6. Let's Do It

1.8K 106 20
                                    

ENAM
Let's Do It
⠀⠀

⠀⠀Tadi, akhirnya Sehun dan Sashi mengumumkan bahwa Sashi hamil, sudah delapan minggu. Dan benda di dalam amplop itu adalah foto USG yang masing-masing ditulisi pesan oleh SaSe. Punyaku bertuliskan, 'annyeong Tante Ar! Nanti ajarin aku jadi feminis yaa!'. Kami benar-benar berteriak heboh sampai Zayna dan Baby V menangis ketakutan.

⠀⠀Tapi sekarang, saat malam turun, dan kebanyakan tetamu sudah pulang, aku duduk sendirian di tepi kolam renang SaSe.

⠀⠀Tidak benar-benar sendirian, sih. Karena kucing-kucing Blackpink merubungiku, naik-turun sesuka hati. Jennie bahkan melompat ke kepalaku—hampir saja aku melempar kucing itu ke kolam saking kagetnya. Dhea bilang mungkin karena aku sering makan ikan jadi aku berbau seperti wetfood, tapi yang benar saja.

⠀⠀Rosé berjalan sepanjang tepi kolam, sesekali mendesis ke air seolah kolam itu baru saja mengejeknya.

⠀⠀Kenapa Tuan dan Nyonya Oh punya kolam renang padahal Nyonya Oh takut air, jangan tanya aku. Yang jelas, kolam ini menjadi spot terasyik untuk menggalau.

⠀⠀Aku menghela nafas.

⠀⠀Bukannya aku tidak senang. Aku benar-benar bahagia untuk SaSe, sungguh. Sudah cukup lama mereka menantikan ini, dan aku tahu mereka akan menjadi orang tua yang luar biasa.

⠀⠀Namun, masalah ketika kita menjadi manusia adalah : manusia itu makhluk kompleks. Kita tidak hanya punya satu sisi. Begitu juga dengan perasaan. Perasaan adalah sesuatu yang kompleks—kita bisa merasakan begitu banyak hal dalam satu waktu. Dan itu bukan berarti kita palsu, hanya ciri bahwa kita manusia.

⠀⠀Dan sekarang, di antara rasa bahagiaku, ada sedikit kepahitan disana. Satu lagi temanku akan menjadi member dari Motherhood Club.

⠀⠀Banyak yang mengira aku adalah feminis yang buruk karena menginginkan anak. Oke, seperti yang kubilang, aku memang bukan feminis yang baik, tapi tidak ada yang salah dari menginginkan anakku sendiri. Tetap saja mereka mengira, karena aku berkoar-koar untuk tidak punya anak kalau belum siap, seharusnya aku tidak ingin anak, kan?

⠀⠀It's sad how the point just went through their heads like that. Poinnya adalah : Kalau. Belum. Siap. Aku mendukung freedom of choice, bukan sekedar menghindari hal-hal feminin. Seorang wanita tidak ingin punya anak? That's okay. Seorang wanita sudah mengedukasi dan menyiapkan diri untuk memiliki banyak anak dari keinginannya sendiri? That's also okay.

⠀⠀Dan sekarang, keinginanku adalah memiliki anak. Melihat satu demi satu teman-temanku memiliki anak-anak mereka sendiri, keinginan itu semakin kuat.

⠀⠀Tapi apa yang terjadi? Aku ditolak telak-telak oleh kandidat terbaikku. Satu-satunya kandidat yang lolos. Pahit dari penolakan itu masih terasa di ujung lidahku, tapi aku mengerti alasan Chanyeol. Itu pasti sesuatu yang terlalu aneh untuknya.

⠀⠀Mungkin… Mungkin aku bisa menurunkan standarku sedikiiit? Maksudku, tidak harus dengan Chanyeol, kan? Ada jutaan laki-laki di dunia ini—

⠀⠀TIDAAAAK!!! KAMI INGIN DIA! Sel-sel telurku menjerit.

⠀⠀Baru saja akan protes pada sel-sel telurku yang terlalu picky, terdengar suara pintu geser membuka dan menutup di belakangku. Menoleh, aku terdiam.

⠀⠀Karena Park Chanyeol muncul di sana, dengan dua gelas kopi di tangannya. Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya duduk di sebelahku, kaki menggantung ke air kolam renang.

⠀⠀Masih tanpa bicara, ia menyodorkan satu gelas padaku.

⠀⠀"Makasih," aku bergumam, menerima gelas itu. Kopi dingin, seperti yang biasa kuminum.

