Chapter 33

10.8K 1.5K 84
                                    

Yuhuu~
Akhirnya bisa update juga  ༎ຶ‿༎ຶ

Maaf yaa akhir2 ini sy sibuk bgt nyelesaiin tugas2 yg dah pd mepet dline-nya sampe gaada waktu buat nyentuh nih cerita hiks, and, yg mau Uas jg semangatt 🧚🏻‍♀️✨

Btw, happy reading all~

...

Sekali lagi, air larutan garam dituangkan di atas tubuh mereka.

Jeritan keras memenuhi ruangan. Dua orang itu menggeliat tak karuan meluapkan rasa sakit ketika air garam lagi-lagi mengenai luka keduanya. Mulut membuka dan menutup, gemetar, tak mampu bicara lantaran lidah telah dipotong.

Kyle menyaksikan seluruh adegan itu tanpa ekspresi. Duduk di sana, ia mengayun-ayunkan kakinya yang menggantung tak sampai ke lantai guna menghilangkan rasa bosan.

Sudah tiga jam berlalu namun mereka masih kuat menahan semua penyiksaan tak manusiawi tersebut.

Hidungnya berkerut. Bau anyir begitu pekat di ruangan itu. Jika terus seperti ini, yang ada kedua orang itu hanya akan mati kehilangan banyak darah dan ia takkan mendapatkan informasi apapun.

Kyle menghela nafas di dalam hati. Ia tak tahu kalau ketahanan orang di dunia ini, khususnya mereka para mata-mata dari kerajaan luar itu sangatlah gila bahkan masih bertahan sampai sekarang.

Diliriknya Darren yang ada di samping, entah apakah itu sebuah kebiasaan atau apa, lelaki itu sedari tadi menggenggam gagang pedang di pinggangnya. Lonceng emas kecil berbunyi lirih. Tak sadar kalau ia terlalu lama memandangi yang lain, suara kekehan terdengar buat ia tersentak.

"Apa yang kau pikirkan sampai kau menatapku seperti itu?" Darren bertanya dengan senyum tipisnya.

Kyle segera memalingkan muka.

"Jangan terlalu percaya diri. Aku tidak menatapmu."

"Itu tidak mungkin. Kau menatapku."

"Aku tidak. Itu cuma perasaanmu."

Darren tak membalas, hanya tersenyum, ia pun bergeser mendekat dan meletakkan satu tangannya bertumpu di belakang pemuda itu, "Mereka belum juga membuka mulutnya. Apa yang akan kau lakukan jika mereka masih tetap bersikeras menutup mulut?"

"Entahlah."

Kyle menghentikan ayunan kakinya, lalu, ia menoleh pada Darren, "Tapi, kenapa kau sangat yakin jika mereka berasal dari Kerajaan Galan? Bisa saja tebakanku salah waktu itu dan mereka sama sekali bukan bagian dari kerajaan yang kau maksud."

"Aksennya."

"Mereka menutupi kebiasaan itu terlalu baik jadi tidak aneh kalau tidak ada yang mencurigai mereka," Darren mengetukkan jarinya di gagang pedang, tanpa permisi ia menyandarkan kepalanya ke pundak Kyle dengan nyaman, "Untungnya, telinga para bawahanku lebih bagus daripada akting mereka. Bukan hal yang mustahil pihak kami untuk menemukan mereka."

Belum memberi tanggapan, Kyle menatap Darren yang telah seenaknya sendiri meminjam pundaknya dengan alis berkerut, "Apa ini? Seingatku, aku tidak pernah memberimu izin menggunakan pundakku sebebas ini."

"Pinjamkan sebentar. Aku ingin beristirahat."

"Kau bisa menggunakan milik bawahanmu."

"Tidak bisa. Itu akan terlihat aneh."

"?? Apa yang aneh?"

"Itu aneh."

"Punya mereka lebih lebar dariku jadi kau akan lebih nyaman."

In Second Life, I Became A Failure Count's Son [BL]Where stories live. Discover now