X V I I I

1.5K 249 1
                                    

Apa Ace bilang, sakitnya bukan hanya sekadar lewat begitu saja lalu hilang dalam sekejap. Bukannya semakin membaik, malah semakin memburuk. Sudah hari ketiga ia berdiam diri di dalam kamar tanpa kemana-mana. Itu pun larangan dari ayahnya.

Justru ini yang semakin membuatnya kepikiran. Sulit mengatur waktu untuk berlatih dan istirahat. Giliran saatnya istirahat, malah kepikiran tentang presentasi yang baru dilakukannya. Kapan ia akan sembuh jika begini terus?

"Sedikit lagi, Ace."

Ace menggeleng, menjauhkan sendok yang terulur di depan mulutnya. "Ace udah kenyang, Bi. Beneran." Tidak, ia hanya sedang tidak mood makan saja sekarang.

"Kalau Tuan tahu makan malammu hari ini tidak habis, mungkin besok kamu tidak diperbolehkan mengikuti lomba itu," bujuk Bi Moi pantang menyerah.

"Makanya Bi Moi jangan kasih tau Ayah."

Rasanya Bi Moi belum pernah momong anak, tapi sekalinya punya majikan macam Carlos dan Ace, ingin langsung mengelus dada. Ingat, Bi Moi yang paling tahu seluk beluk keluarganya.

Baginya, Ace masih anak-anak yang harus diurusnya. Bahkan semua peran ibu selalu ia terapkan kepadanya agar tidak pernah merasa kehilangan sosok ibunya.

Berbeda dengan Carlos. Bi Moi bekerja disana sebagai pembantu, tapi Carlos seakan menganggapnya sebagai sekretarisnya. Terkadang berkas dari sekolah yang dibawanya ke rumah, harus Bi Moi juga yang membereskannya. Tidak jarang juga ia harus ikut menyelesaikannya. Padahal Bi Moi hanya lulusan SMP, mana paham hal beginian!

Peran Bi Moi sangat multifungsi.

Untung saja keempat anak itu hanya sesekali main kemari, jadi ia tidak perlu menambah empat anak piyik untuk diurusnya.

"Lo abisin makanannya biar sembuh. Gak bosen apa diem mulu di kamar?"

"Bosen lah. Pegel banget tangan gue diinfus terus," gerutu Ace.

Inilah alasan keberadaan Bi Moi disini. Menyuapinya sampai waktu yang tidak bisa diprediksi kapan selesainya. Karena Ace paling tidak suka di rawat semacam itu, alhasil di rawat jalan dengan infus berisikan vitamin.

Bi Moi paling mengharapkannya besok sudah sembuh agar tidak perlu susah-susah menyuapinya. Sebentar lagi pun ia akan kena omelan dari ayahnya perkara makanan.

"Kalian bertiga besok UTS? Rajin banget belajar bareng-bareng," sahut Ace melihat layar tabletnya.

Panggilan yang terhubung hanya dua, Keenan dan Kai. Device Keenan sudah menampilkan Rio dan Aludra sedang belajar.

"Gue dipaksa. Padahal udah ngendap-ngedap keluar sekolah, tapi masih aja ketauan sama mereka," cibir Aludra dengan memayunkan bibirnya.

"Kelas lo tuh sebelahan sama gue, Al. Mau lo keluar terus turun tangga, pasti lewatnya kelas gue. Gimana caranya gue gak liat?" Rio memukul kepalanya dengan gulungan kertas. "Sebagai alumni, apa iya gak mau saling spill materi mapel yang pernah keluar di UTS gitu?" Licik memang, tapi apa gunanya punya relasi jika tidak bertanya?

"Heh. Kalo gitu caranya, lo kasih tau aja UTS lo kemarin ke gue. Gak perlu gue repot-repot belajar," sungut Keenan tidak terima.

"Sorry, kalo lo mah urusannya beda. Salaman dulu." Dengan hebatnya, Keenan nurut saja ketika Rio mengajaknya bersalaman. "Itu akan menjadi urusan masing-masing. Deal?"

"Deal!" sorak Aludra yang rupanya menjadi suporter Rio.

"Gak bisa gitu lah. Masa gue di anaktirikan?"

"Siapa suruh boncel sendiri."

"Selamat, Al. Semoga bisa pisahin mereka berdua," ujar Ace yang sudah mencium tanda-tanda pertikaian. "Lagi, Bi," pintanya. Butuh tenaga untuk melihat mereka bertengkar.

Cassiopeia : Nayanika ✔️Where stories live. Discover now