20. Terbiasa

972 64 5
                                    

DUA PULUH
Terbiasa
⠀⠀

⠀⠀Tengah malam, aku terbangun oleh rintik hujan di luar jendela. Chanyeol masih tidur, mendengkur pelan di sebelahku. Baby P mulai berjumpalitan—aku bisa merasakan geraknya di dalam sana. Dia beruntung tubuhnya masih belum terlalu besar, memberikan banyak ruang untuk bergerak-gerak dan koprol kalau perlu.

⠀⠀Aku mengetukkan jari di atas perut, mengejar setiap gerakan Baby P. Mataku menatap langit-langit, membayangkan…

⠀⠀Ujan gini makan soto ayam pake ceker, seger banget gak sih?

⠀⠀Seketika, aku bangkit dari kasur. Berhati-hati agar Chanyeol tidak bangun, kukenakan jaketnya yang tergeletak di atas meja, dan menyambar kunci mobil serta dompet.

⠀⠀Meski jam sudah menunjukkan tengah malam, Cipete Raya tetap ramai. Tidak heran sih, mengingat ada beberapa tempat makan yang masih buka. Termasuk warung tujuanku kali ini—soto Surabaya di ujung jalan. Semoga saja masih jualan, meski hujan terus merintik tanpa tanda-tanda akan berhenti.

⠀⠀Dan ternyataaa… masih buka, pemirsa! Aku bersorak dalam hati, memarkirkan si Macan di depan bank yang tutup. Kusambar payung lipat di kolong jok tengah, lalu turun dari mobil sembari berdendang riang. Menghampiri tenda seadanya dari terpal, aku memesan dua bungkus soto untuk dibawa pulang. Kemudian, aku berdiri di tepi tenda, menunggu pesanan siap.

⠀⠀Tanganku bertengger ke perut, mengelusnya lagi. Baby P bergerak-gerak—mungkin tidak sabar mencecap kuah soto nan gurih, atau dia juga merasakan excitement-ku.

⠀⠀"Mbak, Mbak. Duduk sini aja." Tiba-tiba seorang abang ojek online berdiri dari kursi yang ia tempati, matanya tertuju padaku.

⠀⠀"Oh? Makasih, Mas." Aku tersenyum kecil, duduk di kursi plastik itu. Lucu rasanya, menyadari bahwa orang-orang sudah mulai melihatku sebagai ibu hamil. Entah apa yang mereka pikirkan sekarang, dengan aku yang hanya memakai setelan piyama dan jaket kebesaran milik Chanyeol, plus perut yang mulai tampak. Ketahuan banget lagi ngidam malem-malem.

⠀⠀Tak perlu waktu lama, penjual menyodorkan dua bungkus soto yang masih panas padaku. Setelah selesai membayar, kukembangkan payung dan sedikit tergopoh-gopoh menuju si Macan. Hujan memang bertambah deras, tapi mood-ku malah semakin bagus.

⠀⠀"Soto, soto, soto~" dendangku sepanjang jalan pulang, "ceker, ceker, ceker~"

⠀⠀Si Macan meluncur masuk ke parkiran depan ruko dengan mulus. Aku baru akan mematikan mesin saat menyadari ada seseorang yang berdiri di depan pintu butik, wajahnya panik.

⠀⠀Yah, siapa lagi kalau bukan Park Chanyeol. Dia langsung membuka payung dan berderap ke sisi mobil.

⠀⠀"Ar-ah!" sentaknya saat aku membuka pintu. Mata laki-laki itu sudah nyureng-nyureng dengan kening berkerut, jelas sedang kesal. Meskipun begitu, tetap saja ia memayungiku tanpa disuruh. "Kau dari mana? Kenapa meninggalkan ponsel di rumah dan tidak bilang padaku kalau mau pergi!"

⠀⠀"Iya, iya, maaf deh." Aku cengengesan, mengangkat plastik soto. "Gue tiba-tiba pengen soto."

⠀⠀"Kan bisa bilang!"

⠀⠀"Aku hanya tidak mau mengganggu tidur nyenyakmu. Lagipula, warung sotonya dekat sekali dari sini."

⠀⠀Kami menapak ke dalam butik. Chanyeol meninggalkan payung di teras, sebelum masuk lagi dan melanjutkan omelan, "aku tidak peduli jika sedang tidur atau mati sekalipun, kalau kau memintaku membeli sesuatu tengah malam, aku pasti akan melakukannya."

⠀⠀"Ih, gak usah ngomong sembarangan deh!"

⠀⠀"Kau mengerti maksudku." Ia mengambil alih plastik soto. "Apapun yang kau mau, kapanpun itu, katakan saja padaku. Lebih baik tidurku terganggu daripada harus panik mengkhawatirkanmu dan Baby yang entah berada di mana. Jantungku hampir lepas rasanya!"

Best Knock Up PlanWhere stories live. Discover now