02 - Susah Tidur

11.9K 1.1K 25
                                    

Pukul sebelas malam, Melisa belum tertidur nyenyak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pukul sebelas malam, Melisa belum tertidur nyenyak. Seperti biasa si bayi mengusik ketenangan ibunya dengan aktif menendang. Kata Ratna, kalau hamil tua jangankan tidur lelap, bisa napas saja sudah sangat bersyukur. Melisa kini merasakannya. Setiap malam dia sering terbangun. Entah itu karena bayinya aktif, lapar, atau ingin buang air kecil. Kalau Candra ada di rumah, dia akan senang hati menemani istrinya. Sekarang laki-laki itu belum pulang.

Kalau ingat Candra, bawaannya Melisa ingin jingkrak-jingkrak terus. Bagaimana tidak, suaminya itu benar-benar memperhatikannya dengan baik, selalu mengutamakan kenyamanan, level bucinnya naik sekian ratus persen. Bisa dibilang suaminya yang paling cerewet ketimbang Melisa. Bayangkan saja setiap menit Candra bertanya berapa kali bayinya menendang, sudah minum vitamin apa belum, ada yang sakit tidak, dan sangat antusias saat pemeriksaan USG. Kalau sedang di rumah, Candra tidak segan membuatkan susu, memijat ketika pegal, juga menemani ketika Melisa tidak bisa tidur.

Tentu semua itu membuat Melisa sangat bahagia. Setidaknya kehamilan pertama ini mendapat dukungan penuh dari orang terdekat.

"Kamu lapar, ya, makanya aktif terus. Oke, kita pergi ke dapur, ya."

Sebelum pergi, Melisa menyalakan ponsel, masuk ke ruang pesan Ambar, ART yang bekerja di rumahnya.

Anda: Mbak, masih melek?

Sembari menunggu balasan, Melisa mengelus perutnya sebentar, lalu meraih botol berisi air putih untuk diminum. Oh, ya, semenjak trimester dua, Candra menyediakan air dan kulkas mini di dalam kamar supaya Melisa tidak perlu turun kalau kelaparan. Namun, untuk kali ini, Melisa pergi ke dapur karena ingin makan mi rebus.

Ponsel Melisa bergetar. Balasan dari Ambar muncul.

Ambar: Masih, Mbak. Mbak butuh apa?

Anda: Aku mau ke dapur, rebus mi. Temenin, ya.

Ambar: Biar saya aja, Mbak. Terus, saya antar ke kamar.

Tawaran yang bagus sebenarnya. Melisa tidak perlu susah payah turun ke dapur. Dengan perut besar begini, jalan sedikit saja bikin mudah lelah. Padahal dokter menyarankan sering-sering jalan supaya bisa melahirkan normal. Karena itulah, Melisa mulai latihan pernapasan, olahraga yoga dan jalan kaki setiap hari. Berkat itu, tubuhnya jadi rileks.

Anda: Nggak usah, Mbak. Nggak apa-apa aku turun.

Setelah mengetik begitu, Melisa bangkit dan berjalan sembari menggenggam ponsel. Sengaja benda itu dibawa kalau misalnya ada telepon dari suami tercinta. Eh, tapi, sepertinya tidak mungkin. Candra pasti sudah tidur pulas di Jakarta.

Melisa turun dari tangga dengan hati-hati karena bobot tubuhnya berat. Pun kalau Candra melihatnya grasa-grusu seperti saat belum hamil pasti akan kena ceramah. Lagi pula, Melisa tidak mungkin jalan cepat dengan perut sebesar ini. Yang ada kakinya sakit semua.

Ini bukan sedang sesi mengeluh, ya. Kedengarannya memang begitu, tapi jauh dari lubuk hatinya, Melisa bahagia bisa menikmati momen ini. Melisa merasa beruntung menjadi wanita yang terpilih mengemban amanah sebesar ini. Bukankah ini yang ditunggu-tunggu? Melisa diberikan kesempatan mengandung dan sebentar lagi merasakan melahirkan. Tidak heran jika beberapa perempuan ingin langsung merasakan hamil setelah menikah, karena rasanya memang seindah itu.

Hi, Little Captain! [END]Where stories live. Discover now