Chapter 31

10.7K 1.4K 52
                                    

"Tolong biarkan saya menemui Saintess.. anak saya.. saya tidak ingin kehilangan anak saya.. saya mohon..!"

Seorang wanita yang tampak kumuh menggendong anaknya berlutut menangis-nangis memohon kepada dua kesatria suci yang saat ini menghalangi jalannya karena menerobos memasuki gereja secara paksa.

Hari ini adalah hari pemberkatan. Banyak orang yang datang untuk menerima berkat dari Saintess, seorang yang disebut-sebut sebagai utusan dewa yang dikenal atas kekuatan sucinya yang murni dan melimpah. Dikatakan bahwa kekuatan suci yang ia miliki dapat menyembuhkan segala penyakit dan mengampuni segala dosa. Ia adalah sosok yang paling dicintai, dikagumi, sebuah sinar harapan bagi banyak orang jikalau mereka jatuh dalam keputusasaan.

Menunduk dengan jemari saling bertautan, mengatupkan kedua tangan erat sambil melantunkan doa dalam hati, mereka menanti acara utama gereja itu tiba setelah dua jam lamanya. Namun kini, tak disangka usai Saintess melangkah masuk dan berdiri di depan semua orang, wanita kumuh itu malah merusak suasana dan menciptakan kegaduhan.

Tentu, orang-orang yang telah menunggu sedari lamanya pun lantas melayangkan tatapan tak suka pada wanita kumuh tersebut.

"Sungguh tidak sopan."

"Apa-apaan dia? Memasuki gereja suci dengan pakaian yang sangat kotor itu? Menjijikkan."

"Dasar rakyat jelata. Orang-orang seperti mereka tampaknya tidak pernah diajarkan sopan santun sedikitpun."

"Dia pikir dia siapa? Menerobos gereja dan memotong antrian? Semua orang di sini juga membutuhkan berkat Saintess, bukan cuma dia."

"Sepertinya dia menempatkan kepalanya sangat tinggi. Makanya, dia menjadi tidak tahu malu."

"Hahaha.."

Tawa dan bisikan itu tidaklah keras, namun bukan berarti suara-suara itu tak mencapai telinga si wanita kumuh. Ia menggigit bibir. Tangannya gemetar mendekap anak semata wayangnya dalam gendongan. Ia tahu itu. Ia tahu sebagaimana sikap tidak sopan dan tak tahu malunya di hadapan semua orang serta sang Saintess, akan tetapi, ia harus melakukannya, demi kehidupan anaknya yang mungkin akan mati hari ini!

"Saintess.. Saintess..! Tolong.. tolonglah anak saya.. saya mohon.."

Wanita itu sekali lagi menangis, wajahnya sangat jelek dengan pipi dipenuhi debu dan air mata yang tak terkendali mengalir membasahinya yang selanjutnya ia usap kasar sehingga menambah kesan kotor dan kumal pada dirinya.

Mata wanita kumuh itu masih tertuju pada sang Saintess yang berdiri tak jauh di depan sana, menatap pihak lain bagai harapan serta satu-satunya penolong dan penyelamatan hidupnya.

"Saintess.. tolong.. anak saya sudah banyak memuntahkan darahnya selama dua minggu ini.. saya.. saya tidak tahu penyakit apa yang dideritanya.. setiap malam dia selalu kesakitan.. saya juga tidak punya uang untuk menemui tabib di kota.. jadi saya mohon.. saya mohon selamatkan anak saya, Saintess..!"

Melihat wanita kumuh itu semakin kuat ingin melangkah maju menemui Saintess padahal sudah dihalangi, dua kesatria suci itu pun akhirnya menghentikannya, mereka menarik lengan wanita itu untuk dibawanya keluar.

"Tunggu."

Suara itu begitu lembut dan elegan. Tanpa sadar, orang-orang yang ada di tempat itu serentak menoleh ke sumber suara, yang tak lain adalah milik sang Saintess.

"Lepaskan dia. Kalian tidak boleh kasar pada seseorang yang datang ke gereja suci dengan niat dan hati yang tulus," ucapnya pada dua kesatria suci yang kini melepas wanita kumuh itu sesuai permintaan.

Ia lalu memandang si wanita kumuh, mengulurkan tangan dengan senyuman indah yang merekah di wajahnya, "Kamu, kemarilah."

"S-saintess.. hiks.."

In Second Life, I Became A Failure Count's Son [BL]Where stories live. Discover now