29. Parents, Partners (END)

2.7K 62 23
                                    

DUA PULUH SEMBILAN
Parents, Partners
⠀⠀

⠀⠀Dua hari setelah pembicaraanku dan Sashi, Chanyeol muncul lagi di Jakarta. Dia langsung masuk ke dalam ruko, mendaki tangga ke lantai tiga dan bersiul-siul seolah ini rumahnya sendiri. Dia bahkan langsung meletakkan barang-barang di kamar tamu, mandi, dan menghampiri Sena yang berguling-guling di karpet ruang tengah.

⠀⠀Melihat kedatangan ayahnya, Sena langsung tertawa, menggapai-gapai sambil mengoceh tidak jelas. Tentu saja, Chanyeol langsung meraupnya ke dalam pelukan.

⠀⠀"Adeul! Ah, Appa rindu sekali!" sang ayah berceloteh, "kenapa kau semakin menggemaskan?"

⠀⠀"Aiguya," aku tertawa di sebelah mereka, "kau kan hanya pergi beberapa hari."

⠀⠀"Tapi rasanya seperti berbulan-bulan," sahut Chanyeol, mengecup pipi Sena dengan bunyi ceplok dan membuat anak itu kembali tergelak, "bagaimana kabar kalian? Semua baik-baik saja?"

⠀⠀"Baik. Kemarin aku membawa Sena ke dokter untuk memantau perkembangannya. Semua normal."

⠀⠀"Syukurlah. Semoga akan terus seperti itu," ujar Chanyeol, menatap mata bulat bayi kami yang berbinar, "kau harus selalu sehat, Adeul. Oke?"

⠀⠀"Ak!" Sena memekik singkat, satu tangan mencengkeram telinga ayahnya.

⠀⠀"Kita anggap itu sebagai ya," angguk Chanyeol, membuatku tersenyum. Mengingat saat-saat aku berbicara pada Baby P di dalam perut, dan menganggap tendangannya sebagai jawaban.

⠀⠀Selama beberapa saat, Chanyeol sibuk bermain dengan Sena. Mendendangkan lagu, hingga mengajaknya bicara. Bercerita tentang pekerjaannya selama di Bangkok kemarin, makanan apa saja yang ia coba dan kemana saja ia pergi. Hal-hal apa saja yang ingin ia tunjukkan jika Sena sudah bisa ikut bersamanya nanti.

⠀⠀Aku ikut mendengarkan dalam diam, bersandar ke kaki sofa sambil memejamkan mata. Terbuai dalam tutur Chanyeol yang menenangkan, meski tercampur dengan kata-kata Sashi dalam memoriku.

⠀⠀Selama beberapa hari ini, aku sudah memikirkannya. Menimbang-nimbang pro dan kontra. Mungkin Sashi benar—aku dan Chanyeol adalah partner, dan komunikasi adalah hal yang penting jika kami ingin partnership ini berjalan lancar. Apapun balasan Chanyeol nanti, aku harus menerimanya.

⠀⠀"Yeol?" panggilku.

⠀⠀"Hm?" Ia menoleh, Sena masih begajulan dalam gendongannya. "Kenapa, Ar-ah?"

⠀⠀Aku menelan ludah. Now or never, Ar. Now or never. Seharusnya ini tidak sesulit ketika aku meminta Chanyeol menjadi ayah dari anakku, kan? "Aku ingin mengatakan sesuatu."

⠀⠀"Apa itu?"

⠀⠀"Sebenarnya… aku mencintaimu."

⠀⠀Mata Chanyeol membulat, dan ia mengerjap. Satu kali, dua kali.

⠀⠀"A… apa yang kau bilang barusan?"

⠀⠀Aku menelan ludah, tidak siap untuk mengulang kalimat tadi. Ini saja aku masih tidak percaya bahwa lidahku bisa mengucapkan itu pada akhirnya.

⠀⠀Karena aku hanya diam, Chanyeol semakin kebingungan. Bola matanya bergerak-gerak tidak fokus, sebelum ia menunduk dan pura-pura terdistraksi oleh Sena yang masih pecicilan. "Se… sepertinya kita harus menidurkan adeul dulu. Ini sudah jam tidurnya, kan?"

⠀⠀"Kau benar." Aku mengangguk, kaku.

⠀⠀Sungguh, aku tidak pernah mengatakan cinta sebelumnya. Apa yang harus kulakukan setelah kata-kata itu terlepas? Apakah aku harus merasa tersinggung karena Chanyeol tidak membahasnya lebih jauh?

Best Knock Up PlanWhere stories live. Discover now