan tinta merah itu juga menandai tanggal tersebut. "Kalian yakin hari rabu acaranya?" tanyanya hati-hati.

"Iya. Ngapain juga kita bohong. Emang lo ada acara lain?"

Pasti ada dan selalu ada di setiap tahunnya.

Ulang tahun Ibu.

Dari berbagai kesibukannya, bisa-bisanya Ace sampai lupa dengan hari ulang tahun ibunya. Selalu dirayakannya setiap tahunnya di makam. Carlos juga pasti akan mengambil hari libur dan tidak bekerja sama sekali. Saling bertukar cerita, berjanji tidak akan merasa sedih, dan bersenda gurau.

"Eh beneran lo ada acara? Tapi lo harus presentasi."

Sungguh keputusan yang sulit untuk Ace ambil. Bimbang memilih di antara keduanya. Ulang tahun ibunya masih bisa dirayakan tahun depan, tapi pasti Ace merasa tidak enak hati. Tidak bisa juga Ace mengundurkan diri, itu sama saja ia tidak profesional dan merugikan timnya.

Cassiopeia : Nayanika ✔️Where stories live. Discover now