15. Datang Tak Terduga

1.2K 80 19
                                    

LIMA BELAS
Datang Tak Terduga
⠀⠀

⠀⠀Ketika bangun tidur esok siangnya, aku merasa seperti baru saja digebuki warga. Seluruh tubuhku capek dan sakit, ditambah lagi perut yang terasa tidak nyaman.

⠀⠀Anehnya, beberapa minggu berlalu, tapi aku masih seperti baru saja K.O. di atas ring tinju. Aku bahkan tidak bisa mendeskripsikan apa tepatnya yang membuatku merasa sakit—seolah seluruh tubuhku hanya tiba-tiba tidak berfungsi seperti biasa. Mirip mesin yang lupa diminyaki, dan sekarang mulai macet. Ini aneh, benar-benar aneh.

⠀⠀Hari ini, aku sedang bersiap-siap untuk menghabiskan weekend di rumah Tanah Abang. Tinggal di ruko memang memberikan ketenangan, tapi kadang aku tetap merindukan kehebohan rumah itu, yang sepertinya tidak pernah sepi.

⠀⠀Si Macan sudah kembali bernafas, meski montir bengkel langgananku pun tidak yakin dia bisa bertahan untuk waktu lama. Setidaknya, aku harus mulai mengumpulkan uang untuk membeli mobil baru—mungkin aku akan mencari mobil second yang murah lagi—walaupun pasti akan sangat berat harus mengucapkan perpisahan pada Macan.

⠀⠀Memarkir si Macan di depan rumah, aku bergumam sendiri sambil membawa tumpukan kardus pizza yang kubawa untuk dimakan beramai-ramai. Wangi roti dan daging hangat yang masih fresh from the oven menguar, tapi hidungku malah berkerut. Akhir-akhir ini, bau daging sepertinya membuatku tidak nyaman.

⠀⠀"SAMLEKOM!!!" aku berseru, seperti biasa. Disambut dengan sama hebohnya, seperti biasa juga. Dan seperti biasanya pula, menghabiskan waktu bersama keluarga yang super ramai selalu bisa mengangkat mood-ku.

⠀⠀"Jadi kamu kapan wisudanya sih Jik?" aku bertanya, duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja makan.

⠀⠀"Entarr, Desember!" jawab Zikri, sibuk memotong-motong daging ayam fillet.

⠀⠀"Pas Jiki wisuda kita dateng pake oplet aja biar kayak sinetron si Dul," celetuk Mas Ryu, nangkring di tangga sambil menggerigiti kerupuk.

⠀⠀ Zikri langsung melotot. "Ih, awas aje! Jiki tinggal pulang, bodo amat!"

⠀⠀Kami tertawa, dan Zikri geleng-geleng, mencemplungkan potongan ayam ke adonan sebelum menggorengnya.

⠀⠀Wangi ayam yang sedang dimasak langsung menyeruak ke seluruh penjuru dapur, dan mendadak saja, perutku terasa seperti dipelintir. Cepat-cepat aku menutup mulut rapat-rapat, menahan rasa mual dan bangkit dari kursi dapur, berlari ke kamar lamaku. Mendorong pintu kamar mandi hingga terbanting membuka, sebelum muntah-muntah hebat. Jauh lebih parah daripada saat Sashi melahirkan. Seperti seluruh organ tubuhku diaduk-aduk dan berusaha melompat keluar.

⠀⠀Aku mengerang, berpegangan ke tembok. Mataku sampai berair. Namun kepalaku sibuk berpikir. Ada apa denganku akhir-akhir ini?

⠀⠀Mual, sakit kepala, punggung dan pinggang nyeri, mood yang naik-turun…

⠀⠀Oh my God.

⠀⠀"Dek? Heh! Kamu kenapa?"

⠀⠀Mendengar suara Mama, aku mengangkat kepala, menoleh ke pintu. Emosi menerjang begitu kuat, dan pertama kalinya setelah mencetuskan rencana bodohku waktu itu, kusadari bahwa aku tidak siap. Aku tidak benar-benar paham konsekuensinya. Dan aku tidak akan sanggup menghadapi rasa sakitnya.

⠀⠀Dengan air mata mengaliri pipi, aku terisak-isak, meraih tangan Mama.

⠀⠀"Ma… aku takut."

⠀⠀Akhirnya, tadi siang Mama dan Dad mengantarku check up ke rumah sakit, disetiri oleh Zikri yang kebingungan setengah mati karena suasana sepanjang perjalanan benar-benar tegang. Aku tidak berani membuka mulut sedikitpun, air mata mengaliri pipi tanpa suara. Karena aku sudah tahu apa yang terjadi, detik itu juga saat aku muntah di kamar mandi.

Best Knock Up PlanWhere stories live. Discover now