Chapter 29

13K 1.7K 108
                                    

Kancing dilepas. Pakaian dibuang sembarang dan digantinya dengan jubah tidur. Darren menyibak rambutnya ke belakang, sorot matanya masih dipenuhi emosi perihal penjelasan Louis.

Dia tak bodoh. Walaupun awalnya berupa intuisi, kini tebakannya benar. Bukan hal sulit untuk menghubungkan cerita dari mulut temannya dan kedatangan keluarga Count itu, terutama si calon ahli waris, Keith Brunner.

Darren mendatangi ranjang. Duduk di sisi yang masih kosong dan memandangi sosok pemuda yang tertidur lelap di sana, begitu nyenyak entah mimpi seperti apa yang sedang berenang di alam bawah sadarnya tersebut. Ia terkekeh. Jemarinya mengusap pipi Kyle yang halus dan lembut.

"Bagaimana kau bisa membuatku menjadi seperti ini?"

Ia berbaring. Memiringkan tubuh, diraihnya pinggang pemuda itu mendekat dalam pelukan.

Darren terpejam. Ia menenggelamkan kepala ke pundak Kyle dan menghirup aroma lily yang ia rindukan, mengeratkan sekali lagi memperkecil jarak di antara mereka yang membuat pemuda itu terganggu dalam tidurnya dan bergeser mencari kenyamanan. Dua tubuh itu pun saling berhadapan. Tangan Kyle membalas pelukan Darren, melingkar pada pinggang si lelaki dan menempelkan wajahnya ke dada bidang pihak lain, melanjutkan mimpi.

Senyum. Lelaki itu merasa senang dan meletakkan dagunya di atas kepala Kyle, menghela nafas.

"Kyle, jika suatu hari kau melihat diriku yang sebenarnya, apa kau akan takut padaku?"

Hanya keheningan yang menanggapi. Darren tahu itu karena ia bertanya pun tak bertujuan untuk meminta jawaban.

"Aku tak mengerti."

Dihirupnya wangi lily yang menenangkan gejolak segala emosi dirinya, bagai obat yang pelan-pelan menyembuhkan penyakit yang terus mengakar, Darren ingin tahu. Ia tak paham. Kenapa ketika ia berada di dekat pemuda itu bisikan yang selalu hadir di dalam kepalanya selalu menghilang?

Seperti sekarang ini.

Tenang dan nyaman.

Ingin dia serakah. Darren menginginkan pemuda itu di sampingnya, membutuhkan Kyle untuk memberinya kenyamanan tanpa bisikan yang kian berisik dan berdengung dalam pikiran.

Ia mengeratkan pelukan, dan berkata yang terdengar lebih seperti permintaan.

"Aku tak ingin kau pergi dariku."

.
.
.

Burung berkicau di tengah kehangatan udara pagi membangunkan pemuda yang tertidur pulas di kamar itu.

Kyle membuka mata perlahan mencoba melepas diri dari rasa kantuk. Pelan-pelan pandangan semakin jelas, maniknya mendapati seorang anak muda yang duduk di kursi dekat ranjang sembari tersenyum dan menopang dagu.

"Oh. Kau akhirnya bangun."

Kyle mengernyit. Ia tak mengenal anak tersebut.

"Siapa?"

Bukannya menjawab, anak itu memandangi Kyle, meneliti pemuda itu dari bawah ke atas seakan sedang memeriksa sesuatu.

Akhirnya anak itu terkekeh sambil melipat tangan dan bersandar punggung ke kursi.

"Aku masih tidak menyangka," Anak itu melirik Kyle yang telah mendudukkan diri di ranjang, "Kupikir siapa orang yang hampir membangunkannya tapi ternyata cuma seorang bocah yang bahkan belum dapat menutupi aliran kekuatan sucinya dengan benar."

Punggung Kyle seketika menegang.

"Kau terkejut?"

Anak itu tersenyum seolah melihat sebuah pemandangan menarik, "Aku belum pernah mendengar seseorang yang memiliki kekuatan suci terlihat bebas di luar gereja apalagi pada tingkat kemurnian ini.. bukankah akan setara jika diukur dengan milik Saintess itu?"

In Second Life, I Became A Failure Count's Son [BL]Where stories live. Discover now