28. Confronting Ownself

1K 66 6
                                    

DUA PULUH DELAPAN
Confronting Ownself
⠀⠀

⠀⠀Beberapa bulan berlalu, dan aku masih bertanya-tanya apakah ini semua adalah mimpi.

⠀⠀Pertama—karena aku sudah bisa memeluk Sena dalam dekapanku. Dia hidup, bergerak, hangat. Menangis. Tertidur. Aku bisa menghabiskan seluruh hidupku hanya untuk memperhatikan Sena tidur—bagaimana dada mungilnya naik turun dengan teratur, atau menyusuri kelopak matanya yang terpejam. Menebak-nebak apa yang sedang ia mimpikan ketika bibirnya bergerak dalam tidur.

⠀⠀Selain Sena, faktor kedua adalah Chanyeol. Sungguh, aku tidak mengerti kenapa Chanyeol masih ada di sini, di rumahku. Dia tidur di kamar tamu, tapi selalu sigap muncul ke kamarku setiap kali Sena menangis. Tidak hanya itu, dia juga membantuku mengurus rumah tanpa pernah kuminta.

⠀⠀Chanyeol hanya meninggalkan rumah satu atau dua kali—saat visanya hampir habis dan dia pamit pulang ke Seoul, untuk muncul lagi keesokan harinya. Orang gila. Itu berarti dia hanya menghabiskan sepuluh jam di Seoul sebelum naik ke pesawat lagi, kembali menuju Jakarta.

⠀⠀Setiap kali aku bertanya kenapa, jawabannya selalu sama : karena dia belum siap berpisah dengan Baby. Kalau sudah seperti itu, tentu saja aku tidak bisa mengatakan apapun lagi selain membiarkan Chanyeol melakukan semua yang dia mau.

⠀⠀Sedang asyik-asyiknya melamun, tangisan Sena menyapa telingaku. Secara otomatis, mataku membuka dan tubuh bangkit duduk di ranjang, memperhatikan boks bayi di pojok ruangan. Bersamaan dengan itu, pintu kamarku terbuka tanpa suara. Chanyeol melangkah ke dalam, memanjangkan leher demi mengawasi Sena juga.

⠀⠀Mata kami berpandangan, saling melempar angguk paham. Aku dan Chanyeol sedang mencoba menerapkan the pause—suatu metode untuk tidak terburu-buru mengambil Sena dari boks saat ia menangis. Kami akan menunggu satu atau dua menit—kalau Sena kembali tenang dengan sendirinya, berarti dia hanya mendusin. Tapi jika setelah itu masih menangis, barulah kami bergerak mencari penyebabnya. Katanya sih, anak bayi masih belajar menemukan jadwal tidurnya sendiri, jadi tidak baik kalau terlalu sering dibangunkan di tengah malam. Katanyaaa. Aku dan Chanyeol sih masih di tahap eksperimen, belum bisa menentukan kesimpulan.

⠀⠀Satu-dua menit berlalu, dan tangisan Sena masih kencang. Aku beringsut ke tepi ranjang, hendak turun saat tangan Chanyeol menahanku.

⠀⠀"Biar aku saja."

⠀⠀Jadilah, aku terdiam. Memperhatikan Chanyeol yang menghampiri boks dan mengangkat bayi kami dengan lembut. Mengecek selama beberapa saat, sebelum tiba-tiba saja ia menoleh padaku dan tersenyum miring.

⠀⠀"Popoknya penuh, jadi dia tidak nyaman."

⠀⠀"Oh." Secara otomatis, aku beranjak turun dari kasur. "Sini, biar gue gantiin—"

⠀⠀Bukannya menyerahkan Sena, Chanyeol malah berdesis galak, "eish! Sudah kubilang, aku saja. Kau sudah menjaga Baby seharian, dan kau butuh istirahat."

⠀⠀Aku termangu, sementara Chanyeol langsung membawa bayi yang masih menangis itu ke atas kabinet yang memang sudah kami atur sebagai diaper station. Tangan laki-laki itu bergerak dengan jauh lebih percaya diri dibandingkan saat pertama kali mengganti popok.

⠀⠀Setelah menyelesaikan misi pentingnya, Chanyeol kembali menggendong Sena yang sudah jauh lebih tenang. Dari tempatku duduk, dapat kulihat jemari mungil si bayi yang menggapai-gapai ke wajah ayahnya. Chanyeol tertawa kecil, membawa Sena ke depan jendela. Menimang anak laki-laki kami di lengan-lengan kokohnya. Samar-samar, aku bisa mendengar Chanyeol mendendangkan sebuah lagu.

⠀⠀Lagu yang sama, yang selalu ia gumamkan ketika Baby masih berada di dalam perutku.

Best Knock Up PlanOn viuen les histories. Descobreix ara