24. Menghitung Hari

877 69 12
                                    

DUA PULUH EMPAT
Menghitung Hari
⠀⠀

⠀⠀"Semuanya bagus, kok. Posisi Baby juga, kepalanya sudah di bawah."

⠀⠀"Dia sudah menemukan jalan keluar," candaku, membuat Bu Dokter dan Chanyeol terkekeh.

⠀⠀"Mungkin karena udah gak sabar ya. Pinter, nih." Dokter tersenyum, meski matanya tak lepas dari layar. "Lingkar kepala udah sesuai… wah, kayaknya Baby bakalan tinggi deh."

⠀⠀Mendengar itu, Chanyeol langsung menyeringai girang. "Kayak ayahnya."

⠀⠀Sudut-sudut bibirku terangkat. Sejak sampai di Jakarta, sahabatku sudah sangat menunggu-nunggu sesi USG. Mungkin karena ini terakhir kalinya kami menengok Baby sebelum lahiran—kalau tanggal perkiraannya benar.

⠀⠀Yang jelas, Baby P sangat bekerjasama. Dia melakukan semua tugas dengan baik, memudahkan Bu Dokter memeriksa keadaan di dalam sana.

⠀⠀"Detak jantung normal ya. Plasenta bagus, nggak menghalangi jalan lahir. Volume air ketuban cukup… Mamanya nggak ada keluhan kan?"

⠀⠀"Nggak sih, Dok. Cuma pegel-pegel aja," gelengku, "dan gak bisa makan banyak, cepet begah."

⠀⠀"Karena tekanan dari Baby. Coba makannya diseringin dengan porsi sedikit, nggak apa-apa kok."

⠀⠀"Oke."

⠀⠀"Sudah mulai kontraksi palsu kan ya?"

⠀⠀"Udah, Dok. Tapi gak ganggu, dibawa jalan atau pindah posisi biasanya ilang," jawabku lagi.

⠀⠀"Bagus kok itu, nanti misal udah kerasa nyeri kayak kram mens, berarti kontraksinya udah beneran."

⠀⠀"Kalo udah gitu kapan harus ke RSnya, Dok?"

⠀⠀"Kira-kira kalau kontraksinya sudah 10 menit sekali, langsung ke IGD ya," jawab Bu Dokter, "atau kalau air ketubannya udah pecah. Kalo ada rembes-rembes air, jangan nunggu lagi. Mending cepet-cepet ke IGD jadi bisa kita pantau."

⠀⠀"Siap."

⠀⠀Setelah Bu Dokter memastikan Baby P baik-baik saja di dalam sana, Chanyeol membantuku turun dari ranjang periksa. Seperti biasa, dia selalu sabar dan lembut…

⠀⠀Dug. Sebuah kaki mungil mendaratkan tendangan.

⠀⠀"Aw," aku meringis, tangan mengusap-usap perut.

⠀⠀"Gwaenchana?" Kening Chanyeol berkerut, ikut meletakkan telapak di sana.

⠀⠀"Gwaenchana. Tendangan Baby P semakin kuat."

⠀⠀"Ya, aku bahkan bisa melihat kakinya dengan jelas," angguk Chanyeol, "tampaknya dia benar-benar sudah tidak sabar untuk melihat dunia luar."

⠀⠀"Kau benar."

⠀⠀Kami masih menghabiskan beberapa waktu lagi di meja konsultasi bersama Bu Dokter, diskusi tentang persalinan.

⠀⠀"Pokoknya diinget-inget yang tadi ya, tanda-tanda harus cepet ke RS." Bu Dokter mengacungkan jari. "Terus kalo mau berhubungan badan itu gapapa banget kok Bu, Pak. Bisa mendorong induksi secara alami juga."

⠀⠀Hampir saja aku tersedak, sementara Chanyeol batuk-batuk keras. Berhubungan badan? Yang benar saja. Terakhir kali kami berdua melakukan itu, adalah di percobaan keenam. Setelahnya? Boro-boro!

⠀⠀Aku senang dengan kehadiran Chanyeol, sungguh. Namun, tentu saja aku tidak ingin menunjukkannya secara terang-terangan. Bukan gengsi, hanya tahu diri. Mengharapkan balasan cinta dari Chanyeol adalah hal mustahil—seperti yang Sehun bilang.

Best Knock Up PlanWhere stories live. Discover now