⠀⠀"Aku tahu kau akan sedikit sedih karena pengumuman SaSe tadi," ujar Chanyeol akhirnya.

⠀⠀"Benar. Aku senang untuk mereka, tapi tetap saja…"

⠀⠀"Kau benar-benar menginginkan anak, ya?"

⠀⠀"Sangat. Aku bahkan membeli sepasang sepatu boots dan menyimpannya di kamar. Sebagai pengingat."

⠀⠀Chanyeol menelengkan kepala, menyesap kopi hitamnya sendiri. "Selama ini aku tidak pernah benar-benar berpikir sedalam itu tentang anak. Aku memang ingin, tapi karena obrolan kita waktu itu, aku jadi berpikir. Kenapa aku menginginkannya? Dan seberapa besar aku menginginkan itu?"

⠀⠀Aku tidak menyahut, membiarkan Chanyeol berbicara.

⠀⠀"Apakah aku berani melakukan apapun untuk mendapatkan anak yang kuinginkan, sepertimu? Karena keputusanmu benar-benar berani, Ar. Tidak semua orang sanggup menghadapi resikonya."

⠀⠀Mataku menunduk pada gelas kopi, yang hampir tercelup buntut Jisoo. "Lalu, apa hasil perenunganmu itu?"

⠀⠀"Awalnya, aku yakin aku tidak menginginkan anak sebesar itu. Bukankah anak-anak sangat merepotkan? Biayanya juga besar. Begitu banyak yang harus dikorbankan untuk mereka. Tapi kemudian… tiba-tiba saja, aku terbangun dengan perasaan yang berbeda. Aku sadar, aku menginginkan anakku. Kedengarannya aneh, kan?"

⠀⠀"Tidak juga." Aku menggeleng, menyentil buntut Jisoo yang hampir masuk ke gelas lagi. "Dunia ini saja bisa dibolak-balik Tuhan dengan mudah, apalagi hati manusia."

⠀⠀Chanyeol mengangkat alis, tapi kemudian mengangguk setuju. "Kurasa kau benar. Dan aku mengerti alasanmu, akhirnya. Aku juga ingin memberikan cinta sebanyak yang kubisa. Memeluk anakku sendiri, melihatnya tumbuh…"

⠀⠀Ketika aku melirik laki-laki itu, aku bersumpah bisa melihat matanya mulai berkaca-kaca.

⠀⠀Ia mengerjap-ngerjap. "Selama ini, aku hanya merasa itu tidak mungkin, karena aku gay. Tapi, melihat kenekatanmu…"

⠀⠀Suara Chanyeol menghilang. Aku menggeser buntut Jisoo untuk kesekian kalinya dari gelas. Tiba-tiba saja, jantungku berdentam lebih keras…

⠀⠀"Kalau tawaranmu masih berlaku, aku akan melakukannya."

⠀⠀"!!!!" Aku terlonjak, kopi di gelasku bergoyang dan menetes ke bulu putih Jisoo yang mengeong protes. Tapi aku tidak sempat memikirkan kucing itu, karena… "Kau mau melakukannya?"

⠀⠀Mata bulat Chanyeol menatapku lekat-lekat, irisnya menggelap bagai dua danau hitam yang dalam. "Ya, aku akan melakukannya. Kalau kau membiarkanku ada di hidup… anak itu."

⠀⠀Rasanya aku dan seluruh sel telurku ingin mencebur ke dalam kolam dan jungkir balik seperti lumba-lumba saking senangnya. Kita mendapatkannya! Kita mendapatkan gen titisan dewa, yeoreobun!

⠀⠀Tapi aku teringat bahwa aku tidak bisa berenang, jadi kuurungkan niat untuk cebur-ceburan. Berdeham-deham, aku berusaha keras mengendalikan euforia. "Tentu saja. Itu bisa diatur. Kita bisa membicarakannya dan membuat kesepakatan, atau apapun itu."

⠀⠀"Oke." Angguk Chanyeol. "Tapi… bagaimana kita melakukannya? Maksudku… kalau di Korea, IVF hanya diperbolehkan untuk pasangan yang sudah menikah."

⠀⠀"Sama dengan Indonesia," jawabku santai, sebelum tersadar. Kalau kami tidak bisa melakukan IVF, berarti…?

Notes
IVF : fertilisasi in vitro, alias bayi tabung.

Best Knock Up PlanWhere stories live. Discover now