SEMBILAN BELAS
Menjadi Orang Tua
⠀⠀⠀⠀"Nah, ini tulang punggungnya… terus ini kepalanya. Eh, dia nengok tuh, keliatan idungnya mancung!" Bu Dokter menjelaskan dengan penuh semangat, menggerakkan transducer di atas perutku.
⠀⠀Aku dan Chanyeol tertawa, mata tak lepas dari layar yang menunjukkan bayi kami. Tubuhnya sudah terlihat dengan jelas, dari kepala, kaki, lengan, hingga jari-jari mungil. Dokter mulai mengukur diameter dan lingkar kepala, memastikan perkembangannya sesuai.
⠀⠀"Lihat Baby P," gumam Chanyeol, matanya berkaca-kaca, "lucu sekali."
⠀⠀"Tangannya tidak henti bergerak." Aku mengangguk, beralih pada Bu Dokter. "Normal semua kan, Dok?"
⠀⠀"Normal kok, alhamdulillah. Ukuran kepala, perut, paha, lengannya juga bagus. Mau dengar detak jantungnya?"
⠀⠀"Mau, Dok," sambar Chanyeol sebelum aku sempat membuka mulut.
⠀⠀"Oke… here we go."
⠀⠀Suara bum-bum-bum cepat bergema dari mesin, dan aku tersenyum lebar. Tanpa sadar, tanganku dan Chanyeol saling berkait, sementara kami bertemu pandang. Mata Chanyeol sudah dipenuhi genangan, siap untuk menetes.
⠀⠀"Jantungnya terdengar sangat kuat," bisikku.
⠀⠀"Benar," ia menyetujui, "seperti bunyi debum seng di genteng tetangga SaSe kalau ada angin kencang."
⠀⠀Tawaku menyembur keluar. Si Ngaco, kepikiran aja bunyi seng terbang.
⠀⠀Sambil mengecek perkembangan Baby P, dokter juga memperlihatkan gerakan-gerakan lucu anak kami yang tertangkap USG.
⠀⠀"Itu, itu. Liat mulutnya. Dia lagi ngunyah."
⠀⠀"Ya ampun, iyaa!" aku setengah berseru. Lucu banget, mulutnya membuka-menutup—terlihat jelas dari samping.
⠀⠀"Coba kita tengok mukanya… eh, malah ditutupin!" Bu Dokter geleng-geleng, ketika satu tangan Baby P terangkat dan menghalangi pandangan ke wajahnya. "Dia agak aktif ya, gerak-gerak terus."
⠀⠀"Pecicilan, sama kayak babenya." Kulirik Chanyeol menggoda. Ia hanya tertawa tanpa suara, sebelum membungkuk sedikit ke arah perutku.
⠀⠀"Baby, permisi sebentar. Mau liat mukanya."
⠀⠀Aku cekikikan—he's too silly. Tapi ajaibnya, tangan Baby P langsung turun, dan kini kami bisa melihat wajahnya dengan jelas.
⠀⠀"Wah, nurut nih sama Papanya," kekeh Bu Dokter, "nah, keliatan wajahnya ya Pak, Bu. Ini hidungnya… tinggi loh. Terus ini mulutnya. Alhamdulillah normal yaa bibirnya."
⠀⠀Mataku terpaku pada layar dengan takjub. Menyusuri bentuk wajah anakku yang belum terlalu jelas, tapi itu sudah cukup untuk membuatku terpana sendiri. Manusia kecil ini benar-benar ada di perutku! "Eh, itu dia lagi ngemut jempol ya?"
⠀⠀"Oh, kau benar Ar-ah!" Chanyeol mengangguk-angguk girang. "Aih, gwiyeowo! Agiyaa, kenapa menggemaskan sekali?"
⠀⠀"Gemes dong, anaknya siapa dulu."
⠀⠀"Anak Chanyeol dan Ardhanareswari," sahabatku menjawab, "tentu saja dia menggemaskan."
⠀⠀"Tunggu sebentar, aku jadi ingat sesuatu." Keningku berkerut, lalu aku menoleh pada Bu Dokter lagi. "Dok, bisa liat kupingnya gak?"
⠀⠀"Kupingnyaa?" Bu Dokter pasti kebingungan dengan request anehku. "Bisa, bisa. Kita cari angle yang pas dulu."
⠀⠀Aku menunggu dengan sabar, sementara dokter menggeser transducer—berusaha mencari telinga Baby P yang tak mau berhenti bergerak. Sesekali, aku bisa merasakan gerakan itu di perutku, saking hebohnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/319596765-288-k693630.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Knock Up Plan
ChickLitAr gak mau nikah. Dia pengen punya anak aja. Emangnya bisa? Bisa. Ar punya banyak teman cowok, seharusnya gak sulit kan mencari yang ganteng, tinggi, dan pintar untuk menjadi calon ayah dari bayinya? Ternyata, nggak semudah itu! Dari semua teman hin...