26. Nobody's Ready For This

1K 63 1
                                    

DUA PULUH ENAM
Nobody's Ready For This
⠀⠀

⠀⠀Aku terbangun dengan jerit tertahan.

⠀⠀Perutku berdenyut nyeri—jauh lebih parah dari semua kram menstruasi yang pernah kurasakan seumur hidup.

⠀⠀Sosok di sebelahku terlompat bangun, matanya membuka lebar. "Ada apa? Ada apa?"

⠀⠀"Sakit!" seruku, memegangi perut. Rasa nyeri itu masih melilit, begitu kuat dan intens. Kontraksi awal yang kurasakan tadi tak ada apa-apanya dengan yang ini.

⠀⠀Di antara hentakan rasa sakit, untungnya kepalaku masih ingat pada ponsel. Cepat-cepat kuraih gawai itu, membuka kunci layar dan menuju contraction tracker. Aplikasi yang sama yang dulu Sashi gunakan.

⠀⠀"Apakah kita perlu ke rumah sakit sekarang?" tanya Chanyeol.

⠀⠀"Tidak, sepertinya belum." Aku menggeleng, duduk tegak sementara sakit yang kurasakan berangsur-angsur hilang. Baby P bergerak-gerak, entah melakukan apa.

⠀⠀Menghembuskan nafas lega, kutekan tombol di app yang menandakan bahwa kontraksi kali ini selesai.

⠀⠀"Ar-ah?" Chanyeol beringsut mendekat, mengelus punggungku. "Kau butuh sesuatu?"

⠀⠀"Aku perlu ke kamar mandi, dan mungkin sedikit yogurt."

⠀⠀"Perlu kubantu?"

⠀⠀"Tidak usah." Aku bergerak ke tepi kasur, meletakkan telapak kaki di atas lantai yang dingin. Meski kontraksinya sudah lewat, sendi-sendiku masih terasa nyeri—hal yang semakin sering terjadi mendekati due date. Kalau dari artikel yang kubaca, itu adalah tanda bahwa tubuh sedang menyiapkan diri untuk proses persalinan.

⠀⠀Terseok-seok, aku melangkah ke kamar mandi. Duduk di atas kloset, mengosongkan kandung kemih sambil mengatur nafas. Ketika aku keluar, Chanyeol tidak terlihat dimana-mana. Jadi, aku melangkah lagi, melewati pintu kamar dan menuju dapur. Benar dugaanku, dia sudah lebih dulu berdiri di depan kulkas.

⠀⠀"Kenapa sih lu baik banget?" decakku, menghampiri laki-laki tinggi besar itu.

⠀⠀"Kenapa sih kau selalu mempertanyakan kebaikan orang?" kekeh Chanyeol sebagai balasan. Ia membuka penutup yogurt, lalu memberikan cup-nya padaku.

⠀⠀Aku menggumamkan terima kasih dan membawa cemilan malamku ke meja makan. Chanyeol ikut duduk, tampak berantakan tapi menggemaskan. Wajahnya adalah campuran dari ngantuk dan khawatir sekaligus, membuatku tidak enak hati. Dia kan berada di posisi ini karena ide gilaku…

⠀⠀"Mama Di, ketok pintu dulu ih!"

⠀⠀Desis familiar itu terdengar di telinga, dan punggungku langsung tegak. Wait, wait… itu Zikri kan? Hanya dia yang memanggil ibuku dengan panggilan Mama Di alih-alih uwak—Jiki adalah anak dari adiknya Mama, tapi kami semua tinggal serumah jadi dia sangat dekat dengan mamaku.

⠀⠀"Ngetok pintu? Rapi amat! Kalo kakak kamu lagi kesakitan gimana? Kan kasian gak ada yang nemenin!" kali ini desisan Mama, disusul gemerincing kunci.

⠀⠀"Wait—" Aku berdiri dengan panik, tepat ketika kontraksi sialan itu kembali muncul di saat paling tidak tepat. Nyerinya sedikit meningkat daripada yang tadi, dan aku langsung mengaduh, terbungkuk-bungkuk. Tangan Chanyeol terulur, meraihku secara otomatis.

⠀⠀Pintu rumah menjeblak terbuka, Mama dan Zikri merangsek masuk sambil menyerukan salam. Aku menggumamkan balasan, tidak sanggup bicara keras-keras.

⠀⠀"Adek!" Mama menghampiri dengan terburu-buru. Belum sempat aku menyahut, perhatian beliau teralih pada sosok lain, keningnya berkerut. "Lho, kamu…"

Best Knock Up Planحيث تعيش القصص. اكتشف الآن