16. Baby Mencari Bokap

1.4K 75 8
                                    

ENAM BELAS
Baby Mencari Bokap
⠀⠀

⠀⠀Setelah mendapat lampu hijau dari dokter kandungan (dan sederet instruksi panjang untuk penerbangan jarak jauh) akhirnya aku memantapkan diri berangkat ke Seoul.

⠀⠀April hampir berakhir dan musim semi berada di puncaknya. Tetap saja udara masih dingin, memaksaku memakai sweater dan jaket sekaligus. Untungnya, aku naik taksi dari Incheon ke pusat kota Seoul, sehingga bisa duduk dengan lebih nyaman. Sesekali, tanganku mengelus perut—kebiasaan yang baru kusadari akhir-akhir ini. Seolah aku masih belum percaya bahwa ada makhluk kecil yang sedang berkembang di dalam sana.

⠀⠀Kalau dari pregnancy guide yang kubaca di internet, dia sudah sebesar satu buah lemon. Jauh lebih besar dari terakhir kali aku melihatnya lewat foto USG. Dengan senyum tipis, aku menyandar ke jok, melempar pandangan keluar jendela…

⠀⠀Sebelum terburu-buru mencari plastik kecil di selipan tas dan muntah ke dalamnya. Saking hebohnya muntah, pak supir sampai bertanya apakah aku baik-baik saja, yang kubalas dengan 'gwaenchana' tidak jelas dan terengah-engah.

⠀⠀Blergh. Benar-benar menyebalkan. Katanya morning sickness, tapi kenyataannya aku muntah-muntah sepanjang hari, di waktu se-random mungkin. Belum ditambah pusing mendadak yang menyerang. Padahal, aku sudah memasuki trimester kedua, dan seharusnya gejala morning sickness itu sudah berkurang.

⠀⠀Seharusnya.

⠀⠀Begitu sampai di hotel, aku langsung menjatuhkan diri ke kasur dan tidur siang tanpa sempat membongkar koper.

⠀⠀Sorenya, aku bangun dengan tubuh yang lebih segar. Mengecek jam, aku duduk di tepi tempat tidur dan menimbang-nimbang sejenak. Haruskah aku menelepon Chanyeol sekarang?

⠀⠀Pada akhirnya, aku tetap menekan nomor Chanyeol dan menunggu sampai panggilannya terhubung.

⠀⠀"Yeoboseyo? Ar-ah?"

⠀⠀Mendengar suara bariton itu, aku menelan ludah. "Hei, Yeol. Eodiya?"

⠀⠀"Di jalan, baru pulang dari EXOent. Ada apa?"

⠀⠀"Bisakah kita bertemu malam ini? Aku perlu membicarakan sesuatu."

⠀⠀"Malam ini? Kau sedang di Korea?" Nada Chanyeol terdengar bersemangat, entah kenapa. "Tentu saja, tidak masalah. Bagaimana kalau jam delapan, di rumahku? Aku akan memesan makan malam."

⠀⠀"Tidak perlu repot," aku berusaha menolak, tapi percuma saja. Park Chanyeol adalah definisi dari manusia baik hati yang tidak pernah perhitungan.

⠀⠀Setelah menyelesaikan telepon, aku turun dari ranjang dan mulai bersiap-siap. Mandi, makeup, memilih baju. Meski baby bump-nya belum benar-benar muncul, aku mulai merasa sesak saat memakai jeans kesayanganku. Kalau dilihat sekilas di cermin, perutku lebih seperti buncit kebanyakan makan dibanding hamil.

⠀⠀Hft. Yasudahlah. Aku memakai sweater dan jaket, juga sepatu boots. Kemudian, menyambar tas dan melangkah ke koridor hotel yang dingin. Dari hotel ini, aku tidak terlalu hafal arah bus untuk menuju apartemen Chanyeol, jadi aku memutuskan naik taksi saja. Ongkosnya jelas jauh lebih mahal, tapi setidaknya aku tidak perlu muntah di bus atau subway.

⠀⠀Syukurlah, perjalanan itu aman. Hanya satu kali saja aku meminta supir taksi untuk berhenti sebentar, karena tiba-tiba aku ngiler sendiri melihat toko es krim di tepi jalan. Sumpah, aku tidak pernah se-random ini sebelumnya, jadi aku menyalahkan hormon kehamilan untuk itu.

Best Knock Up PlanWhere stories live. Discover now